Kamis, 15 Mei 2014

Bismillahirrohmaanirrohim

Ada berita di berbagai media tentang seorang wanita yang berzina dengan pria yang sudah beristri dan beranak 5. Kemudian digerebek oleh seorang pemuda yang kemudian memperkosa wanita tsb bersama dengan 8 orang temannya. Jadi wanita tsb diperkosa beramai2 oleh 9 pemuda.
Wanita yang berzina dan kemudian diperkosa beramai2 itu kemudian diajukan ke pengadilan Syariah dgn ancaman hukum cambuk antara 3-9x. Hukuman belum dilaksanakan dan bisa jadi bebas. Sementara 9 pemuda yang memperkosa tidak diadili secara syariah. Alasannya enak benar jika cuma dicambuk 9 kali saja? Oleh sebab itu 9 pemerkosa tsb diserahkan ke pengadilan biasa.

Dalam Qanun Syariat Islam di Aceh, rupanya belum ada hukuman untuk pemerkosa. Padahal justru hukuman untuk pembunuh dan pemerkosa itulah yang amat penting untuk dilaksanakan sebab syariat Islam itu justru untuk melindungi manusia / hifzhun nafs. Pembunuhan dan Pemerkosaan itulah yang meresahkan ummat. Ada pun zinah, selama kita masih punya iman insya Allah aman.
Jadi seharusnya 9 pemerkosa tsb juga dihukum sesuai Syariah Islam. Kalau menurut Syariah Islam sih harusnya dihukum mati. Sebab Pemerkosaan itu adalah Zinah dengan pemaksaaan. Wanita yang tidak ingin zina, dipaksa untuk berbuat zina. Kalau dilepaskan dari Hukum Syariah Islam, keliru.
Ibaratnya selain ada hukum perdata kan ada juga hukum pidana. Jadi jangan sampai Hukum Syariah Islam malah tidak berlaku bagi para pemerkosa.

Tentu Media Sekuler / Non Muslim benci dengan pelaksanaan Syariah Islam. Di sisi lain, Syariah Islam juga harus diterapkan dengan benar dan adil.

Jika orang berzina suka sama suka, sebetulnya itu urusannya dengan Allah. Untuk mengadilinya, perlu 4 saksi yang ADIL. Nah 9 pemerkosa tsb tentu bukan saksi yang adil. Dan Nabi sendiri dalam menghukum pezina tidak aktif mencari pezina. Tapi justru menunggu pengakuan pezina. Contoh:
Dari Imran Ibnu Hushoin Radliyallaahu ‘anhu bahwa ada seorang perempuan dari Juhainah menemui Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam -dia sedang hamil karena zina- dan berkata: Wahai Nabi Allah, aku harus dihukum, lakukanlah hukuman itu padaku. Lalu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam memanggil walinya dan bersabda: “Berbuat baiklah padanya, apabila ia melahirkan, bawalah bayi itu kepadaku.” Kemudian beliau menyolatkannya. Berkatalah Umar: Apakah baginda menyolatkannya wahai Nabi Allah, padahal ia telah berzina? Beliau menjawab: “Ia benar-benar telah bertaubat yang sekiranya taubatnya dibagi antara tujuh puluh penduduk Madinah, niscaya cukup buat mereka. Apakah engkau mendapatkan seseorang yang lebih utama daripada ia menyerahkan dirinya karena Allah?”. Riwayat Muslim.
Pada riwayat lain disebutkan bahwa wanita hamil yang berzina dirajam setelah ia menyusui anaknya
http://kabarislamia.com/2014/05/07/cara-nabi-menghukum-pezina/

Dengan bekal iman dan takwa dan dakwah, insya Allah perzinahan bisa dikurangi.

Justru hal-hal yang meresahkan ummat seperti Pembunuhan dan Pemerkosaan itulah yang seharusnya dijalankan terlebih dahulu dalam Syariah Islam di Aceh. Untuk pembunuhan jelas hukumannya Qishosh atau mati.

