Bismillahirrohmaanirrohim
Apa hukum onani atau masturbasi, bahaya, akibat, dampak, maupun efeknya menurut Agama Islam? Dalam pembahasan ini tidak bermaksud untuk memaparkan perbedaan-perbedaan pendapat ulama di dalam masalah-masalah fikih tentang hukum melakukan kebiasaan onani atau masturbasi. Akan tetapi terpaksa memaparkan perbedaan-perbedaan perdapat tersebut. Sebab, kalau seandainya kita pergi untuk melihat dan mendengar atau membaca pendapat yang lain maka terkadang para pemuda mengalami pertentangan dengan dirinya sendiri. Hal itulah yang menyebabkan mengapa perlu memaparkan pendapat-pendapat itu dan kemudian mentarjih pendapat yang paling kuat, sehingga para pemuda itu mendapat kejelasan tentang masalah yang dihadapinya.
Harapan lainnya adalah dapat memberikan pemahaman kepada para pemuda bahwa agama Islam tidak hanya mengambil satu pendapat saja, akan tetapi di sana terdapat perbedaan-perbedaan dalam masalah-masalah yang furu' (cabang). Selain itu juga kami akan memberikan pemahaman kepada mereka beberapa nash Al-qur'an yang berbicara tentang masalah itu. Dan hal itu menjadi kemudahan yang datangnya dari Allah Azza wa jalla bagi umat Nabi Muhammad dan sebagai bukti adanya semangat agama yang sesuai bagi semua zaman dan tempat.
Ulama-ulama Hanafiyah berpendapat:
"Pada prinsipnya masturbasi atau onani hukumnya adalah haram. Hal itu apabila dilakukan untuk mengikuti dorongan nafsu syahwatnya tanpa ada alasan yang dibenarkan. Akan tetapi, apabila dorongan nafsu syahwat seorang laki-laki itu telah memuncak dan kemudian dia melakukan onani dengan tujuan untuk menenangkan gejolak nafsunya, maka hukumnya tidak berdosa. Bahkan mereka berpendapat bahwa onani itu wajib baginya apabila seseorang itu takut terjatuh dalam perbuatan zina. Hal ini sesuai dengan kaidah yang berbunyi: "Wajib menempuh bahaya yang lebih ringan di antara dua bahaya."
Ulama Hanabilah berpendapat:
"Onani itu hukumnya haram, kecuali apabila dia takut berbuat zina (karena dorongan nafsu seksnya yang kuat) sedangkan dia belum memiliki istri atau dia belum mampu menikah. Maka, hal itu tidak berdosa baginya.”
Ulama Malikiyah dan Syafi'iyah berpendapat:
"Onani itu hukumnya mutlak haram. Dalam mengharamkan perbuatan itu mereka beralasan bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan untuk menjaga kemaluan dalam keadaan bagaimanapun kecuali dengan cara yang dihalalkan oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aala."
Ibnu Hazm berpendapat:
"Onani itu hukumnya makruh. Alasannya, karena menyentuh kemaluan dengan tangan kiri -tidak lebih dari itu- dibolehkan, kecuali dengan sengaja untuk mengeluarkan mani maka menjadi haram. Hal itu tidak diharamkan berdasarkan firman Allah Subhaanahu wa Ta'aala,
"Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu. " (Qs. A1 An'aam (6): 119)
Dan yang telah dijelaskan keharamannya itu bukanlah perbuatan ini. Dan dia berpendapat bahwa kemakruhan perbuatan onani adalah karena perbuatan ini bukan termasuk akhlak yang mulia."
Setelah memaparkan pendapat-pendapat yang masyhur di dalam masalah ini, maka sudah seharusnya kita mengetahui bahwa pendapat itu pokok-pokok yang disepakati secara syara' bahwa setiap yang membahayakan dirinya adalah haram. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Janganlah berbuat bahaya dan janganlah membalas bahaya.
