Sabtu, 24 Agustus 2013

Bid’ah itu dibagi menjadi lima bagian

Bismillahirrohmaanirrohim

Bid’ah itu dibagi menjadi lima bagian yaitu :
1. Bid’ah wajib; seperti menyanggah orang yang menyelewengkan agama, dan belajar bahasa Arab, khususnya ilmu Nahwu bagi siapapun yang ingin memahami Qur’an dan Hadits dengan baik dan benar.
2. Bid’ah mandub/baik; seperti membentuk ikatan persatuan kaum muslimin, mengadakan sekolah-sekolah, mengumandangkan adzan diatas menara dan memakai pengeras suara, berbuat kebaikan yang pada masa pertumbuhan Islam belum pernah dilakukan.
3. Bid’ah makruh; menghiasi masjid-masjid dengan hiasan-hiasan yang bukan pada tempatnya, mendekorasikan kitab-kitab Al-Qur’an dengan lukisan-lukisan dan gambar-gambar yang tidak semestinya.
4. Bid’ah mubah; seperti menggunakan saringan (ayakan), memberi warna-warna pada makanan (selama tidak mengganggu kesehatan), memakai kopyah, memakai pakaian batik dan lain sebagainya.
5. Bid’ah haram; semua perbuatan yang tidak sesuai dengan dalil-dalil umum hukum syari’at dan tidak mengandung kemaslahatan yang dibenarkan oleh syari’at. Bila semua bid’ah (masalah yang baru) adalah dholalah/sesat atau haram, maka sebagian amalan-amalan para sahabat serta para ulama yang belum pernah dilakukan atau diperintahkan Rasulullah saw. semuanya dholalah atau haram, misalnya :
a). Pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an, penulisannya serta pengumpulannya (kodifikasinya) sebagai Mushhaf (Kitab) yang dilakukan oleh sahabat Abubakar, Umar bin Khattab dan Zaid bin Tsabit [ra] adalah haram. Padahal tujuan mereka untuk menyelamatkan dan melestarikan keutuhan dan keautentikan ayat-ayat Allah. Mereka khawatir kemungkinan ada ayat-ayat Al-Qur’an yang hilang karena orang-orang yang menghafalnya meninggal.
b). Perbuatan khalifah Umar bin Khattab ra yang mengumpulkan kaum muslimin dalam shalat tarawih berma’mum pada seorang imam adalah haram. Bahkan ketika itu beliau sendiri berkata : ‘Ni’matul Bid’ah Hadzihi/Bid’ah ini sungguh nikmat’.
c). Pemberian gelar atau titel kesarjanaan seperti; doktor, drs dan sebagai- nya pada universitas Islam adalah haram, yang pada zaman Rasulullah saw. cukup banyak para sahabat yang pandai dalam belajar ilmu agama, tapi tak satupun dari mereka memakai titel dibelakang namanya.
d). Mengumandangkan adzan dengan pengeras suara, membangun rumah sakit, panti asuhan untuk anak yatim piatu, membangun penjara untuk mengurung orang yang bersalah berbulan-bulan atau bertahun-tahun baik itu kesalahan kecil maupun besar dan sebagainya adalah haram. Sebab dahulu orang yang bersalah diberi hukumannya tidak harus dikurung dahulu.
e). Tambahan adzan sebelum khotbah Jum’at yang dilaksanakan pada zamannya khalifah Usman ra. Sampai sekarang bisa kita lihat dan dengar pada waktu sholat Jum’at baik di Indonesia, di masjid Haram Mekkah dan Madinah dan negara-negara Islam lainnya. Hal ini dilakukan oleh khalifah Usman karena bertambah banyaknya ummat Islam.