”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh…” [Al Baqarah 178]

“Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” [Al Baqarah 179]



Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2011/06/22/hukum-pancung-qishash-untuk-pembunuh-dan-pemerkosa/

Ada pun perkosaan, jika untuk pezina bujangan/perawan adalah cambuk 100 kali dan yang sudah pernah menikah adalah dihukum mati, maka untuk pemerkosa yang memaksa korbannya seharusnya dihukum mati. Jadi jangan malah lepas dari Hukum Syariah Islam. Sebab justru pembunuhan dan pemerkosaan itulah yang meresahkan ummat. Bayangkan anak umur 3 tahun saja sudah diperkosa:

Korban Perkosaan Emon Jadi 140 Anak!
http://kabarislamia.com/2014/05/07/korban-perkosaan-emon-jadi-110-anak

Seharusnya, para pemerkosa tsb dihukum mati sesuai dgn Syariah Islam. Bukan justru dilepas. Kalau dilepas, jangan heran jika ada Media Massa yang mempertanyakan keadilan Hukum Islam. Kok Hukum Islam cuma untuk masalah ecek-ecek? Sementara Pembunuhan dan Pemerkosaan yang merupakan kejahatan yang lebih besar justru lepas dari Hukuman Syariah Islam?


Inilah Alasan mengapa Janda Korban Pemerkosaan Diancam hukuman Cambuk
Inilah keterangan Kepala Dinas Syariat Islam di Kota Langsa, Ibrahim Latif, memberikan keterangan lengkap di laman ATJEHPOST.com, Rabu (07/05/2014).

Kasus ini mengandung dua hal: perzinaan dan pemerkosaan. Itu sebabnya, kasus ini dijadikan dua perkara terpisah.

Menurut Latif, sebelum diperkosa oleh sembilan pria, wanita itu melakukan perbuatan zina dengan lelaki lain yang bukan suaminya. “Jadi dia akan dihukum cambuk dalam perkara perzinahan, bukan pemerkosaan,” kata Latief.

Sedangkan untuk kasus pemerkosaan, kata dia, tiga tersangka yang telah ditangkap diserahkan ke polisi untuk diproses sesuai aturan KUH Pidana.

Sedangkan dalam kasus perzinaan, tidak ada jerat hukum dalam KUH Pidana, melainkan berdasarkan Qanun Syariat Islam yang berlaku di Aceh. Pasal 22 Qanun Aceh Nomor 14 Tahun 2003 tentang Khalwat (mesum) menyebutkan,”Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana  dimaksud dalam pasal 4, diancam dengan ‘uqubat ta’zir berupa dicambuk paling tinggi 9 (sembilan) kali, paling rendah 3 (tiga) kali dan/atau denda paling banyak Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah), paling sedikit Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah).”

Mengapa pemerkosa tidak dihukum cambuk?

“Itu ranahnya polisi. Karena kalau dihukum secara hukuman syariat, ya cambuk 9 kali dan terlalu ringan. Enak sekali mereka,” ujar Ibrahim.

Dalam Qanun Syariat Islam yang berlaku sekarang, kata Ibrahim, tidak mengatur tentang hukuman cambuk bagi pelaku pemerkosaan.

“Saya juga belum mengetahui adanya aturan terbaru soal ini (pemerkosaan-red) dalam Qanun Syariat. Belum ada sosialisasi sama kami,” kata dia.
http://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2014/05/08/21239/inilah-alasan-mengapa-janda-korban-pemerkosaan-diancam-hukuman-cambuk.html#.U3BQNoGSwud

Media Dinilai tak Adil Beritakan kasus Pemerkosaan di Langsa-Aceh
Kamis, 8 Mei 2014 - 10:07 WIB
Proses dalam perzinahan masih berupa tuduhan. Bisa jadi pelaku lolos hukum cambuk, tapi mengapa sudah diributkan?
Hidayatullah.com–Kepala Dinas Syariat Islam Langsa Drs. H. Ibrahim Latif, MM, mengatakan media-media, terutama media asing tidak begitu adil memberitakan kasus mesum dan pemerkosaan yang menimpa seorang janda di Langsa Aceh.

