Bismillahirrohmaanirrohim
Ada berita di berbagai media tentang seorang wanita yang berzina dengan pria yang sudah beristri dan beranak 5. Kemudian digerebek oleh seorang pemuda yang kemudian memperkosa wanita tsb bersama dengan 8 orang temannya. Jadi wanita tsb diperkosa beramai2 oleh 9 pemuda.
Wanita yang berzina dan kemudian diperkosa beramai2 itu kemudian diajukan ke pengadilan Syariah dgn ancaman hukum cambuk antara 3-9x. Hukuman belum dilaksanakan dan bisa jadi bebas. Sementara 9 pemuda yang memperkosa tidak diadili secara syariah. Alasannya enak benar jika cuma dicambuk 9 kali saja? Oleh sebab itu 9 pemerkosa tsb diserahkan ke pengadilan biasa.
Dalam Qanun Syariat Islam di Aceh, rupanya belum ada hukuman untuk pemerkosa. Padahal justru hukuman untuk pembunuh dan pemerkosa itulah yang amat penting untuk dilaksanakan sebab syariat Islam itu justru untuk melindungi manusia / hifzhun nafs. Pembunuhan dan Pemerkosaan itulah yang meresahkan ummat. Ada pun zinah, selama kita masih punya iman insya Allah aman.
Jadi seharusnya 9 pemerkosa tsb juga dihukum sesuai Syariah Islam. Kalau menurut Syariah Islam sih harusnya dihukum mati. Sebab Pemerkosaan itu adalah Zinah dengan pemaksaaan. Wanita yang tidak ingin zina, dipaksa untuk berbuat zina. Kalau dilepaskan dari Hukum Syariah Islam, keliru.
Ibaratnya selain ada hukum perdata kan ada juga hukum pidana. Jadi jangan sampai Hukum Syariah Islam malah tidak berlaku bagi para pemerkosa.
Tentu Media Sekuler / Non Muslim benci dengan pelaksanaan Syariah Islam. Di sisi lain, Syariah Islam juga harus diterapkan dengan benar dan adil.
Jika orang berzina suka sama suka, sebetulnya itu urusannya dengan Allah. Untuk mengadilinya, perlu 4 saksi yang ADIL. Nah 9 pemerkosa tsb tentu bukan saksi yang adil. Dan Nabi sendiri dalam menghukum pezina tidak aktif mencari pezina. Tapi justru menunggu pengakuan pezina. Contoh:
Dari Imran Ibnu Hushoin Radliyallaahu ‘anhu bahwa ada seorang perempuan dari Juhainah menemui Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam -dia sedang hamil karena zina- dan berkata: Wahai Nabi Allah, aku harus dihukum, lakukanlah hukuman itu padaku. Lalu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam memanggil walinya dan bersabda: “Berbuat baiklah padanya, apabila ia melahirkan, bawalah bayi itu kepadaku.” Kemudian beliau menyolatkannya. Berkatalah Umar: Apakah baginda menyolatkannya wahai Nabi Allah, padahal ia telah berzina? Beliau menjawab: “Ia benar-benar telah bertaubat yang sekiranya taubatnya dibagi antara tujuh puluh penduduk Madinah, niscaya cukup buat mereka. Apakah engkau mendapatkan seseorang yang lebih utama daripada ia menyerahkan dirinya karena Allah?”. Riwayat Muslim.
Pada riwayat lain disebutkan bahwa wanita hamil yang berzina dirajam setelah ia menyusui anaknya
http://kabarislamia.com/2014/05/07/cara-nabi-menghukum-pezina/
Dengan bekal iman dan takwa dan dakwah, insya Allah perzinahan bisa dikurangi.
Justru hal-hal yang meresahkan ummat seperti Pembunuhan dan Pemerkosaan itulah yang seharusnya dijalankan terlebih dahulu dalam Syariah Islam di Aceh. Untuk pembunuhan jelas hukumannya Qishosh atau mati.
