Tampilkan postingan dengan label BIOGRAFI ULAMA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BIOGRAFI ULAMA. Tampilkan semua postingan

Minggu, 16 Februari 2014

Kisah Salah Seorang Ummul Mu’minin Ummu Salamah

Bismillahirrohmaanirrohim

Kisah Islam



Nama dan Nasabnya:
Dia adalah Ummul Mu’ miniin Ummu Salamah Hindun binti Abu Umayyah bin Mughiroh bin Abdulllah bin Umar Al-Makhzumiyyah. Bapaknya dikenal dengan julukan Zadur Rookib (bekal pengendara) karena kedermawanannya, jika dia bepergian dia tidak pernah memberatkan para pengiringnya di perjalanan karena dia selalu menanggung biaya perbekalan mereka. Ibunya adalah ‘Atikah bintu `Ainir Al-Kinaniyyah. Dia adalah sepupu Kholid bin Walid si pedang Allah. Ummu Salamah termasuk para wanita yang berhijrahipada awal Islam.
Sifat-sifatnya:
Dia termasuk golongan wanita yang cantik dan mulia nasabnya. Tergolong para wanita yang jernih pikirannya dan cerdas akalnya. Dikenal tegar dan sangat memperhatikan keluarganya. Terhitung juga seorang ulama dari kalangan shohabiyyat.
Pernikahannya dengan Rasulullah
Ketika Abu Salamah hijrah ke Habasyah, Ummu Saiamah ikut menyertainya, kemudian keduanya hijrah ke Madinah, dikatakan bahwa keluarga Abu Salamah adalah rombongan hijrah yang pertama kali datang di Madinah.
Rasulullah, sangat mencintai Abu Salamah, ketika Abu Salamah meninggal dengan sebab luka maka Rasulullah, datang ke rumahnya, beliau memejamkan kedua mata Abu Salamah seraya berkata: “Sesungguhnya ruh itu jika dicabut diikuti oleh mata”, maka menjeritlah sebagian dan keluarganya, maka bersabdalah Rasulullah: “Janganlah kalian mendoakan pada diri-diri kalian melainkan dengan kebaikan, karena sesungguhnya para malaikat mengamini apa yang kalian ucapkan”. Kemudian beliau berdoa: “Ya Allah ampunilah Abu Salamah, angkatlah derajatnya di golongan orang-orang yang mendapatkan petunjuk, berilah pengganti yang baik di keturunannya pada orang-orang yang ditinggalkannya, ampunilah kami dan dia wahai Rabb semesta alam, lapangkanlah baginya di kuburnya, dan terangilah di dalamnya!”. (Shahih Muslim 2/634/920).
Kemudian Rasulullah datang meminang Ummu Salamah, ketika itu Ummu Salamah berkata: “Wahai Rasulullah, aku adalah seorang wanita yang lanjut usia, aku juga memiliki banyak anak yang masih kecil, aku ini adalah wanita yang sangat pencemburu sedangkan Engkau punya banyak istri”, maka Rasulullah bersabda: “Adapun usia maka aku lebih tua darimu, adapun tanggunganmu maka itu adalah tanggungan Allah, adapun sifat pencemburu maka aku akan berdo’a kepada Allah agar menghilangkannya”, maka kemudian keduanya menikah. (Muttafaq Alaih).
Dan Ummu Salamah dia berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Tidak ada seorang muslim yang ditimpa musibah kernudian mengatakan apa yang diperintahkan oleh Allah:

Kita adalah milik Allah dan kepadaNyalah kita akan kembali, Ya Allah berikan pahala bagiku dalam musibahku dan berikan pengganti bagiku yang lebih baik darinya) melainkan akan diberikan ganti yang lebih baik darinya oleh Allah”.
Berkata Ummu Salamah: Ketika Abu Salamah meninggal, aku berkata: Siajiakah dan kaum muslimin yang lebih baik dan Abu Salamah, keluarga pertama yang hijrah kepada Rasulullah? kemudian aku katakan do’ a itu, maka Allah jadikan Rasulullah sebagai pengganti bagiku” (Shahih Muslim 2/631/918).
Keutamaan-keutamaannya:
Di antara hal yang menunjukkan keutamaan Ummu Salamah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Salman bahwasanya ketika Ummu Salamah di sisi Rasulullah datanglah Jibril berbincang-bincang dengan Rasulullah. Ummu Salamah melihat Jibril saat itu dalam bentuk seorang manusia yang serupa dengan Dihyah Al-Kalbi. (Shahih Muslim 16/6-7).
Ummu Salamah dikenal sebagai seorang wanita yang sangat memperhatikan keluarga dan anak-anaknya, ketika Rasulullah, meminangnya, dia awalnya menolak dengan alasan ingin berkonsentrasi merawat anak-anaknya yang masih kecil, di saat pernikahannya dengan Rasulullah diapun tidak pernah melupakan keluarganya, sebagaimana dikatakan oleh Muthallib bin Abdullah bin Hanthob: “Saat perkawinannya dengan Rasulullah jadilah Ummu Salamah di awal malam sebagai pengantin, kemudian di akhir malam dia menumbuk tepung untuk makanan anak-anaknya”. (Siyar A’lam Nubala’ 2/205).
Peran Ummu Salamah Di Dalam Perjuangan Rasulullah
Peran Ummu Salamah di dalam perjalanan da’wah Rasulullah nampak nyata di saat terjadinya perjanjian Hudaibiyyah antara kaum muslimin dengan musyrikin Quraisy pada tahun 6 Hijriyyah. Waktu itu Rasulullah dan para sahabat yang berjumlah 1400 orang berangkat ke Makkah hendak menunaikan umrah. Untuk menjaga kemungkinan adanya gangguan dari musyrikin Quraisy,
Rasulullah memerintahkan para sahabat membawa senjata. Ketika kaum musyrikin Quraisy mendengar keberangkatan kaum muslimin mereka merasa berang dan menyiapkan pasukan untuk menghalangi kaum muslimin dari masuk ke Makkah.
Kemudian terjadilah perundingan antara Rasulullah dengan delegasi musyrikin Quraisy yang menghasilkan perjanjian Hudaibiyyah. Di antara isi perjanjian tersebut adalah:
Kaum muslimin harus kembali ke Madinah membatalkan urnroh mereka saat itu dan menggantinya pada tahun berikutnya.
Terjadi gencatan senjata antara kaum muslimin dengan kaum musyrikin selama sepuluh tahun terhitung sejak terjadinya perjanjian ini
Jika ada penduduk Makkah yang datang ke Madinah menyatakan keislamannya maka hams dikembalikan ke Makkah oleh kaum muslimin
Jika ada penduduk Madinah yang datang ke Makkah memihak Quraisy maka kaum musyrikin tidak berkewajiban mengembalikan mereka ke Madinah.
Para sahabat secara umum sangat marah dan tidak setuju terhadap isi perjanjian tersebut, karena mereka melihat bahwa perjanjian tersebut sangat merugikan kaum muslimin dan menguntungkan kaum musyrikin, sampai-sampai ketika Rasulullah memerintahkan para sahabat agar menyembelih binatang-binatang kurban mereka dan mencukur sampai bersih rambut-rambut mereka, tidak satupun dari mereka yang melakukannya, hingga ketika Rasulullah mengulang perintah tersebut sampai tiga kali, tetapi mereka tidak juga melakukannya. Maka pergilah Rasulullah mendatangi Ummu Salamah dan mengeluh karena para sahabat tidak mau melaksanakan perintahnya untuk menyembelih binatang kurban dan menggundul rambut mereka. Maka berkatalah Ummu Salamah: “Wahai Nabiyullah! Jika engkau menghendaki mereka melakukannya maka keluarlah engkau kepada mereka, janganlah engkau berbicara dengan seorangpun diantara mereka sampai Engkau menyembelih sendiri binatang sembelihanmu dan engkau gundul rambutmu!”. Maka beranjaklah Rasulullah menyembelih binatang sembelihannya dan menggundul rambutnya, ketika para sahabat melihat hal itu maka beranjaklah para sahabat menyembelih binatang-binatang sembelihan mereka dan saling menggundul kepala mereka seakan-akan mereka saling membunuh karena sedih dengan isi perjanjian tersebut’. (Shahih Bukhari 5/391).
A1-Hafidz Ibnu Hajar berkata: “Hadits ini menunjukkan atas bolehnyabermusyawarah dengan seorang wanita yang mulia, dan menunjukkan tentang keutamaan Ummu Salamah dan kejernihan pemikirannya”, sampai-sampai Imamul Haramain berkata: “Kami tidak pemah melihat seorang wanita mengusulkan sesuatu kenludian menepati kebenaran kecuali Ummu Salamah!”. (Fathul Bari 5/409).
Peran Ummu Salamah didalam penyebaran sunnah-sunnah Rasulullah :
Ummu Salamah sangat banyak meriwayatkan hadits-hadits Rasulullah, di antara para perawi yang meriwayatkan hadits dan Ummu Salamah adalah kedua anaknya: Umar dan Zainab, Ibnu Abbas, Abu Said, Abu Hurairah, dan banyak lagi dari kalangan sahabat dan tabi’ in. Hadits-hadits yang datang dari jalan Ummu Salamah ada 378 hadits, yang terdapat dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim ada 29 hadits (Siyar A’lamin Nubala 2/210).
Wafatnya:
Ummu Salamah adalah istri Rasulullah yang meninggal paling akhir, dia diberi umur yang panjang oleh Allah sampai saat terbunuhnya Husain pada tahun 61 Hijriyyah. Beliau pingsan ketika mendengar berita terbunuhnya Husain dan sangat bersedih, tidak lama kemudian dia meninggal. Dia meninggal dalam usia 90 tahun dan dimakamkan di pekuburan . Semoga Allah meridhoinya dan menempatkannya dalam keluasan jannahNya.
========================================================================
Rujukan:
1.Thobaqoh Kubro oleh Ibnu Sa’d (8/86-96), Siyar A’lamin Nubala oleh Adz-Dzahabi (2/201-210), Al-Ishobah oleh Ibnu Hajar (8/150-152), Al-Isti’ab oleh Ibnu Abdil Barr (4/1920-1921).