“Semenjak dulu media-media asing selalu tidak adil menyorot pemberitaan Syariat Islam di Aceh, “ demikian menurut Ibrahim Latief kepada hidayatullah.com, Kamis (08/05/2014).

Menurutnya, kasus yang sekarang menjadi sorotan media adalah dua kasus yang berbeda. Pertama kasus tindakan mesum dan kedua kasus pemerkosaan.

“Untuk kasus kasus perzinaan menggunakan pasal 22 Qanun Syariat Islam yang Nomor 14 Tahun 2003 tentang Khalwat (mesum). Sedangkan untuk kasus pemerkosaan sudah langsung ditangani pihak kepolisian dengan menggunakan KUHP, tambahnya.

Sebagaimana diketahui, beberapa hari ini marak pemberitaan seorang janda beranak berinisial Y ditemukan sedang melakukan perzinahan dengan W,  pria beristeri dan memiliki 5 orang anak di kediamannya Gampong Lhok Bani, Langsa Barat.

Perbuatan maksiat keduanya ini rupanya diketahui seorang pemuda yang menyebabkan kedua pasangan ini digerebek dan diarak keliling kota.

Di saat penggerebekan inilah Y diperkosa secara bergantian oleh sembilan pemuda.

Menurut Ibrahim Latif, dua kasus inilah yang tidak dicermati media; kasus mesum (perzinahan) yang sedang ditangani Dinas Syariat dan kasus pidana pemerkosaan yang ditangani polisi.

Menurut Ibrahim, dalam kasus perzinahan antara Y dan W akan menggunakan Qanun Syariat Islam bernnomor 14 Tahun 2003 tentang Khalwat (mesum), yang ancamannya dicambuk  paling tinggi 9 (sembilan) kali, paling rendah 3 (tiga) kali atau denda paling banyak Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah), paling sedikit Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah).

Hanya masalahnya, menurut Ibrahim, soal kasus mesum ini baru masih tuduhan dan prosesnya masih lama. Belum tentu, ia mendapat hukuman cambuk.
http://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2014/05/08/21233/media-tak-adil-beritakan-kasus-pemerkosaan-di-langsa-aceh.html#.U3BPC4GSwuc


MIUMI Aceh: Ada Usaha Media Massa Mendeskreditkan Syariat Islam di Aceh
Senin, 12 Mei 2014 - 06:38 WIB
MIUMI juga meminta media menghentikan pemberitaan negatif terhadap pelaksanaan syariat Islam.