”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh…” [Al Baqarah 178]
“Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” [Al Baqarah 179]
Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2011/06/22/hukum-pancung-qishash-untuk-pembunuh-dan-pemerkosa/
Ada pun perkosaan, jika untuk pezina bujangan/perawan adalah cambuk 100 kali dan yang sudah pernah menikah adalah dihukum mati, maka untuk pemerkosa yang memaksa korbannya seharusnya dihukum mati. Jadi jangan malah lepas dari Hukum Syariah Islam. Sebab justru pembunuhan dan pemerkosaan itulah yang meresahkan ummat. Bayangkan anak umur 3 tahun saja sudah diperkosa:
Korban Perkosaan Emon Jadi 140 Anak!
http://kabarislamia.com/2014/05/07/korban-perkosaan-emon-jadi-110-anak
Seharusnya, para pemerkosa tsb dihukum mati sesuai dgn Syariah Islam. Bukan justru dilepas. Kalau dilepas, jangan heran jika ada Media Massa yang mempertanyakan keadilan Hukum Islam. Kok Hukum Islam cuma untuk masalah ecek-ecek? Sementara Pembunuhan dan Pemerkosaan yang merupakan kejahatan yang lebih besar justru lepas dari Hukuman Syariah Islam?
Inilah Alasan mengapa Janda Korban Pemerkosaan Diancam hukuman Cambuk
Inilah keterangan Kepala Dinas Syariat Islam di Kota Langsa, Ibrahim Latif, memberikan keterangan lengkap di laman ATJEHPOST.com, Rabu (07/05/2014).
Kasus ini mengandung dua hal: perzinaan dan pemerkosaan. Itu sebabnya, kasus ini dijadikan dua perkara terpisah.
Menurut Latif, sebelum diperkosa oleh sembilan pria, wanita itu melakukan perbuatan zina dengan lelaki lain yang bukan suaminya. “Jadi dia akan dihukum cambuk dalam perkara perzinahan, bukan pemerkosaan,” kata Latief.
Sedangkan untuk kasus pemerkosaan, kata dia, tiga tersangka yang telah ditangkap diserahkan ke polisi untuk diproses sesuai aturan KUH Pidana.
Sedangkan dalam kasus perzinaan, tidak ada jerat hukum dalam KUH Pidana, melainkan berdasarkan Qanun Syariat Islam yang berlaku di Aceh. Pasal 22 Qanun Aceh Nomor 14 Tahun 2003 tentang Khalwat (mesum) menyebutkan,”Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, diancam dengan ‘uqubat ta’zir berupa dicambuk paling tinggi 9 (sembilan) kali, paling rendah 3 (tiga) kali dan/atau denda paling banyak Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah), paling sedikit Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah).”
Mengapa pemerkosa tidak dihukum cambuk?
“Itu ranahnya polisi. Karena kalau dihukum secara hukuman syariat, ya cambuk 9 kali dan terlalu ringan. Enak sekali mereka,” ujar Ibrahim.
Dalam Qanun Syariat Islam yang berlaku sekarang, kata Ibrahim, tidak mengatur tentang hukuman cambuk bagi pelaku pemerkosaan.
“Saya juga belum mengetahui adanya aturan terbaru soal ini (pemerkosaan-red) dalam Qanun Syariat. Belum ada sosialisasi sama kami,” kata dia.
http://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2014/05/08/21239/inilah-alasan-mengapa-janda-korban-pemerkosaan-diancam-hukuman-cambuk.html#.U3BQNoGSwud
Media Dinilai tak Adil Beritakan kasus Pemerkosaan di Langsa-Aceh
Kamis, 8 Mei 2014 - 10:07 WIB
Proses dalam perzinahan masih berupa tuduhan. Bisa jadi pelaku lolos hukum cambuk, tapi mengapa sudah diributkan?
Hidayatullah.com–Kepala Dinas Syariat Islam Langsa Drs. H. Ibrahim Latif, MM, mengatakan media-media, terutama media asing tidak begitu adil memberitakan kasus mesum dan pemerkosaan yang menimpa seorang janda di Langsa Aceh.
“Semenjak dulu media-media asing selalu tidak adil menyorot pemberitaan Syariat Islam di Aceh, “ demikian menurut Ibrahim Latief kepada hidayatullah.com, Kamis (08/05/2014).
Menurutnya, kasus yang sekarang menjadi sorotan media adalah dua kasus yang berbeda. Pertama kasus tindakan mesum dan kedua kasus pemerkosaan.