2.Artikel : Ummu Salamah
Disusun oleh: Abu Aisyah
Sumber : Majalah Al Furqon, Edisi 3 Tahun 1424. Halaman 47-48

3.http://alummah.or.id/fiqh-dan-muamalah/kisah-islam-8

Selasa, 11 Februari 2014

Biografi Syeikh Ibrahim al-Bajuri

Bismillahirrohmaanirrohim

Nama al-Bajuri merupakan nama yang tak asing lagi di kalangan para pelajar Mazhab Syafii. Hal ini karena salah satu kitab fiqih yang menjadi kurikulum menengah adalah Hasyiah al-Bajuri syarah dari Matan Ghayah wa Taqrib. Di Dayah Salafiyah di Aceh khususnya, kitab ini biasanya di pelajari di pada kelas 2. Bagaimana lengkapnya profil Syeikh Ibrahim al-Bajuri ini. Untuk lebih lengkapnya simak di bawah ini.

Nama beliau adalah Burhanuddin Ibrahim al-Bajuri bin Syeikh Muhammad al-Jizawi bin Ahmad. Beliau di lahirkan di desa Bajur dari propinsi al-Munufiya Mesir tepat pada tahun 1198 H/1783 M. Sejak kecil beliau telah hidup dalam kalangan orang shaleh karena orang tua beliau juga merupakan seorang ulama yang alim dan shaleh.

Tahun 1212 H beliau berangkat ke al-Azhar untuk mengambil ilmu dari para syeikh-syeikh di Universitas tertua tersebut. Pada tahun 1213 H/1798 M Perancis telah menduduki Mesir sehingga membuat beliau keluar dari al-Azhar dan tinggal di Jizah selama beberapa tahun, dan akhirnya kembali lagi ke al-Azhar pada tahun 1216 H ( 1801 M ) setelah Perancis keluar dari Mesir.

Diantara guru-guru beliau di al-Azhar adalah :
al-Allamah Syeikh Muhammad al-Amir al-Kabir al-Maliki, beliau seorang ulama terkenal di mesir, seluruh ulama mesir ketika itu mengambil ijazah dan sanad kepada beliau, dari beliau, Syeikh al-Bajuri mendapat ijazah seluruh yang ada dalam kitab tsabat beliau.
al-Allamah Abdullah asy-Syarqawi, beliau merupakan ulama yang alim dan terkenal di Mesir dan di dunia islam, karangannya yang banyak membuat nama beliau meroket di seantero dunia, terlebih lagi beliau mendapat jabatan memimpin al-Azhar dan menjadi Syeikhul Azhar (kedudukan yang tertinggi di al-Azhar ). Di antara karangan beliau yang terkenal dan di pakai di Pesantren adalah Hasyiah Syarqawi `ala Tahrir, Hasyiah Syarqawi `ala Hudhudi dan Hasyiah `ala Hikam.
Syeikh Daud al-Qal`i, beliau merupakan ulama yang bijak dan arif.
Syeikh Muhammad al-Fadhali, beliau seorang ulama al-Azhar yang alim dan sangat mempengaruhi jiwa Syeiikh Ibrahim al-Bajuri.
Syeikh al-Hasan al-Quwisni, beliau adalah seorang ulama yang hebat sehingga di beri tugas untuk menduduki kursi kepemimpinan al-Azhar dan dilantik menjadi Syeikhul azhar pada masanya.Beliau memiliki semangat yang besar dalam belajar dan mengajar. Beliau menghabiskan waktu dari pagi hari hingga waktu isya malam hanya bersama pelajar mengajar mereka dan menulis kitab. Setelah itupun beliau masih menyempatkan untuk membaca al-quran dengan suara beliau yang merdu sehingga banyak orang yang datang untuk mendengarkannya.
Karangan Imam Ibrahim Al-Bajuri
Dalam masa yang begitu muda beliau telah mampu menghasilkan beberapa buah karya yang begitu bernilai, hal ini tentu saja disebabkan kepintaran dan keberkatan ilmu beliau, diantara kitab - kitab yang beliau karang adalah :
asyiyah Ala Risalah Syeikh al-Fadhali, merupakan ulasan dan penjelasan makna " La Ilaha Illa Allah ", kitab ini merupakan kitab yang pertama sekali beliau karang, ketika itu umur beliau sekitar dua puluh empat tahun.
Hasyiyah Tahqiqi al-Maqam `Ala Risalati Kifayati al-`Awam Fima Yajibu Fi Ilmi al-Kalam, kitab ini selesai pada tahun 1223 H.
Fathu al-Qaril al-Majid Syarh Bidayatu al-Murid, selesai di karang pada tahun 1224 H.
Hasyiyah Ala Maulid Musthafa Libni Hajar, selesai pada tahun 1225 H.
Hasyiyah `Ala Mukhtasor as-Sanusi (ummul Barahain) , selesai pada taun 1225 H.
Hasyiyah `Ala Matni as-Sanusiyah fil mantiq, selesai pada tahun1227 H.
Hasyiah `ala Matn Sulama fil mantiq
Hasyiah `ala Syarh Sa`ad lil aqaid an-Nasafiyah
Tuhfatu al-Murid `Ala Syarhi Jauharatu at-Tauhid Li al-Laqqani, selesai pada tahun 1234 H.
 Tuhfatu al-Khairiyah `Ala al-Fawaidu asy-Syansyuriyah Syarah al-Manzhumati ar-Rahabiyyah Fi al-Mawarits, selesai pada tahun 1236 H.
ad-Duraru al-Hisan `Ala Fathi ar-Rahman Fima Yahshilu Bihi al-Islam Wa al-Iman, selesai pada tahun 1238 H.
Hasyiyah `Ala Syarhi Ibni al-Qasim al-Ghazzi `Ala Matni asy-Syuja`i, selesai di tulis pada tahun 1258 hijriyah, kitab ini merupakan kitab yang di pelajari di al-Azhar Syarif dan seluruh pesantren di Nusantara sampai sekarang. Kitab ini beliau tulis di Makkah tepat di hadapan Ka`bah dan sebagiannya di Madinah tepat di samping mimbar Rasulullah dalam masjid Nabawi.
Fathul Qarib Majid `ala Syarh Bidayah Murid fi ilmi Tauhid, selesai beliau karang tahun 1222 H
Manh al-Fattah `ala Dhau’ al-Mishabah fin Nikah
Hasyiah `ala Manhaj, tidak sempat beliau sempurnakan
Hasyiah `ala Mawahib Laduniyah `ala Syamail Muhammadiyah Imam Turmuzi
Tuhfatul Basyar, ta`liqat `ala Maulid Ibnu Hajar al-Haitami
Ta`liqat `ala tafsir al-Kisyaf
Hasyiah `ala Qashidah Burdah
Hasyiah `ala Qashidah Banat Sa`ad bagi Ka`ab bin Zuhair
Hasyiah `ala Matn Samarqandiyah fi ilmi Bayan
Fathul Khabir Lathif fi ilmi Tashrif
Durar Hisan `ala fath Rahman fima Yahshulu bihi Islam wal Iman
Hasyiah `ala maulid ad-dardir
Risalah fi ilmi Tauhid yang kemudian di syarah oleh ulama Nusantara, Syeikh nawawi al-bantani dengan nama kitab beliau Tijan ad-dadari.
Hasyiah `ala Qashidah Burdah lil Bushiry
dll