Ref :http://kabarislamia.blogspot.com/

Senin, 05 Mei 2014

Ciri-ciri kaum wahabi

Bismillahirrohmaanirrohim


ciri-ciri kaum wahabi bahwa mereka meyakini beberapa hal berikut ini:
1.    Golongan Wahabi mengingkari kerasulan dan kenabian Adam As. Padahal seluruh umat beragama sepakat bahwa Adam adalah nabi yang pertama. Abu Mansur al-Bagdadi dalam kitab Ushul ad-Din halaman 157-159 mengutip ijma’ dalam hal ini. Allah ta’ala berfirman“Innallaahashthafaa aadama wanuuhan…”
2.    Kaum Wahabi melarang dan mengharamkan Adzan kedua dalam shalat Jum’at. Padahal yang menetapkan adanya adzan tersebut adalahDzunnurain Khalifah Utsman ibn Affan Ra. yang para malaikat malu kepadanya. Apakah mereka lebih memahami agama dari pada menantu Rasulullah Saw., sahabat dan khalifahnya yang ketiga sehingga kalian melarang bid’ah hasanah ini.
3.    Kaum Wahabi melarang dan mengharamkan membaca shalawat kepada Nabi Saw. setelah adzan dengan suara keras. Padahal Allah ta’ala telah berfirman “Innallaaha wamalaaikatahu yushalluuna ‘alannabiyyi yaa ayyuhalladziina aamanuu shalluu ‘alaihi wasallimuu tasliiman.” Dan cukup sebagai dalil bahwa bershalawat dengan suara keras setelah adzan adalah bid’ah yang disunnahkan. Nabi Saw. bersabda:  “Apabila kalian mendengar adzannya muaddzin maka ucapkanlah seperti yang ia ucapkan kemudian bershalawatlah kepadanya.” (HR. Muslim dalam kitab ash-Shalat). Dan sabda Nabi Saw.: “Barangsiapa yang menyebutku hendaknya ia bershalawat kepadaku.” (HR.  al-Hafidz as-Sakhawi).
4.    Kaum Wahabi mengharamkan menggunakan subhah (tasbih). Dalam hal ini berarti mereka menentang apa yang telah disepakati oleh Nabi Saw. Berdasarkan pada hadits: “Ketika Nabi lewat di depan salah seorang sahabat perempuan yang sedang bertasbih dengan kerikil beliau tidak mengingkarinya.” (HR. Tirmidzi, ath-Thabarani dan Ibn Hibban).
5.    Wahabi mengharamkan membaca tahlil ketika mengantar jenazah. Ini bertentangan dengan al-Qur’an, Allah ta’ala berfirman “Udzkurullaaha dzikran katsiiran.”
6.    Wahabi mengharamkan membaca al-Qur’an untuk mayat muslim meskipun surat al-Fatihah. Padahal tidak ada penjelasan dalam syari’at yang mengharamkan hal itu, Allah ta’ala berfirman “Waf’alaul khaira”.Dan hadits: ”Bacalah Yasin pada orang-orang meninggal di antara kalian”. (HR. Ibn Hibban dan hadits ini dishahihkannya). Ijma’Ahlussunnah membolehkannya serta bermanfaat bagi si mayit. Imam asy-Syafi’i mengatakan: ”Apabila mereka membaca sebagian dari al-Qur’an di kuburan maka hal itu baik dan apabila mereka membaca keseluruhan al-Qur’an maka itu lebih baik.” Dikutip oleh an-Nawawi dalam kitab Riyadh ash-Shalihin.
7.    Kaum Wahabi mengharamkan umat Islam merayakan peringatan Maulid Nabi yang mulia yang di dalamnya dilakukan perbuatan-perbatan yang baik seperti membaca al-Qur’an, memberi makan orang-orang fakir dan miskin, membaca sejarah Nabi dan orang Wahabi menganggapnya sebagai bid’ah yang buruk. Dalil dibolehkannya Maulid Nabi adalah firman Allah ta’ala “Waf’alul khaira la’allakum tuflihuuna.” Dan hadits: ”Barangsiapa yang merintis kebaikan dalam Islam maka baginya pahala dari perbuatan tersebut.” (HR.  Muslim). Al-Hafidz as-Suyuti menulis risalah yang berjudul Husn al-Maqashid fi ‘Amali al-Maulid terdapat dalam kitabnya al-Hawi li al-Fatawa jilid 1 halaman 189-197, beliau mengatakan: “Kebanyakan orang yang sangat memperhatikan Maulid Nabi adalah penduduk Mesir dan Syam.”(Lihat juga dalam kitab al-Ajwibah al-Mardhiyah juz 3 halaman 116-1120).