Dan juga berdasarkan firman Allah Subhaanahu wa Ta'aala, "Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. " (Qs. A1 Baqarah (2): 195)
Dari pendapat-pendapat di atas, maka kita dapat melakukan pembahasan secara mendalam tentang kejelekan-kejelekan kebiasaan ini. Kita dapat menemukan bahwa kebiasaan ini mengarahkan kepada perbuatan yang mendatangkan kemadharatan bagi dirinya sendiri. Di antara kemadharatan kebiasaan.ini adalah sebagai berikut:
Pertama: menghancurkan kemampuan pemuda dan melupakan kewajiban-kewajibannya. Kebiasaan itu juga menjadikan dirinya menghabiskan sebagian besar waktunya hanya untuk mencari rangsangan-rangsangan yang berasal dari gambar-gambar tidak pantas, film-film tidak pantas bahkan sampai kepada majalah-majalah yang tidak pantas. Semua ini seperti kayu-kayu baker yang diletakkan di atas api agar lebih menyala.
Kedua: ketika seorang pemuda itu sedang melakukan onani maka dapat mcngobarkan khayalan. Hal itu karena dia mengkhayalkan barang-barang yang dapat membangkitkan dorongan seksual. Dengan demikian dapat mcnyebabkan kelelahan pada sel-sel syaraf.
Ketiga: Onani dapat menyebabkan ketidak-puasan ketika melakukan hubungan seksual secara alami, justru akan membuat dirinya mengalami ketergantungan untuk melakukan kebiasaan jelek itu. Pemuda yang melakukan kebiasaan itu tak ubahnya seperti orang yang kehausan kemudian dia meminum air garam, semakin banyak dia minum air garam itu, maka dia akan semakin haus.
Keempat: ketergantungan melakukan kebiatan onani ini terkadang menjadikannya dirinya terikat dengan kecanduan di dalam sel-sel saraf. Dengan demikian dia akan kembali melakukan hal itu dengan cara yang salah di dalam melakukan hubungan seksualitas. Dan selanjutnya, kebiasaan ini akan mempengaruhi masa depannya dalam berhubungan dengan istrinya. Dan hal ini juga akan terjadi pada seorang pemudi yang melakukan masturbasi. Seorang pemudi yang melakukan masturbasi atau onani dapat terkena radang pada kandungan dan sebagian besar pada alat pembuangan. Selain itu juga dapat menyebabkan hilangnya keperawanannya.
Kelima: kesibukan pemuda dengan urusan seksual semacam ini akan menguasai pikirannya, yaitu dengan gambar yang tidak alami. Hal itu akan membuat dirinya menyimpang dan berpikir untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan seks dalam bentuk lain yang lebih memuaskan. Adapun cara Islam untuk mengatasi masalah-masalah ini adalah dengan menerapkan saddu adz-dzari'ah (menutup pintu) dan jalan yang mengantarkan kepada bencana dan kehancuran.
Inilah bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh kebiasan onani atau masturbasi yang telah kami paparkan kepada anda. Itu adalah hukuman terhina yang membahayakan jiwa dan tubuh. Dan kita dapat melihat secara sempurna pengharaman syar'i terhadap perbuatan itu.
Dan sebelum kami mengarahkan perhatian anda kepada dalil-dalil syar'i yang menguatkan pendapat madzhab yang berpendapat bahwa: perbuatan ini haram, kami ingin mengarahkan pandangan pemuda kita bahwa keharaman perbuatan onani atau mansturbasi ini tidak sekeras seperti keharaman zina dan homoseksual. Hal itu karena bahaya yang ditimbulkan oleh kebiasaan onani atau masturbasi itu hanya (sebatas pada dirinya sendiri, sedangkan zina dan homoseksual, bahayanya itu tidak hanya pada dirinya sendiri, akan tetapi berimbas juga kepada masyarakat umum. Selain itu juga, kekejian onani dan masturbasi itu tidak menyerang dalam mencemarkan akhlak seperti zina dan homoseksual. Akan tetapi, pengaruh perbuatan kebiasaan onani dan masturbasi ini lebih ringan. Dengan demikian perbuatan itu tidak dinamakan perbuatan zina atau homoseksual, melainkan hanya dinamakan onani atau masturbasi (bersenang-senang dengan tangan untuk mendapatkan kenikmatan seksual).
