kyai Dawam Mu'allim hafidzhohulllah katakan: Poligami di Indonesia lemah. Setahu kami, setelah Islam datang
hingga zaman seribu tahun, maka tidak
ada satu orang Islam pun yang
menentang dan mempermasalahkan
Poligami, dan bahkan para ulama'
muta-akhirin pun masih setia membahas aturan berpoligami yang
baik di dalam kitab-kitab karangan
mereka...
Namun setelah zaman seribu tahun
hingga sekarang, semakin banyak saja
orang-orang yang menentang dan
mempermasalahkan pologami dengan
dalih KEADILAN dari sang suami, dan
anehnya lagi yang menentang itu bukan hanya para imperialisme barat,
namun orang-orang mukmin pun
banyak yang ikut-ikutan menentang
dan mempermasalahkannya...
Dan menurut hemat kami, orang-orang
mukmin yang ikutan menentang itu
memang terlalu ketakutan kalau tidak
mampu berlaku ADIL di antara sesama
istri (karena memang sering ditakut-
takuti oleh istri mereka masing- masing), padahal mereka juga sudah
sering tidak ADIL dalam menyikapi
berbagai macam hal...
Poligami di Indonesia lemah... oleh
sebab itu kami bertekad mengajak
Poligami kepada banyak orang agar
Poligami menjadi membudaya dan
kuat... Dan sebagai salah satu bahan
renungan, berikut ini ada sebuah hadist tentang ADIL dalam berpoligami
Dari Aisyah r.a, berkata : Adalah
Rasulullah SAW, membagi kepada para
istrinya, lalu beliau berusaha berbuat
adil, dan beliau berdo’a : “Ya Allah, ini
adalah bagianku di dalam apa yang
telah aku miliki, maka janganlah Engkau mencela kepadaku di dalam
apa yang Engkau miliki dan tidak aku
miliki”. (H.R. Abu Dawud, No Hadits :
2134, dan At-Tirmidzi, No Hadits : 1140,
dan Ibnu Majah, No Hadits : 1971, dan
Ahmad, No Hadits : 25165). Dan mereka berkata : Yang dimaksud
adalah HATI, dan di dalam satu riwayat adalah CINTA.
Dan di dalam hadits shohih al-Bukhari
dan Muslim juga telah di jelaskan
bahwa ‘Aisyah adalah istri yang paling
dicintai oleh Rasululloh SAW,
sedangkan para istri yang lain juga
telah mengetahui hal itu. (Ihya’ Ulumiddin 2/60).
Hal ini sebagai bukti bahwa mencintai
salah satu istri melebihi cintanya
kepada istri-istri yang lainnya adalah
boleh, asalkan tetap adil di dalam
masalah pembagian nafkah dan giliran.