“Untuk kasus kasus perzinaan menggunakan pasal 22 Qanun Syariat Islam yang Nomor 14 Tahun 2003 tentang Khalwat (mesum). Sedangkan untuk kasus pemerkosaan sudah langsung ditangani pihak kepolisian dengan menggunakan KUHP, tambahnya.
Sebagaimana diketahui, beberapa hari ini marak pemberitaan seorang janda beranak berinisial Y ditemukan sedang melakukan perzinahan dengan W, pria beristeri dan memiliki 5 orang anak di kediamannya Gampong Lhok Bani, Langsa Barat.
Perbuatan maksiat keduanya ini rupanya diketahui seorang pemuda yang menyebabkan kedua pasangan ini digerebek dan diarak keliling kota.
Di saat penggerebekan inilah Y diperkosa secara bergantian oleh sembilan pemuda.
Menurut Ibrahim Latif, dua kasus inilah yang tidak dicermati media; kasus mesum (perzinahan) yang sedang ditangani Dinas Syariat dan kasus pidana pemerkosaan yang ditangani polisi.
Menurut Ibrahim, dalam kasus perzinahan antara Y dan W akan menggunakan Qanun Syariat Islam bernnomor 14 Tahun 2003 tentang Khalwat (mesum), yang ancamannya dicambuk paling tinggi 9 (sembilan) kali, paling rendah 3 (tiga) kali atau denda paling banyak Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah), paling sedikit Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah).
Hanya masalahnya, menurut Ibrahim, soal kasus mesum ini baru masih tuduhan dan prosesnya masih lama. Belum tentu, ia mendapat hukuman cambuk.
http://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2014/05/08/21233/media-tak-adil-beritakan-kasus-pemerkosaan-di-langsa-aceh.html#.U3BPC4GSwuc
MIUMI Aceh: Ada Usaha Media Massa Mendeskreditkan Syariat Islam di Aceh
Senin, 12 Mei 2014 - 06:38 WIB
MIUMI juga meminta media menghentikan pemberitaan negatif terhadap pelaksanaan syariat Islam.
Ref :http://kabarislamia.blogspot.com/
Ada berita di berbagai media tentang seorang wanita yang berzina dengan pria yang sudah beristri dan beranak 5. Kemudian digerebek oleh seorang pemuda yang kemudian memperkosa wanita tsb bersama dengan 8 orang temannya. Jadi wanita tsb diperkosa beramai2 oleh 9 pemuda.
Wanita yang berzina dan kemudian diperkosa beramai2 itu kemudian diajukan ke pengadilan Syariah dgn ancaman hukum cambuk antara 3-9x. Hukuman belum dilaksanakan dan bisa jadi bebas. Sementara 9 pemuda yang memperkosa tidak diadili secara syariah. Alasannya enak benar jika cuma dicambuk 9 kali saja? Oleh sebab itu 9 pemerkosa tsb diserahkan ke pengadilan biasa.
Dalam Qanun Syariat Islam di Aceh, rupanya belum ada hukuman untuk pemerkosa. Padahal justru hukuman untuk pembunuh dan pemerkosa itulah yang amat penting untuk dilaksanakan sebab syariat Islam itu justru untuk melindungi manusia / hifzhun nafs. Pembunuhan dan Pemerkosaan itulah yang meresahkan ummat. Ada pun zinah, selama kita masih punya iman insya Allah aman.
Jadi seharusnya 9 pemerkosa tsb juga dihukum sesuai Syariah Islam. Kalau menurut Syariah Islam sih harusnya dihukum mati. Sebab Pemerkosaan itu adalah Zinah dengan pemaksaaan. Wanita yang tidak ingin zina, dipaksa untuk berbuat zina. Kalau dilepaskan dari Hukum Syariah Islam, keliru.
Ibaratnya selain ada hukum perdata kan ada juga hukum pidana. Jadi jangan sampai Hukum Syariah Islam malah tidak berlaku bagi para pemerkosa.
Tentu Media Sekuler / Non Muslim benci dengan pelaksanaan Syariah Islam. Di sisi lain, Syariah Islam juga harus diterapkan dengan benar dan adil.