Seharusnya, bagi para pemuda yang didorong oleh syaithan untuk melakukan kebiasan-kebiasaan itu, tidak melakukan hal-hal yang dapat merusak sel-sel syaraf atau pertarungan melawan jiwanya sendiri. Akan tetapi, sebaiknya dia mau kembali kepada Allah untuk bertaubat dan meminta ampun serta mau mempelajari sebab-sebab yang mengantarkan seseorang terjerumus dalam kebiasan yang keji ini -sebagaimana akan kami jelaskan selanjutnya- sehingga tidak meninggalkan di dalam dirinya pengaruh-pengaruh jelek apapun.
Sekarang, sampailah kita kepada dalil syar'iyah yang menentramkan hati dan menenangkan jiwa serta yang mengutakan pendapat yang diikuti oleh orang-orang yang mengharamkan perbuatan yang tidak mulia ini, meskipun kami juga telah memaparkan pendapat madzhab-madzhab yang luwes (membolehkan) bagi orang yang takut atau berada dalam posisi sulit dalam menghadapi kejahatan zina. Dan madharatnya itu ditentukan dengan frekuensi sering atau tidaknya dia melakukan kebiasaan itu.
1. Allah Azza wa Jalla berfirman di dalam Al-Qur'an surat A1 Mu'minuun,
"Sesunggubnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. " (Qs. Al Mu’minun (23):1-7)
Dari ayat-ayat di atas dapat dipahami dengan jelas bahwa menjaga kemaluan adalah wajib, kecuali kepada istri dan budak yang berada di dalam jaminannya. Barang siapa yang melampiaskan syahwatnya dengan jalan yang tidak disebutkan di atas, maka dia di anggap orang yang melampaui batas yang telah ditetapkan oleb Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Ayat-ayat di atas sangat jelas menunjukkan akan hal itu.
2. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman dalam suart An-Nuur,
"Katakanlah kepada orang laki-lakiyang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelikara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. " Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, hecuali yang (biasa) nampak daripadanya. "(Qs. An-Nuur (24): 30-31)
Lihatlah bagaimana Allah Subhaanahu wa Ta'aala di dalam ayat-ayat di atas memerintahkan kepada orang-orang mu'min untuk menahan pandangannya. Dan di sini juga, terdapat anjuran yang sama untuk menjaga kemaluan secara menyeluruh. Ini berarti tidak diragukan lagi bahwa menjaga kemaluan dari bentuk penyimpangan seksual apapun, termasuk di dalamnya adalah kebiasaan onani atau mastubasi adalah wajib dijaga. Dan Allah tidak akan pernah lupa.
Dan kita juga akan menemukan firman Allah Subhaanahu wa Ta'aala di dalam surat yang sama, "Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri )nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. " (Qs. An-Nuur (24): 33)
Di dalam ayat yang mulia ini Allah Tabaraka wa Ta'ala menuntut kepada orang yang belum mampu untuk menikah agar menjaga dirinya dan menjaga nama baiknya serta jangan sekali-kali mendekati perbuatan seksual apapun sampai Allah mencukupkannya dengan karunia yang diberikan-Nya. Selain itu, Allah menuntut kepada mereka untuk melakukan hubungan seksual melalui cara yang alamiah, yaitu menikah.