Menjadi Grand Syeikh Al-Azhar
Setelah Imam al-Bajuri mendapatkan ilmu yang banyak dari para gurunya pada akhirnya beliau diangkat menjadi seorang tenaga pendidik di al-Azhar asy-Syarif, dengan tekun dan keikhlasan beliau memulai kehidupannya dengan mengajar dan belajar, hingga pada akhirnya beliau mendapat posisi yang tinggi di al-Azhar, pada tahun 1263 H/1847 M beliau diangkat menjadi Syeikhul al-Azhar ke Sembilan belas menggantikan Syaikh Ahmad al-Shafti yang telah meninggal. Pada saat itu pemimpin Mesir Abbas I beberapa kali mengikuti pengajian beliau di al-Azhar dan mencium tangan beliau.

Di zaman pemerintahan Said Pasha, Syaikh Ibrahim al-Bajuri jatuh sakit. Beliau kerepotan mengurus al-Azhar. Kemudian beliau mewakilkan urusan administrasi al-Azhar kepada empat orang, yaitu Syaikh Ahmad al-adawi, Syaikh Ismail al-halabi, Syaikh Khalifah al-Fasyni dan Syaikh Musthafa al-Shawi. Empat orang syaikh tersebut kemudian mengangkat seorang ketua yaitu Syaikh Musthafa al-Arusi. Al-Azhar tidak mengangkat Syeikh Al-azhar lain sehingga beliau wafat.

Setelah menebarkan ilmunya kepada generasi selanjutnya, akhirnya Imam Ibrahim al-Bajuri menghembuskan nafas terakhirnya meninggalkan dunia yang fana menghadap Allah s.w.t. dengan tenang dan ridha. beliau meninggal duani pada hari kamis tanggal 28 dzulqa`idah tahun 1276 H bertepatan pada 19 juli 1860 M, beribu pelayat hadir untuk menyalatkan Imam besar Ibrahim al-Bajuri, beliau di shalatkan di Masjid al-Azhar asy-Syarif dan di kuburkan di kawasan Qurafah al-Kubra masyhur dengan sebutan al-Mujawarin.

Pemegang teguh Aqidah Asya`irah
Pada masa hidupnya Syeikh Bajuri mazhab `Asy`ari berkembang begitu pesat, tidak berbeda dengan masa masa pemerintahan Mamalik yang menebarkan manhaj `Asy`ariyyah, begitu juga pada masa al-Ayyubiyyah dari masa pemerintahan Salahuddin al-Ayyubi sampai hilangnya al-Ayyubiyyah dan bertukar menjadi pemerintahan Mamalik.
Mazhab `Asya`irah merupakan mazhab ahlussunnah yang berkembang dari negeri barat didaerah Maroko sampai negeri Indonesia, pada masa Ibrahim al-Bajuri sudah mulai terdengar dan hidup mazhab yang berbeda dari mazhab ahlussunnah Wal Jama`ah, yaitu mazhab Wahabi di bahagian timur negeri Hijaz, ketika itu mereka belum dapat menguasai semenanjung Arab, aqidah mereka sangat bertentangan dengan mazhab Ahlusunnah Wal Jama`ah ang di bawa oleh ulama-ulama terdahulu, mereka berpendapat ulama-ulama Ahlussunnah yang bermanhaj `Asya`irah adalah sesat lagi menyesatkan dan mesti dibasmi habis, tetapi wazhab wahabi ketika itu belum bisa berkembang di sebabkan adanya kekhalifahan Utsmaniyah yang menjaga mazhab ahlussunnah Wal Jama`ah al-`Asya`irah.