Jika orang berzina suka sama suka, sebetulnya itu urusannya dengan Allah. Untuk mengadilinya, perlu 4 saksi yang ADIL. Nah 9 pemerkosa tsb tentu bukan saksi yang adil. Dan Nabi sendiri dalam menghukum pezina tidak aktif mencari pezina. Tapi justru menunggu pengakuan pezina. Contoh:
Dari Imran Ibnu Hushoin Radliyallaahu ‘anhu bahwa ada seorang perempuan dari Juhainah menemui Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam -dia sedang hamil karena zina- dan berkata: Wahai Nabi Allah, aku harus dihukum, lakukanlah hukuman itu padaku. Lalu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam memanggil walinya dan bersabda: “Berbuat baiklah padanya, apabila ia melahirkan, bawalah bayi itu kepadaku.” Kemudian beliau menyolatkannya. Berkatalah Umar: Apakah baginda menyolatkannya wahai Nabi Allah, padahal ia telah berzina? Beliau menjawab: “Ia benar-benar telah bertaubat yang sekiranya taubatnya dibagi antara tujuh puluh penduduk Madinah, niscaya cukup buat mereka. Apakah engkau mendapatkan seseorang yang lebih utama daripada ia menyerahkan dirinya karena Allah?”. Riwayat Muslim.
Pada riwayat lain disebutkan bahwa wanita hamil yang berzina dirajam setelah ia menyusui anaknya
http://kabarislamia.com/2014/05/07/cara-nabi-menghukum-pezina/
Dengan bekal iman dan takwa dan dakwah, insya Allah perzinahan bisa dikurangi.
Justru hal-hal yang meresahkan ummat seperti Pembunuhan dan Pemerkosaan itulah yang seharusnya dijalankan terlebih dahulu dalam Syariah Islam di Aceh. Untuk pembunuhan jelas hukumannya Qishosh atau mati.
”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh…” [Al Baqarah 178]
“Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” [Al Baqarah 179]
Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2011/06/22/hukum-pancung-qishash-untuk-pembunuh-dan-pemerkosa/
Ada pun perkosaan, jika untuk pezina bujangan/perawan adalah cambuk 100 kali dan yang sudah pernah menikah adalah dihukum mati, maka untuk pemerkosa yang memaksa korbannya seharusnya dihukum mati. Jadi jangan malah lepas dari Hukum Syariah Islam. Sebab justru pembunuhan dan pemerkosaan itulah yang meresahkan ummat. Bayangkan anak umur 3 tahun saja sudah diperkosa:
Korban Perkosaan Emon Jadi 140 Anak!
http://kabarislamia.com/2014/05/07/korban-perkosaan-emon-jadi-110-anak
Seharusnya, para pemerkosa tsb dihukum mati sesuai dgn Syariah Islam. Bukan justru dilepas. Kalau dilepas, jangan heran jika ada Media Massa yang mempertanyakan keadilan Hukum Islam. Kok Hukum Islam cuma untuk masalah ecek-ecek? Sementara Pembunuhan dan Pemerkosaan yang merupakan kejahatan yang lebih besar justru lepas dari Hukuman Syariah Islam?
Inilah Alasan mengapa Janda Korban Pemerkosaan Diancam hukuman Cambuk
Inilah keterangan Kepala Dinas Syariat Islam di Kota Langsa, Ibrahim Latif, memberikan keterangan lengkap di laman ATJEHPOST.com, Rabu (07/05/2014).
Kasus ini mengandung dua hal: perzinaan dan pemerkosaan. Itu sebabnya, kasus ini dijadikan dua perkara terpisah.
Menurut Latif, sebelum diperkosa oleh sembilan pria, wanita itu melakukan perbuatan zina dengan lelaki lain yang bukan suaminya. “Jadi dia akan dihukum cambuk dalam perkara perzinahan, bukan pemerkosaan,” kata Latief.
Sedangkan untuk kasus pemerkosaan, kata dia, tiga tersangka yang telah ditangkap diserahkan ke polisi untuk diproses sesuai aturan KUH Pidana.