3. Di antara dalil yang menguatkan pemahaman yang kita ikuti ini adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
"Wahai para pemuda, barang siapa di antara kamu telah memiliki kemampuan, maka menikahlah, karena hal itu bisa menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang tidak mampu, maka hendaknya dia melakukan puasa, Karena puasa itu dapat menjadi benteng baginya." (Muttafaq 'Alaih)
Di dalam hadits ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan bahwa obat yang tidak ada tandingannya dalam mendayagunakan kemampuan seksualitas tanpa menimbulkan komplikasi dalam fisik maupun jiwa adalah anjuran kepada para pemuda untuk menikah jika dia sudah mampu. Dan bagi orang yang belum mampu melakukannya, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengatakan hendaknya dia melakukan onani atau masturbasi. Akan tetapi beliau mengarahkan pemuda kepada penanggulan pasti yang dapat memalingkan keinginannya. Dengan demikian maka kamu akan dapat mengendalikan hawa nafsu, menghubungkan pemuda dengan Tuhannya Azza wa Jalla dan meringankan tekanan insting seksualitasnya. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Maka hendaknya dia melakukan puasa, karena puasa dapat menjadi benteng bagi dirinya."
Dan hendaklah kalian mengingat pemuda yang datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk meminta izin melakukan perbuatan zina, apakah kalian mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyarankan kepadanya untuk melakukan onani guna meringankan tekanan hawa nafsunya? Sekali-kali tidak akan pernah terjadi, akan tetapi justru beliau memberikan cara penanggulangan secara kejiwaan yang menganggap bahwa perbuatan zina adalah suatu perbuatan yang sangat dibenci. Adapun adanya sebab-sebab yang sangat mendesak untuk melakukannya mungkin Rasulullah membolehkan baginya untuk melakukan onani. Oleh karena itu kita dapat memahami bahwa hukum perbuatan onani atau masturbasi itu haram.
Dan yang terakhir, mari kita simak sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, "Apa yang saya benci adalah yang dilihat oleh manusia dan dirimu, maka janganlah engkau melakukannya sendiri apabila engkau sendirian."
Ref :
http://islamiwiki.blogspot.com/
Apa hukum onani atau masturbasi, bahaya, akibat, dampak, maupun efeknya menurut Agama Islam? Dalam pembahasan ini tidak bermaksud untuk memaparkan perbedaan-perbedaan pendapat ulama di dalam masalah-masalah fikih tentang hukum melakukan kebiasaan onani atau masturbasi. Akan tetapi terpaksa memaparkan perbedaan-perbedaan perdapat tersebut. Sebab, kalau seandainya kita pergi untuk melihat dan mendengar atau membaca pendapat yang lain maka terkadang para pemuda mengalami pertentangan dengan dirinya sendiri. Hal itulah yang menyebabkan mengapa perlu memaparkan pendapat-pendapat itu dan kemudian mentarjih pendapat yang paling kuat, sehingga para pemuda itu mendapat kejelasan tentang masalah yang dihadapinya.
Harapan lainnya adalah dapat memberikan pemahaman kepada para pemuda bahwa agama Islam tidak hanya mengambil satu pendapat saja, akan tetapi di sana terdapat perbedaan-perbedaan dalam masalah-masalah yang furu' (cabang). Selain itu juga kami akan memberikan pemahaman kepada mereka beberapa nash Al-qur'an yang berbicara tentang masalah itu. Dan hal itu menjadi kemudahan yang datangnya dari Allah Azza wa jalla bagi umat Nabi Muhammad dan sebagai bukti adanya semangat agama yang sesuai bagi semua zaman dan tempat.
Ulama-ulama Hanafiyah berpendapat:
"Pada prinsipnya masturbasi atau onani hukumnya adalah haram. Hal itu apabila dilakukan untuk mengikuti dorongan nafsu syahwatnya tanpa ada alasan yang dibenarkan. Akan tetapi, apabila dorongan nafsu syahwat seorang laki-laki itu telah memuncak dan kemudian dia melakukan onani dengan tujuan untuk menenangkan gejolak nafsunya, maka hukumnya tidak berdosa. Bahkan mereka berpendapat bahwa onani itu wajib baginya apabila seseorang itu takut terjatuh dalam perbuatan zina. Hal ini sesuai dengan kaidah yang berbunyi: "Wajib menempuh bahaya yang lebih ringan di antara dua bahaya."