Diantara hasil tulisan Imam al-Bajuri yang membicarakan tentang tauhid didalam minhaj al-`Asy`ariyah adalah :


Hasyiyah Kifayatu al-`Awam yang di beri nama Tahqiqul al-Maqam, kitab Kifayatu al-`Awam merupakan karangan guru Imam al-Bajuri yaitu Syeikh Muhammad al-Fadhali, kitab ini di pelajari oleh pelajar-pelajar al-Azhar dan di pondok-pondok pesantren dan dayah-dayah di Nusantara. Kitab ini menjelaskan sifat dua puluh yang wajib bagi Allah, dua puluh sifat yang mustahil bagi Allah, dan satu sifat yang boleh bagi Allah, kemudian di terangkan sifat-sifat yang wajib, mustahil dan boleh bagi para Rasul-Rasul Allah, kitab ini sangat bagus sekali di pelajari bagi pelajar ilmu tauhid tingkat pemula.
al-Fathu al-Qarib Majid Syarah Bidayat al-Murid, kitab ini adalah karangan al-Imam as-Siba`i, didalamnya memuat tauhid aqidah al-`Asya`irah, Imam Ibrahim mencoba mensyarah dan menjelaskan isi kitab ini agar mudah di fahami oleh para pelajar.
Hasyiyah `Ala Matni as-Sanusiyah, kitab Matan as-Sanusiyah di karang oleh Imam Sanusi, seorang ulama mazhab Maliki yang teguh berpegang kepada mazhab Asy`ari dalam aqidah. Beliau mengarang tiga kita tauhid yang terkenal : shughra yang di kenal dengan nama ummul Barahain, wushta (kemudian beliau syarah sendiri) dan kubra. Matan Sanusi yang di syarah oleh Imam Ibrahim al-Bajuri adalah Shughra yang juga banyak di syarah oleh ulama lain, seperti al-Hudhudi (kemudian di beri hasyiah oleh Syeikh Abdullah Syarqawi dan menjadi kitab pelajaran aqidah di Dayah di Aceh setelah mengkhatamkan kitab Syeikh al-Bajuri, Hasyiah Kifayatul Awam). Kitab Matn as-Sanusi ini menjadi bahan pelajaran kelas pemula di berbagai lembaga pendidikan Ahlussunnah Wal Jama`ah, baik di negeri arab maupun di Indonesia, Malaysia dan Tailand.
Tuhfatu al-Murid `Ala Syarah Jauharatu at-Tauhid, kitab ini merupakan Syarah dari matan manzhumah Jauharatu at-Tauhid yang sangat terkenal di kalangan para penuntut ilmu agama, hasil karya Syeikh Ibrahim al-Laqqani, beliau merupakan seorang ahli didalam ilmu hadis dan tauhid, kitab ini memuat sebanyak 144 bait sya`ir, banyak dikalangan ulama yang telah mensyarahkan kitab ini diantaranya Imam al-Bajuri.

Imam al-Bajuri mencoba menumpukan segala kemampuannya dan keahliannya untuk mensyarahkan kitab ini, dengan cara mengulas dan memutuskan mana yang tepat dan rajih dikalangan ulama Ahlussunnah, beliau juga mengisinya dengan dalil naqal dan akal, kemudian beliau juga menyebutkan perbedaan pendapat diantara `Asya`irah dan Maturidiyyah didalam sebahagian permasalahan.

Dari keempat kitab Imam Ibrahim al-Bajuri didalam ilmu tauhid dapat kita simpulkan bahwa beliau seorang ulama `Asya`irah yang kuat dan memiliki peranan dalam mengembangkan mazhab `Asyairah, keahlian beliau bukan saja didalam tauhid bahkan didalam segala disiplin ilmu agama seperti Fiqih, Tafsir, Hadis, Bayan, Mantiq, Fara`idh dan lain-lainnya.

Disebutkan dalam manaqibnya, Syeikh Ibrahim Al-Bajuri adalah seorang ulama yang amat mencintai dzurriyah Rasul SAW. Ia rajin mengunjungi dan berziarah kepada para ahli bait, baik yang masih hidup mau­pun yang sudah wafat. Salah satu bukti kecintaannya itu bisa kita lihat pada ba­gian akhir dari salah satu karyanya, Ha­syiyah ‘Ala Syarh Ibn Qasim. Al-Bajuri menampakkan kecintaannya dan semangatnya bertabarruk dengan ahlul bayt Nabi SAW dan ulama salaf shalih, khususnya Sayyid Ahmad Al-Badawi.
Dalam kitab karyanya tersebut, secara khusus ia menyarankan kepada siapa pun yang mengkhatamkan kitab tersebut itu untuk membacakan hadiah Fatihah bagi Sayyid Ahmad Al-Badawi karena beliau mengkhatamkan penulisan kitab tersebut tepatnya pada hari haul maulid Sayyidi Ahmad al-Badawi.
MUDI Mesjid Raya, Samalanga, 11 February, 2014 M

Rujukan :
1. http://dar-alifta.org/ViewScientist.aspx?ID=37&LangID=1
2.http://lbm.mudimesra.com/2014/02/syeikh-ibrahim-al-bajuri.html