Sedangkan dalam kasus perzinaan, tidak ada jerat hukum dalam KUH Pidana, melainkan berdasarkan Qanun Syariat Islam yang berlaku di Aceh. Pasal 22 Qanun Aceh Nomor 14 Tahun 2003 tentang Khalwat (mesum) menyebutkan,”Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, diancam dengan ‘uqubat ta’zir berupa dicambuk paling tinggi 9 (sembilan) kali, paling rendah 3 (tiga) kali dan/atau denda paling banyak Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah), paling sedikit Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah).”
Mengapa pemerkosa tidak dihukum cambuk?
“Itu ranahnya polisi. Karena kalau dihukum secara hukuman syariat, ya cambuk 9 kali dan terlalu ringan. Enak sekali mereka,” ujar Ibrahim.
Dalam Qanun Syariat Islam yang berlaku sekarang, kata Ibrahim, tidak mengatur tentang hukuman cambuk bagi pelaku pemerkosaan.
“Saya juga belum mengetahui adanya aturan terbaru soal ini (pemerkosaan-red) dalam Qanun Syariat. Belum ada sosialisasi sama kami,” kata dia.
http://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2014/05/08/21239/inilah-alasan-mengapa-janda-korban-pemerkosaan-diancam-hukuman-cambuk.html#.U3BQNoGSwud
Media Dinilai tak Adil Beritakan kasus Pemerkosaan di Langsa-Aceh
Kamis, 8 Mei 2014 - 10:07 WIB
Proses dalam perzinahan masih berupa tuduhan. Bisa jadi pelaku lolos hukum cambuk, tapi mengapa sudah diributkan?
Hidayatullah.com–Kepala Dinas Syariat Islam Langsa Drs. H. Ibrahim Latif, MM, mengatakan media-media, terutama media asing tidak begitu adil memberitakan kasus mesum dan pemerkosaan yang menimpa seorang janda di Langsa Aceh.
“Semenjak dulu media-media asing selalu tidak adil menyorot pemberitaan Syariat Islam di Aceh, “ demikian menurut Ibrahim Latief kepada hidayatullah.com, Kamis (08/05/2014).
Menurutnya, kasus yang sekarang menjadi sorotan media adalah dua kasus yang berbeda. Pertama kasus tindakan mesum dan kedua kasus pemerkosaan.
“Untuk kasus kasus perzinaan menggunakan pasal 22 Qanun Syariat Islam yang Nomor 14 Tahun 2003 tentang Khalwat (mesum). Sedangkan untuk kasus pemerkosaan sudah langsung ditangani pihak kepolisian dengan menggunakan KUHP, tambahnya.
Sebagaimana diketahui, beberapa hari ini marak pemberitaan seorang janda beranak berinisial Y ditemukan sedang melakukan perzinahan dengan W, pria beristeri dan memiliki 5 orang anak di kediamannya Gampong Lhok Bani, Langsa Barat.
Perbuatan maksiat keduanya ini rupanya diketahui seorang pemuda yang menyebabkan kedua pasangan ini digerebek dan diarak keliling kota.
Di saat penggerebekan inilah Y diperkosa secara bergantian oleh sembilan pemuda.
Menurut Ibrahim Latif, dua kasus inilah yang tidak dicermati media; kasus mesum (perzinahan) yang sedang ditangani Dinas Syariat dan kasus pidana pemerkosaan yang ditangani polisi.
Menurut Ibrahim, dalam kasus perzinahan antara Y dan W akan menggunakan Qanun Syariat Islam bernnomor 14 Tahun 2003 tentang Khalwat (mesum), yang ancamannya dicambuk paling tinggi 9 (sembilan) kali, paling rendah 3 (tiga) kali atau denda paling banyak Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah), paling sedikit Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah).
Hanya masalahnya, menurut Ibrahim, soal kasus mesum ini baru masih tuduhan dan prosesnya masih lama. Belum tentu, ia mendapat hukuman cambuk.
http://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2014/05/08/21233/media-tak-adil-beritakan-kasus-pemerkosaan-di-langsa-aceh.html#.U3BPC4GSwuc
MIUMI Aceh: Ada Usaha Media Massa Mendeskreditkan Syariat Islam di Aceh
Senin, 12 Mei 2014 - 06:38 WIB
MIUMI juga meminta media menghentikan pemberitaan negatif terhadap pelaksanaan syariat Islam.
Ref :http://kabarislamia.blogspot.com/