Ulama Hanabilah berpendapat:
"Onani itu hukumnya haram, kecuali apabila dia takut berbuat zina (karena dorongan nafsu seksnya yang kuat) sedangkan dia belum memiliki istri atau dia belum mampu menikah. Maka, hal itu tidak berdosa baginya.”
Ulama Malikiyah dan Syafi'iyah berpendapat:
"Onani itu hukumnya mutlak haram. Dalam mengharamkan perbuatan itu mereka beralasan bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan untuk menjaga kemaluan dalam keadaan bagaimanapun kecuali dengan cara yang dihalalkan oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aala."
Ibnu Hazm berpendapat:
"Onani itu hukumnya makruh. Alasannya, karena menyentuh kemaluan dengan tangan kiri -tidak lebih dari itu- dibolehkan, kecuali dengan sengaja untuk mengeluarkan mani maka menjadi haram. Hal itu tidak diharamkan berdasarkan firman Allah Subhaanahu wa Ta'aala,
"Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu. " (Qs. A1 An'aam (6): 119)
Dan yang telah dijelaskan keharamannya itu bukanlah perbuatan ini. Dan dia berpendapat bahwa kemakruhan perbuatan onani adalah karena perbuatan ini bukan termasuk akhlak yang mulia."
Setelah memaparkan pendapat-pendapat yang masyhur di dalam masalah ini, maka sudah seharusnya kita mengetahui bahwa pendapat itu pokok-pokok yang disepakati secara syara' bahwa setiap yang membahayakan dirinya adalah haram. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Janganlah berbuat bahaya dan janganlah membalas bahaya.
Dan juga berdasarkan firman Allah Subhaanahu wa Ta'aala, "Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. " (Qs. A1 Baqarah (2): 195)
Dari pendapat-pendapat di atas, maka kita dapat melakukan pembahasan secara mendalam tentang kejelekan-kejelekan kebiasaan ini. Kita dapat menemukan bahwa kebiasaan ini mengarahkan kepada perbuatan yang mendatangkan kemadharatan bagi dirinya sendiri. Di antara kemadharatan kebiasaan.ini adalah sebagai berikut:
Pertama: menghancurkan kemampuan pemuda dan melupakan kewajiban-kewajibannya. Kebiasaan itu juga menjadikan dirinya menghabiskan sebagian besar waktunya hanya untuk mencari rangsangan-rangsangan yang berasal dari gambar-gambar tidak pantas, film-film tidak pantas bahkan sampai kepada majalah-majalah yang tidak pantas. Semua ini seperti kayu-kayu baker yang diletakkan di atas api agar lebih menyala.
Kedua: ketika seorang pemuda itu sedang melakukan onani maka dapat mcngobarkan khayalan. Hal itu karena dia mengkhayalkan barang-barang yang dapat membangkitkan dorongan seksual. Dengan demikian dapat mcnyebabkan kelelahan pada sel-sel syaraf.
Ketiga: Onani dapat menyebabkan ketidak-puasan ketika melakukan hubungan seksual secara alami, justru akan membuat dirinya mengalami ketergantungan untuk melakukan kebiasaan jelek itu. Pemuda yang melakukan kebiasaan itu tak ubahnya seperti orang yang kehausan kemudian dia meminum air garam, semakin banyak dia minum air garam itu, maka dia akan semakin haus.