Rabu, 13 November 2013

Raja Saudi Keturunan Yahudi

Bismillahirrohmaanirrohim
Sejumlah kesaksian yang meyakinkan bahawa, keluarga Saud merupakan keturunan Yahudi dapat dibuktikan dengan fakta-fakta berikut:
Pada tahun 1960-an, pemancar radio ‘Sawtul Arab’ di Kaherah, Mesir dan pemancar radio di San’a, Yaman, membuktikan bahawa nenek moyang keluarga Saud adalah dari keturunan Yahudi. Bahkan Raja Faisal tidak boleh menyanggah kenyataan itu ketika memberitahu kepada ‘The Washington Post’ pada tanggal 17 Sept 1969 dengan menyatakan bahawa, “kami (keluarga Saud) adalah keluarga Yahudi. Kami sepenuhnya tidak setuju dengan setiap penguasa Arab atau Islam yang memperlihatkan permusuhan kepada Yahudi, sebaliknya kita harus tinggal bersama mereka dengan damai. Negeri kami, Saudi Arabia adalah merupakan sumber awal Yahudi dan nenek moyangnya, lalu menyebar keseluruh dunia”.
Pernyataan ini keluar dari lisan Raja Faisal As-Saud bin Abdul Aziz. Hafez Wahabi, penasihat Hukum Keluarga Kerajaan Saudi menyebutkan didalam bukunya yang berjudul ‘Semenanjung Arabia’ bahawa Raja Abdul Aziz yang mati pada tahun 1953 mengatakan : “ pesan kami (pesan Saudi) dalam menghadapi oposisi (pihak lawan) dari suku-suku Arab, datukku, Saud Awal menceritakan saat menawan sejumlah Sheikh dari suku Mathir dan ketika kelompok lain dari suku yang sama datang untuk meminta membebaskan semua tawanannya. Saud Awal memberikan perintah kepada orang-orangnya untuk memenggal kepala semua tawanannya, kemudian memalukan mereka dan menurunkan nyali para penengah (orang yang ingin membuat rundingan) dengan cara mengundang mereka ke jamuan makan. Makanan yang disediakan adalah daging manusia yang sudah dimasak, potongan kepala tawanan diletakkan diatas piring”.
Para penengah menjadi terkejut dan menolak untuk makan daging saudara mereka sendiri. Kerana mereka menolak untuk memakannya, Saud Awal memerintahkan memenggal kepala mereka juga. Itulah kejahatan yang sangat mengerikan yang dilakukan oleh orang yang mengaku dirinya sendiri sebagai raja kepada rakyat yang tidak berdosa kerana kesalahan mereka menentang terhadap kebengisannya dan memerintah dengan sewenang-wenangnya.
Hafez Wahabi selanjutnya menyatakan bahawa, berkaitan dengan kisah berdarah nyata yang menimpa Sheikh suku Mathir dan sekelompok suku Mathir yang mengunjunginya dalam rangka meminta pembebasan pimpinan mereka yang menjadi tawanan Raja Abdul Aziz As-Saud, iaitu Faisal Ad-Darwis. Diceritakan kisah (pembunuhan Ad-Darwis) itu kepada utusan suku Mathir dengan maksud untuk mencegah mereka untuk tidak meminta pembebasan pimpinan mereka. Jika tidak, akan diperlakukan sama. Dia bunuh Sheikh Faisal Darwis dan darahnya dipakai untuk berwudhu’ sebelum dia solat.
Kesalahan Faisal Darwis waktu itu hanya kerana dia mengkritik Raja Abdul Aziz As-Saud. Ketika Raja menandatangani dokumen yang disiapkan pengusa Inggeris pada tahun 1922 sebagai penyataan memberikan Palestin kepada Yahudi. Tandatangannya dibubuhkan dalam sebuah konferensi di Al-Qir tahun 1922.
Sistem regim keluarga Yahudi (keluarga Saud) dulu dan sekarang masih tetap sama. Tujuannya untuk merampas kekayaan Negara, merompak, memalsukan, melakukan semua jenis kekejaman, ketidak adilan, serangan dan penghinaan, yang kesemuanya itu dilakukan sesuai dengan ajaran kelompok Wahabi yang membolehkan memenggal kepala orang yang menentang ajarannya.
Sikap apatis Negara-negara Arab seperti Mesir, Yordania, khususnya Arab Saudi, mengundang kecurigaan umat Islam. Bagimana mungkin mereka bungkam menyaksikan pembantaian saudara Muslim yang berlangsung di depan matanya, dilakukan oleh musuh abadi zionis Israel la’natullah? Penelitian dan Penelusuran seorang Mohammad Shakher, yang akhirnya dibunuh oleh rezim Saudi karena temuannya yang menggemparkan, agaknya menuntun kita menemukan jawabnya.
Shakher menulis buku berjudul ‘Ali Saud min Aina wa Ila Aina?’ membongkar apa di balik bungkamnya penguasa Khadimul Haramaian setiapkali berhadapan dengan konflik Palestina-Israel. Buku ini juga menemukan fakta baru, mengenai asal muasal Dinasti Saudi. Bagaimanakah runut garis genealoginya? Benarkah mereka berasal dari trah Anza Bin Wael, keturunan Yahudi militan?