f). Menata ayat-ayat Al-Qur’an dan memberi titik pada huruf-hurufnya, memberi nomer pada ayat-ayatnya. Mengatur juz dan rubu’nya dan tempat-tempat dimana dilakukan sujud tilawah, menjelaskan ayat Makkiyyah dan Madaniyyah pada kof setiap surat dan sebagainya.
g). Begitu juga masalah menyusun kekuatan yang diperintahkan Allah SWT. kepada ummat Muhammad saw. Kita tidak terikat harus meneruskan cara-cara yang biasa dilakukan oleh kaum muslimin pada masa hidupnya Nabi saw., lalu menolak atau melarang penggunaan pesaw.at-pesaw.at tempur, tank-tank raksasa, peluru-peluru kendali, raket-raket dan persenjataan modern lainnya.
Masih banyak lagi contoh-contoh bid’ah/masalah yang baru seperti mengada kan syukuran waktu memperingati hari kemerdekaan, halal bihalal, memperingati hari ulang tahun berdirinya sebuah negara atau pabrik dan sebagainya (pada waktu memperingati semua ini mereka sering mengadakan bacaan syukuran), yang mana semua ini belum pernah dilakukan pada masa hidup- nya Rasulullah saw. serta para pendahulu kita dimasa lampau. Juga didalam manasik haji banyak kita lihat dalam hal peribadatan tidak sesuai dengan zamannya Rasulullah saw. atau para sahabat dan tabi’in umpamanya; pembangunan hotel-hotel disekitar Mina dan tenda-tenda yang pakai full ac sehingga orang tidak akan kepanasan, nyenyak tidur, menaiki mobil yang tertutup (beratap) untuk ke Arafat, Mina atau kelain tempat yang dituju untuk manasik Haji tersebut dan lain sebagainya. Sesungguhnya bid’ah (masalah baru) tersebut walaupun tidak pernah dilakukan pada masa Nabi saw. serta para pendahulu kita, selama masalah ini tidak menyalahi syari’at Islam, bukan berarti haram untuk dilakukan.
Kalau semua masalah baru tersebut dianggap bid’ah dholalah (sesat), maka akan tertutup pintu ijtihad para ulama, terutama pada zaman sekarang teknologi yang sangat maju sekali, tapi alhamdulillah pikiran dan akidah sebagian besar umat muslim tidak sedangkal itu. Sebagaimana telah penulis cantumkan sebelumnya bahwa para ulama diantaranya Imam Syafi’i, Al-Izz bin Abdis Salam, Imam Nawawi dan Ibnu Katsir ra. serta para ulama lainnya menerangkan: “Bid’ah/masalah baru yang diadakan ini bila tidak menyalahi atau menyimpang dari garis-garis syari’at, semuanya mustahab (dibolehkan) apalagi dalam hal kebaikan dan sejalan dengan dalil syar’i adalah bagian dari agama”. Semua amal kebaikan yang dilakukan para sahabat, kaum salaf sepeninggal Rasulullah saw. telah diteliti para ulama dan diuji dengan Kitabullah, Sunnah Rasulullah saw. dan kaidah-kaidah hukum syari’at. Dan setelah diuji ternyata baik, maka prakarsa tersebut dinilai baik dan dapat diterima. Sebaliknya, bila setelah diuji ternyata buruk, maka hal tersebut dinilai buruk dan dipandang sebagai bid’ah tercela.