Keempat: ketergantungan melakukan kebiatan onani ini terkadang menjadikannya dirinya terikat dengan kecanduan di dalam sel-sel saraf. Dengan demikian dia akan kembali melakukan hal itu dengan cara yang salah di dalam melakukan hubungan seksualitas. Dan selanjutnya, kebiasaan ini akan mempengaruhi masa depannya dalam berhubungan dengan istrinya. Dan hal ini juga akan terjadi pada seorang pemudi yang melakukan masturbasi. Seorang pemudi yang melakukan masturbasi atau onani dapat terkena radang pada kandungan dan sebagian besar pada alat pembuangan. Selain itu juga dapat menyebabkan hilangnya keperawanannya.
Kelima: kesibukan pemuda dengan urusan seksual semacam ini akan menguasai pikirannya, yaitu dengan gambar yang tidak alami. Hal itu akan membuat dirinya menyimpang dan berpikir untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan seks dalam bentuk lain yang lebih memuaskan. Adapun cara Islam untuk mengatasi masalah-masalah ini adalah dengan menerapkan saddu adz-dzari'ah (menutup pintu) dan jalan yang mengantarkan kepada bencana dan kehancuran.
Inilah bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh kebiasan onani atau masturbasi yang telah kami paparkan kepada anda. Itu adalah hukuman terhina yang membahayakan jiwa dan tubuh. Dan kita dapat melihat secara sempurna pengharaman syar'i terhadap perbuatan itu.
Dan sebelum kami mengarahkan perhatian anda kepada dalil-dalil syar'i yang menguatkan pendapat madzhab yang berpendapat bahwa: perbuatan ini haram, kami ingin mengarahkan pandangan pemuda kita bahwa keharaman perbuatan onani atau mansturbasi ini tidak sekeras seperti keharaman zina dan homoseksual. Hal itu karena bahaya yang ditimbulkan oleh kebiasaan onani atau masturbasi itu hanya (sebatas pada dirinya sendiri, sedangkan zina dan homoseksual, bahayanya itu tidak hanya pada dirinya sendiri, akan tetapi berimbas juga kepada masyarakat umum. Selain itu juga, kekejian onani dan masturbasi itu tidak menyerang dalam mencemarkan akhlak seperti zina dan homoseksual. Akan tetapi, pengaruh perbuatan kebiasaan onani dan masturbasi ini lebih ringan. Dengan demikian perbuatan itu tidak dinamakan perbuatan zina atau homoseksual, melainkan hanya dinamakan onani atau masturbasi (bersenang-senang dengan tangan untuk mendapatkan kenikmatan seksual).
Seharusnya, bagi para pemuda yang didorong oleh syaithan untuk melakukan kebiasan-kebiasaan itu, tidak melakukan hal-hal yang dapat merusak sel-sel syaraf atau pertarungan melawan jiwanya sendiri. Akan tetapi, sebaiknya dia mau kembali kepada Allah untuk bertaubat dan meminta ampun serta mau mempelajari sebab-sebab yang mengantarkan seseorang terjerumus dalam kebiasan yang keji ini -sebagaimana akan kami jelaskan selanjutnya- sehingga tidak meninggalkan di dalam dirinya pengaruh-pengaruh jelek apapun.
Sekarang, sampailah kita kepada dalil syar'iyah yang menentramkan hati dan menenangkan jiwa serta yang mengutakan pendapat yang diikuti oleh orang-orang yang mengharamkan perbuatan yang tidak mulia ini, meskipun kami juga telah memaparkan pendapat madzhab-madzhab yang luwes (membolehkan) bagi orang yang takut atau berada dalam posisi sulit dalam menghadapi kejahatan zina. Dan madharatnya itu ditentukan dengan frekuensi sering atau tidaknya dia melakukan kebiasaan itu.
1. Allah Azza wa Jalla berfirman di dalam Al-Qur'an surat A1 Mu'minuun,
"Sesunggubnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. " (Qs. Al Mu’minun (23):1-7)
Dari ayat-ayat di atas dapat dipahami dengan jelas bahwa menjaga kemaluan adalah wajib, kecuali kepada istri dan budak yang berada di dalam jaminannya. Barang siapa yang melampiaskan syahwatnya dengan jalan yang tidak disebutkan di atas, maka dia di anggap orang yang melampaui batas yang telah ditetapkan oleb Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Ayat-ayat di atas sangat jelas menunjukkan akan hal itu.
2. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman dalam suart An-Nuur,
"Katakanlah kepada orang laki-lakiyang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelikara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. " Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, hecuali yang (biasa) nampak daripadanya. "(Qs. An-Nuur (24): 30-31)
Lihatlah bagaimana Allah Subhaanahu wa Ta'aala di dalam ayat-ayat di atas memerintahkan kepada orang-orang mu'min untuk menahan pandangannya. Dan di sini juga, terdapat anjuran yang sama untuk menjaga kemaluan secara menyeluruh. Ini berarti tidak diragukan lagi bahwa menjaga kemaluan dari bentuk penyimpangan seksual apapun, termasuk di dalamnya adalah kebiasaan onani atau mastubasi adalah wajib dijaga. Dan Allah tidak akan pernah lupa.
Dan kita juga akan menemukan firman Allah Subhaanahu wa Ta'aala di dalam surat yang sama, "Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri )nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. " (Qs. An-Nuur (24): 33)
Di dalam ayat yang mulia ini Allah Tabaraka wa Ta'ala menuntut kepada orang yang belum mampu untuk menikah agar menjaga dirinya dan menjaga nama baiknya serta jangan sekali-kali mendekati perbuatan seksual apapun sampai Allah mencukupkannya dengan karunia yang diberikan-Nya. Selain itu, Allah menuntut kepada mereka untuk melakukan hubungan seksual melalui cara yang alamiah, yaitu menikah.
3. Di antara dalil yang menguatkan pemahaman yang kita ikuti ini adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
"Wahai para pemuda, barang siapa di antara kamu telah memiliki kemampuan, maka menikahlah, karena hal itu bisa menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang tidak mampu, maka hendaknya dia melakukan puasa, Karena puasa itu dapat menjadi benteng baginya." (Muttafaq 'Alaih)
Di dalam hadits ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan bahwa obat yang tidak ada tandingannya dalam mendayagunakan kemampuan seksualitas tanpa menimbulkan komplikasi dalam fisik maupun jiwa adalah anjuran kepada para pemuda untuk menikah jika dia sudah mampu. Dan bagi orang yang belum mampu melakukannya, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengatakan hendaknya dia melakukan onani atau masturbasi. Akan tetapi beliau mengarahkan pemuda kepada penanggulan pasti yang dapat memalingkan keinginannya. Dengan demikian maka kamu akan dapat mengendalikan hawa nafsu, menghubungkan pemuda dengan Tuhannya Azza wa Jalla dan meringankan tekanan insting seksualitasnya. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Maka hendaknya dia melakukan puasa, karena puasa dapat menjadi benteng bagi dirinya."
Dan hendaklah kalian mengingat pemuda yang datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk meminta izin melakukan perbuatan zina, apakah kalian mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyarankan kepadanya untuk melakukan onani guna meringankan tekanan hawa nafsunya? Sekali-kali tidak akan pernah terjadi, akan tetapi justru beliau memberikan cara penanggulangan secara kejiwaan yang menganggap bahwa perbuatan zina adalah suatu perbuatan yang sangat dibenci. Adapun adanya sebab-sebab yang sangat mendesak untuk melakukannya mungkin Rasulullah membolehkan baginya untuk melakukan onani. Oleh karena itu kita dapat memahami bahwa hukum perbuatan onani atau masturbasi itu haram.
Dan yang terakhir, mari kita simak sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, "Apa yang saya benci adalah yang dilihat oleh manusia dan dirimu, maka janganlah engkau melakukannya sendiri apabila engkau sendirian."
Ref :
http://islamiwiki.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan dikomentari