Informasi buku ini mencekam sekaligus mencengangkan. Sulit dipercaya, sebuah dinasti yang bernaung di bawah kerajaan Islam Saudiyah bisa melakukan kebiadaban iblis dengan melakukan pembakaran masjid sekaligus membunuh jamaah shalat yang berada di dalamnya. Jika isi buku yang terbit 3 Rabi’ul Awal 1401 H (1981 M) ini ‘terpaksa’ dipercaya, karena faktanya yang jelas, maka kejahatan Kerajaan Saudi Arabia terhadap kabilah Arab dahulu, persis seperti kebuasan zionis Israel membantai rakyat Muslim di Jalur Gaza.
Melacak Asal Dinasti Saudi Dalam silsilah resmi kerajaan Saudi Arabia disebutkan, bahwa Dinasti Saudi Arabia bermula sejak abad ke dua belas Hijriyah atau abad ke delapan belas Masehi. Ketika itu, di jantung Jazirah Arabia, tepatnya di wilayah Najd yang secara historis sangat terkenal, lahirlah Negara Saudi yang pertama yang didirikan oleh Imam Muhammad bin Saud di “Ad-Dir’iyah”, terletak di sebelah barat laut kota Riyadh pada tahun 1175 H./1744 M., dan meliputi hampir sebagian besar wilayah Jazirah Arabia.
Negara ini mengaku memikul tanggung jawab dakwah menuju kemurnian Tauhid kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala, mencegah prilaku bid’ah dan khurafat, kembali kepada ajaran para Salafus Shalih dan berpegang teguh kepada dasar-dasar agama Islam yang lurus. Periode awal Negara Saudi Arabia ini berakhir pada tahun 1233 H./1818 M.
Periode kedua dimulai ketika Imam Faisal bin Turki mendirikan Negara Saudi kedua pada tahun 1240 H./1824 M. Periode ini berlangsung hingga tahun 1309 H/1891 M. Pada tahun 1319 H/1902 M, Raja Abdul Aziz berhasil mengembalikan kejayaan kerajaan para pendahulunya, ketika beliau merebut kembali kota Riyad yang merupakan ibukota bersejarah kerajaan ini.
Semenjak itulah Raja Abdul Aziz mulai bekerja dan membangun serta mewujudkan kesatuan sebuah wilayah terbesar dalam sejarah Arab modern, yaitu ketika berhasil mengembalikan suasana keamanan dan ketenteraman ke bagian terbesar wilayah Jazirah Arabia, serta menyatukan seluruh wilayahnya yang luas ke dalam sebuah negara modern yang kuat yang dikenal dengan nama Kerajaan Saudi Arabia. Penyatuan dengan nama ini, yang dideklarasikan pada tahun 1351 H/1932 M, merupakan dimulainya fase baru sejarah Arab modern.
Raja Abdul Aziz Al-Saud pada saat itu menegaskan kembali komitmen para pendahulunya, raja-raja dinasti Saud, untuk selalu berpegang teguh pada prinsip-prinsip Syariah Islam, menebar keamanan dan ketenteraman ke seluruh penjuru negeri kerajaan yang sangat luas, mengamankan perjalanan haji ke Baitullah, memberikan perhatian kepada ilmu dan para ulama, dan membangun hubungan luar negeri untuk merealisasikan tujuan-tujuan solidaritas Islam dan memperkuat tali persaudaraan di antara seluruh bangsa arab dan kaum Muslimin serta sikap saling memahami dan menghormati dengan seluruh masyarakat dunia.
Di atas prinsip inilah, para putra beliau sesudahnya mengikuti jejak-langkahnya dalam memimpin Kerajaan Saudi Arabia. Mereka adalah: Raja Saud, Raja Faisal, Raja Khalid, Raja Fahd, dan Pelayan Dua Kota Suci Raja Abdullah bin Abdul Aziz.
Dinasti Sa’udi Trah Yahudi
Namun, di masa yang jauh sebelumnya, di Najd tahun 851 H. Sekumpulan pria dari Bani Al Masalikh, yaitu trah dari Kaum Anza, yang membentuk sebuah kelompok dagang (korporasi) yang bergerak di bidang bisnis gandum dan jagung dan bahan makananan lain dari Irak, dan membawanya kembali ke Najd. Direktur korporasi ini bernama Sahmi bin Hathlool. Kelompok dagang ini melakukan aktifitas bisnis mereka sampai ke Basra, di sana mereka berjumpa dengan seorang pedagang gandum Yahudi bernama Mordakhai bin Ibrahim bin Moshe,
Ketika sedang terjadi proses tawar menawar, Si Yahudi itu bertanya kepada kafilah dagang itu. “Dari manakah anda berasal?” Mereka menjawab, ”Dari Kaum Anza, kami adalah keluarga Bani Al-Masalikh.” Setelah mendengar nama itu, orang Yahudi itu menjadi gembira, dan mengaku bahwa dirinya juga berasal dari kaum keluarga yang sama, tetapi terpaksa tinggal di Bashra, Irak. Karena persengketaan keluarga antara bapaknya dan ahli keluarga kaum Anza.
Setelah itu, Mordakhai kemudian menyuruh budaknya untuk menaikkan keranjang-keranjang berisi gandum, kurma dan makanan lain ke atas pundak unta-unta milik kabilah itu. Hal ini adalah sebuah ungkapan penghormatan bagi para saudagar Bani Al Masalikh itu, dan menunjukkan kegembiraannya karena berjumpa saudara tuanya di Irak. Bagi pedagang Yahudi itu, para kafilah dagang merupakan sumber pendapatan, dan relasi bisnis. Mardakhai adalah saudagar kaya raya yang sejatinya adalah keturunan Yahudi yang bersembunyi di balik roman wajah Arab dari kabilah Al-Masalikh.