Sumber :
http://laskarnahdiyin.wordpress.com/2011/11/23/bidah-itu-dibagi-menjadi-lima-bagian/
Tertulis : Posted on 23 November 2011 0

AL-FUDHAIL BIN IYADH (Seorang ‘Abid (Ahli Ibadah) Al-Haramain)

Bismillahirrohmaanirrohim

Beliau adalah seorang ulama terkemuka, zuhud, wara’, khauf (takut) dan ahli ibadah. Beliau mendapat julukan ‘Abid Al-Haramain (Hamba yang tekun beribadah di Haram Makkah dan Haram Madinah). Berkat ketekunanya menjalankan ibadah, maka beliau mampu menuturkan bahasa hikmah dan mampu menjelaskan pesan-pesan teks agama ini.

Beliau hidup semasa dengan mam Malik, Sufyan bin Uyainah dan Abdullah bin Al-Mubarak dari generasi mulia yaitu generasi Tabi’ut Tabi’in senior.

Nama Dan Kelahiran Beliau

Nama beliau: adalah Abu Ali Al-Fudhail bin Iyadh bin Mas’ud bin Bisyr At-Tamimi Al-Yarbu’i. beliau lahir di Samarqand dan tumbuh di kota Abyurd yang terletak di antara daerah Sarkhas dan Nasa. Dia menghafal atau belajar hadits di Kufah, dan kemudian pindah ke Makkah.

Sanjungan Para Ulama Terhadapnya

Ibnu Sa’ad berkata, “Al-Fudhail bin Iyadh adalah seorang yang tsiqah yang mempunyai keutamaan, ahli ibadah, wira’I dan hafal banyak hadits.”

Ibnu Hibban berkata, “Al-Fudhail tumbuh di Kufah dan banyak menghafal hadits di sana. Dia kemudian pindah ke Makkah dan tinggal menetap di dekat Masjidil Haram.

Dijalaninya kehidupan di Makkah ini dengan berjuang mencurahkan segenap kemampuannya agar tetap selalu bersikap wara’, takwa, dan menjauhi larangan-larangan Rabbnya. Dia sering menangis, menyendiri dan berpaling dari urusan duniawi sampai akhir khayatnya pada tahun 187 H.”

Adz-Dzahabi berkata, “Al-Fudhail adalah seorang yang zuhud dan termasuk ulama besar di Masjidil Haram Makkah. Dia adalah salah seorang yang tsabit (kokoh) yang disepakati ketsiqahannya (sangat terpercaya) dan keagungannya.

Oleh karena itu, tidak bisa dijadikan standar penilaian pernyataan yang diriwayatkan Ahmad bin Khutsaimah, , ia berkata, “Aku telah mendengar Quthbah bin Al-Ala’ berkata, ‘Aku tinggalkan hadits riwayat Al-Fudhail bin Iyadh karena dia riwayatkan beberapa hadits yang mencela Utsman radhiallahu ‘anhu.’”.

siapakah Quthbah dan seberapa kredibilitasnya sehingga menjarh (mencela)Al-Fudhail? Quthbah adalah seorang yang halik (orang yang rusak).”

Ibrahim bin Muhammad Asy-yafi’I berkata, “Aku telah mendengar Sufyan bin Uyainah berkata, “Al-Fudhail adalah seorang yang tsiqah (terpercaya).”

Al-Ajali berkata, “Dia seorang Kufi (dinisbatkan ke daerah Kufah) yang tsiqah, rajin mengerjakan ibadah dan seorang lelaki shalih yang tinggal di Makkah.”

Dari Ibrahim bin Syammas dari Abdullah bin Al-Mubarak, dia berkata, “Bagiku, tidak ada manusia tinggal di muka bumi yang lebih utama dari pada Al-Fudhail.”

Dari Nashr bin Al-Mughirah Al-Bukhari, dia berkata, “Aku telah mendengar Ibrahim bin Syammas mengatakan, “Manusia yang pernah aku lihat yang paling pandai dalam fikih, palin wara’ dan paling hafidz adalah Waqi’ bin Al-Jarrah, Al-Fudhail dan Abdullah bin Al-Mubarak.”

Dari Abdush Shamad Mardawaih Ash-Sha’igh, dia berkata, “Ibnul Mubarak berkata kepadaku bahwa sesungguhnya Al-Fudhail merupakan bukti kekuasaan Allah dengan dimunculkan hikmah melalui lisannya. Dia termasuk manusia yang dikaruniai manfaat atas amal-amalnya.”

Ibadah dan Rasa Takutnya Kepada Allah

Dari Ishaq bin Ibrahim Ath-Thabari, dia berkata, “Aku belum pernah melihat seseorang yang lebih takut terhadap dirinya dan tidak berharap terhadap sesuatu pada manusia selain Al-Fudhail. Ketika membaca Al-Qur’an, maka dia akan membacanya dengan lambat,

syahdu, menyentuh hati, lantang dan jelas seolah sedang berbicara kepada seseorang. Ketika membaca ayat-ayat yang menyebutkan surga, maka dia akan membacanya berulang-ulang sambil memohon kepada-Nya untuk mendapatkannya.