8.    Kaum wahabi mengkafirkan orang yang mengatakan kepada orang lain:“Bantulah aku demi Nabi atau dengan keagungan Nabi Saw.” Imam Ahmad ibn Hanbal Ra. mengatakan: ”Barangsiapa bersumpah dengan nama Nabi kemudian ia mengingkarinya maka dia terkena kifarat (denda).” Padahal mereka mengagungkan Imam Ahmad, Imam Ahmad ibn Hanbal di satu lembah sedangkan mereka berada di lembah yang lain (sebagai ungkapan bahwa berbeda sekali Imam Ahmad dengan orang-orang wahabi).
9.    Kaum Wahabi melarang dan mengharamkan bertabarruk dengan peninggalan-peninggalan Nabi dan orang-orang shalih. Padahal perkara itu dibolehkan dalilnya adalah firman Allah ta’ala yang bercerita tentang nabi Yusuf: “Pergilah kamu dengan membawa baju gamisku ini, lalu letakkanlah dia ke wajah ayahku, nanti ia akan melihat kembali; dan bawalah keluargamu semuanya kepadaku.” Dan hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim bahwa Nabi membagi-bagikan rambutnya di antara para shahabat agar mereka bertabarruk dengannya. Al-Khatib al-Baghdadi menceritakan bahwa imam asy-Syafi’i mengatakan: ”Sungguh aku bertabarruk dengan Abu Hanifah dan aku datang ke kuburannya setiap hari untuk berziarah.”
10. Kaum wahabi mengkafirkan orang yang bertawassul, beristighatsah dan meminta pertolongan pada selain Allah. Padahal itu semua adalah boleh dengan keyakinan bahwa tidak ada yang dapat menolak bahaya dan memberi manfaat pada hakekatnya kecuali Allah. Telah tsabitbahwa Sayyidina Umar Ra. bertawassul dengan al-Abbas dan Nabi Saw. menamakan hujan dengan mughits (penolong). Allah ta’ala berfirman“Wasta’iinuu bishshabri washshalaati”. Dan hadits: “Apabila kalian tersesat di padang pasir maka hendaknya ia memanggil wahai hamba-hamba Allah tolonglah.“ Al-Hafidz Ibn Hajar menilainya sebagi haditshasan.
11. Kaum Wahabi mengkafirkan orang yang mengatakan “wahaiMuhammad.” Padahal Imam al-Bukhari telah meriwayatkan dalam kitab al-Adab al-Mufrad halaman 324 dari Abdurrahman ibn Sa’ad mengatakan: “Kaki Ibn Umar keseleo (atau semacamnya), seorang laki-laki berkata kepadanya: “Sebutlah orang yang paling kamu cintai, kemudian ia mengatakan: “Ya Muhammad”, seketika itu kakinya sembuh.” Ibn Sunni menyebutkannya dalam kitab ‘Amal al-Yaum wa al-Lailah halaman 72-73, Ibn Taimiyah pemimpin Wahabiyah dalam kitabnya yang terkenal al-Kalim ath-Thayyib halaman 73 dan gurunya para Qurra’ al-Hafidz Ibn al-Jauzi dalam kitabnya al-Husnu al-Hashin dan Uddatu al-Husni al-Hashin. Asy-Syaukani juga menyebutkannya dalam kitabnya Tuhfatu adz-Dzakirin halaman 267.
12. Kaum Wahabi menyerupakan Allah dengan sifat-sifat manusia dan bahwa dia bertempat di arah atas. Padahal al-Qur’an al-Karim menyebutkan penafian serupaan, arah, tempat dan batasan pada Allahta’ala. Allah ta’ala berfirman: ”Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha mendengar dan Melihat.” Dan firman Allah ta’ala: “Janganlah kalian jadikan serupa-serupa bagi Allah.” Dan firmanNya: “Dan tidak ada bagiNya serupaan seorangpun.” yakni tidak ada serupa. Sayyidina Ali ibn Abi Thalib Ra. mengatakan: “Barangsiapa yang menyangka bahwa Tuhan kita itu mahdud (memiliki bentuk dan ukuran) maka berarti ia tidak mengetahui pencipta yang wajib disembah.” Beliau juga berkata:“Pada azal Allah ada dan belum ada tempat dan Dia (setelah menciptakan tempat) tetap seperti semula ada tanpa tempat.” Kita mengangkat tangan kita dalam berdo’a ke arah langit, karena langit adalah kiblat do’a dan tempat tinggalnya para malaikat. Bukan karena Allah tinggal di langit sebagaimana diriwayatkan oleh imam an-Nawawi dan lainnya.