Al-Fudhail sering menunaikan Qiyam Al-Lail dengan duduk. Dia bentangkan tikar untuk menunaikan shalat diawal malam beberapa saat sampai datang kantuk menggelayuti matanya. Kalau sudah demikian,

maka dia lalu berbaring untuk tidur sebentar diatas tikar tersebut. tidak lama berselang, maka dia pun bangun kembali untuk menunaikan shalat sampai datang kantuk yang tidak tertahankan.

Jika sudah demikian, maka dia pun berbaring lagi untuk tidur sebentar, lalu bangun kembali untuk menunaikan shalat dan begitu seterusnya sampai datang wwaktu shubuh. Dia biasakan menunaikan ibadah semacam ini, yaitu apabila dirinya tidak kuasa menahan kantuk,

maka dia akan berbaring sebentar dan bangun lagi untuk shalat kembali. Oleh karena itu dikatakan, “Ibadah yang paling berat adalah ibadah yang seperti ini.”

Hadits riwayat Al-Fudhail adalah shahih, perkataannya benar dan dia sangat menghormati dan menjaga hadits sehingga ketika menyampaikan hadits, maka dia terlihat sangat berwibawa. Apabila aku meminta kepadanya suatu hadits, maka jiwanya akan merasa terbebani sekali untuk memberikannya.

Oleh karena itu, terkadang Al-Fudhail bin Iyadh berkata kepadaku, “Seandainya kamu meminta kepadaku beberapa dinar, maka itu akan lebih mudah bagiku untuk memberikannya dari pada kamu meminta kepadaku hadits,” kemudian aku jawab,

“Barangkali kamu memberikan kepadaku hadits-hadits yang berisi faedah-faedah yang tidak aku miliki, maka itu lebih membuatku senang daripada kamu memberikan beberapa dinar!”

Al-Fudhail lalu berkata, “Sesungguhnya kamu telah terkena fitnah. Ketahuilah, aku bersumpah demi Allah, seandainya kamu mempraktikan hadits-hadits yang telah kamu dengar dan peroleh, maka itu sudah cukup membuatmu sibuk dari yang belum kamu dengar.

Engkau telah mendengar bin Mihran berkata, “Jika dihadapanmu terdapat makanan yang ingin kamu makan, lalu kamu mengambilnya segenggam demi segenggam untuk kamu buang kebelakangmu, kapan kamu merasakan kenyang!?”

Dari Sufyan bin Uyainah, dia berkata, “Abdullah bin Al-Mubarak berkata, ‘Apabila Al-Fudhail meninggal, berarti hilanglah kesedihan.’”

Ibrahim bin Said Al-Jauhari berkata, Al-makmun berkata kepadaku, Ar-Rasyid berkata kepadaku, “edua mataku belum pernah melihat orang yang seperti Al-Fudhail bin Iyadh.

Aku pernah berkunjung kepadanya, lalu dia berkata kepadaku, ‘Kosongkan hatimu untuk sedih dan takut sampai keduanya dapat bersarang. Apabila sedih dan takut bersarang dihatimu, maka keduanya akan membentengimu dari melakukan maksiat dan menjauhkan dirimu dari api neraka.”

Ibnu Abi Umar berkata, “Aku tidak melihat seseorang yang lebih tekun beribadah setelah Al-Fudhail bin Iyadh selain Waqi’.”

Keteguhannya Mengikuti Sunnah dan Mencela Pelaku Bid’ah

Dari Abdush Shamad bin Yazid, dia berkata, “Aku telah mendengar Al-Fudhail berkata, “Barang siapa mencintai ahli bid’ah, amak Allah akan melebur amalnya sehingga amal tersebut menjadi sia-sia. Tidak itu saja, Allah juga akan mengeluarkan cahaya Islam dari dalam hatinya.”

Lebih lanjut dia berkata, “Apabila kamu sedang berjalan lalu kamu melihat orang ahli bid’ah sedang berjalan pada jalan yang sama dengan jalanmu, maka ambillah jalan yang lain.”

Al-Fudhail bin Iyadh berkata, “Amal orang yang melakukan bid’ah tidak akan diterima Allah, dan barangsiapa membantu ahli bid’ah, maka sesungguhnya ia telah membantu untuk merobohkan Islam.”

Dari Husain bin Ziyad, dia berkata, aku mendengar Al-Fudhail berkata, “Tidak ada yang perlu dikhawatirkan apabila pada diri seseorang telah terkumpul tiga hal, yaitu; 1. bukan ahli bid’ah, 2. tidak mengumpat dan mencela ulama salaf, 3. tidak bersekutu dengan penguasa.”

Dari Abdush-Shamad bin Yazid Ash-Sha’igh, dia berkata, “Pernah disebutkan nama beberapa sahabat Nabi dhadapan Al-Fudhail dan aku mendengarnya, dia lalu berkata, ‘Kalian ikutilah mereka. Sungguh, telah cukup bagi kalian Abu Bakar, Utsman, bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.”

Guru dan Murid-Murid Beliau

Guru-gurunya; Al-Hafidz mengatakan bahwa Al-Fudhail meriwayatkan dari Al-A’masy, Manshur, Ubaidillah bin Umar, Hisyam bin Hisan, Yahya bin Said Al-Anshari, Muhammad bin Ishaq,

Laits bin Abi Sulaim, Muhammad bin Ijlan, Hashin bin Abdirrahman, Sulaiman At-Tamimi, Humaid Ath-Thawil, Fathr bin Khalifah, Shafwan bin Sulaim, Ja’far bin Muhammad Ash-Shadiq, Ismail bin Abi Khalid, Bayan bin Bisyr, Ziyad bin Abi Ziyad, ‘Auf Al-A’rabi dan guru-guru yang lain.

Murid-murid beliau; orang-orang yang meriwayatkan hadits dari AL-Fudhail bin Iyadh adalah; Sufyan Ats-Tsauri yang juga termasuk gurunya, Sufyan bin Uyainah yang juga temannya,

Ibnul Mubarak, yang meninggal lebih dahulu, Yahya bin Said Al-Qaththan, Ibnu Mahdi, Husain bin Ali Al-Ja’fi, Abdurrazzaq, Ishaq bin Manshur As-Sauli, Al-Asmu’I, Ibnu Wahb Asy-Syafi’I, Marwan bin Muhammad. Dan masih banyak lagi….

Wafat Beliau

Sebagian ulama berkata, “Sewaktu kami sedang duduk bersama Al-Fudhail bin Iyadh, kami bertanya kepadanya, “Berapakah usiamu sekarang ini?” maka dia menjawab dengan syair:

Usiaku mencapai delapan puluh atau melebihi
Lalu apa yang kudamba atau kutunggu!
Ujian dan deraan bertahun-tahun telah kujalani
Sampai renta tulangku dan letih pundakku

Adz-Dzahabi menambahkan dengan berkata, “Hidup Al-Fudhail bin Iyadh adalah semasa dengan Sufyan bin Uyainah. Namun Al-Fudhail meninggal dunia lebih dahulu terpaut beberapa tahun.”

Mujahid bin Musa berkata, “Al-Fudhail meninggal pada tahun 186 H.”

Menurut Abu Ubaid, Ali bin Al-Madini, Yahya bin Ma’in, Ibnu Numair, Imam Al-Bukhari dan ulama yang lain bahwa Al-Fudhail meninggal pada tahun 187 H. di Makkah.”

Dan sebagian menambahkan keterangan bahwa dia meninggal pada awal bulan Muharram,”

Adz-Dzahabi menambahkan dengan berkata, “Al-Fudhail bin Iyadh meninggal dalam usia lebih dari delapan puluh tahun.”

Oleh : Abu Thalhah Andri Abdul Halim.16 Zulhijjah 1431H

http://www.idhamlim.com/2010/11/al-fudhail-bin-iyadh-seorang-abid-ahli.html

Lencana Facebook

Bagaimana Pendapat Anda Tentang Blog ini?

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

MOTTO

Kami tidak malu menerima saran & kritik anda...