13. Kaum Wahabi melarang takwil ayat al-Qur’an dan hadits yangmutasyabihah untuk mendukung aqidahnya yang sesat. Padahal hadits Nabi Saw. yang berdoa: “Ya Allah Ajarilah dia (Ibn Abbas) hikmah dan takwil al-Qur’an”. (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan al-Hafidz Ibn al-Jauzi dan Ibn Majah). Ta’wil telah dilakukan oleh sebagian ulama salaf seperti imam Ahmad ibn Hanbal.
14. Kaum Wahabi mengharamkan ziarah ke makam Nabi dan menganggapnya sebagai perjalanan maksiat. Padahal Allah ta’alaberfirman “Walau annahum idz dzalamuu anfusahum jaa-uka”. Nabi Saw. bersabda: “Barangsiapa yang menziarahi makamku maka dia wajib mendapatkan syafa’atku”. (HR.  ad-Daruquthni). Beliau Saw. juga bersabda: “Barangsiapa yang mendatangiku sengaja untuk berziarah tidak ada tujuan lain kecuali untuk menziarahiku maka niscaya aku akan memintakan syafa’at baginya.” (HR. ath-Thabarani)
15. Kaum Wahabi mengharamkan memakai hirz yang di dalamnya bertuliskan al-Qur’an dan hadits, tidak terdapat mantra-mantra yang diharamkan. Padahal hirz semacam itu dibolehkan dengan dalil hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi bahwa Abdullah ibn Amr ibn al-‘Ash mengatakan: “Kami mengajarkan al-Qur’an kepada anak-anak kami dan anak yang belum baligh kami menulisnya di atas kertas dan menggantungkannya pada dadanya.” (HR. at-Tirmidzi).
16. Kaum Wahahbi mengesampingkan perkataan para imam Ahlussunnah wal Jama’ah dan mencela ucapan mereka seperti al-Imam asy-Syafi’i, Abu Hanifah, Malik dan Ahmad ibn Hanbal, al-Bukhari, Muslim, an-Nawawi, dan para imam Ahlussunnah lainnya. Mereka tidak berpegangan perkataan siapapun kecuali perkataan Ibn Taimiyah dan muridnya Ibn Qayyim al-Jauziyah, hanya dua orang inilah Imam mereka.
17. Ibn Baz pemimpin Wahabiyah mengkafirkan penduduk Mesir, Syam, Irak, Amman, Yaman, dan Hijaz tempat lahirnya Muhammad ibn Abdul Wahhab. Lihatlah perkataan pemimpin mereka Ibn Baz yang mengkafirkan manusia secara keseluruhan. Dalam Hasyiyah kitab Fath al-Majid karya Abdurrahman ibn al-Hasan Alu Syekh (keluarga Muhammad ibn Abdul Wahhab) cetakan Dar an-Nadwah al-Jadidahhalaman 191 ia berbicara tentang penduduk mesir. Ia mengatakan:“Sesungguhnya Tuhan yang paling agung bagi mereka adalah Ahmad al-Badawi. Dan penduduk Irak dan sekitarnya seperti penduduk Aman mengkultuskan Abdul Qadir al-Jailani, penduduk Mesir mengkultuskan Al-Badawi...” Kemudian ia berkata: “Lebih parah lagi penduduk Syam yang menyembah Ibn ‘Arabi.” Dan ia mengatakan:“Yang seperti ini telah terjadi sebelum adanya dakwah ini (dakwah Wahabi) di Nejed, Hijaz, Yaman dan lainnya penyembahan terhadap thaghut-thaghut.”

========================================
Ref :
http://sraksruk.blogspot.com/2012/11/cara-mengetahui-orang-yang-menganut.html

Kamis, 01 Mei 2014

PANDANGAN SAYA TENTANG MEROKOK

Bismillahirrohmaanirrohim


              Intinya para ulama berbeda pendapat tentang hukumnya, ada yang mengatakan harom,makruh tahrim , makruh tanzih , mubah,namun demikian merokok tidak akan memcapai peringkat sunnah,paling ringan adalah Mubah.
             Kalau pandangan saya jika merokok itu dapat membawa kebaikan terutama kesihatan silahkan aja...tapi kalau sebaliknya / kalau tidak tinggalkan saja....secara bertahap tahap

             Perlu difahami ketergantungan / ketagihan / kecanduana bukalan kebaikan tanpa disangkal lagi.....
Wallohu'alam

Lencana Facebook

Bagaimana Pendapat Anda Tentang Blog ini?

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

MOTTO

Kami tidak malu menerima saran & kritik anda...