Ketika rombongan itu hendak bertolak ke Najd, saudagar Yahudi itu minta diizinkan untuk ikut bersama mereka, kerana sudah lama dia ingin pergi ke tanah asal mereka Najd. Setelah mendengar permintaan lelaki Yahudi itu, kafilah dagang suku Anza itu pun amat berbesar hati dan menyambutnya dengan gembira.
Pedagang Yahudi yang sedang taqiyyah alias nyamar itu tiba di Najd dengan pedati-pedatinya. Di Najd, dia mulai melancarkan aksi propaganda tentang sejatinya siapa dirinya melalui sahabat-sahabat, kolega dagang dan teman barunya dari keturunan Bani Al-Masalikh tadi. Setelah itu, disekitar Mordakhai, berkumpullah para pendukung dan penduduk Najd. Tetapi tanpa disangka, dia berhadapan dengan seorang ulama yang menentang doktrin dan fahamnya. Dialah Syaikh Shaleh Salman Abdullah Al-Tamimi, seorang ulama kharimatik dari distrik Al-Qasem. Daerah-daerah yang menjadi lokasi disseminasi dakwahnya sepanjang distrik Najd, Yaman, dan Hijaz.
Oleh karena suatu alasan tertentu, si Yahudi Mordakhai itu -yang menurunkan Keluarga Saud itu- berpindah dari Al Qasem ke Al Ihsa. Di sana, dia merubah namanya dari Mordakhai menjadi Markhan bin Ibrahim Musa. Kemudian dia pindah dan menitip di sebuah tempat bernama Dir’iya yang berdekatan dengan Al-Qateef. Di sana, dia memaklumatkan propaganda dustanya, bahwa perisai Nabi Saw telah direbut sebagai barang rampasan oleh seorang pagan (musyrikin) pada waktu Perang Uhud antara Arab Musyrikin dan Kaum Muslimin. Katanya, “Perisai itu telah dijual oleh Arab musyrikin kepada kabilah kaum Yahudi bernama Banu Qunaiqa’ yang menyimpannya sebagai harta karun.”
Selanjutnya dia mengukuhkan lagi posisinya di kalangan Arab Badwi melalui cerita-cerita dusta yang menyatakan bagaimana Kaum Yahudi di Tanah Arab sangat berpengaruh dan berhak mendapatkan penghormatan tinggi Akhirnya, dia diberi suatu rumah untuk menetap di Dlir’iya, yang berdekatan Al-Qatef. Dia berkeinginan mengembangkan daerah ini sebagai pusat Teluk Persia. Dia kemudian mendapatkan ide untuk menjadikannya sebagai tapak atau batu loncatan guna mendirikan kerajaan Yahudi di tanah Arab. Untuk memuluskan cita-citanya itu, dia mendekati kaum Arab Badwi untuk menguatkan posisinya, kemudian secara perlahan, dia mensohorkan dirinya sebagai raja kepada mereka.
Kabilah Ajaman dan Kabilah Bani Khaled, yang merupakan penduduk asli Dlir’iya menjadi risau akan sepak terjang dan rencana busuk keturunan Yahudi itu. Mereka berencana menantang untuk berdebat dan bahkan ingin mengakhiri hidupnya. Mereka menangkap saudagar Yahudi itu dan menawannya, namun berhasil meloloskan diri.
Saudagar keturunan Yahudi bernama Mordakhai itu mencari suaka di sebuah ladang bernama Al-Malibed Gushaiba yang berdekatan dengan Al Arid, sekarang bernama Riyadh. Disana dia meminta suaka kepada pemilik kebun tersebut untuk menyembunyikan dan melindunginya. Tuan kebun itu sangat simpati lalu memberikannya tempat untuk berlindung. Tetapi tidak sampai sebulan tinggal di rumah pemilik kebun, kemudian Yahudi itu secara biadab membantai tuan pelindungnya bersama seluruh keluarganya.
Sungguh bengis, air susu dibalas dengan air aki campur tuba. Mordakhai memang pandai beralibi, dia katakan bahwa mereka semua telah dibunuh oleh pencuri yang menggarong rumahnya. Dia juga berpura-pura bahwa dia telah membeli kebun tersebut dari tuan tanah sebelum terjadinya pembantaian tersebut. Setelah merampas tanah tersebut, dia menamakannya Al-Dlir’iya, sebuah nama yang sama dengan tempat darimana ia terusir dan sudah ditinggalkannya.
Keturunan Yahudi bernama Mordakhai itu dengan cepat mendirikan sebuah markas dan ajang rendezvous bernama “Madaffa” di atas tanah yang dirampasnya itu. Di markas ini dia mengumpulkan para pendekar dan jawara propaganda (kaum munafik) yang selanjutnya mereka menjadi ujung tombak propaganda dustanya. Mereka mengatakan bahwa Mordakhai adalah Syaikh-nya orang-orang keturunan Arab yang disegani. Dia menabuh genderang perang terhadap Syaiikh Shaleh Salman Abdulla Al-Tamimi, musuh tradisinya. Akhirnya, Syeikh Shaleh Salman terbunuh di tangan anak buah Mordakhai di Masjid Al-Zalafi.
Mordakhai berhasil dan puas hati dengan aksi-aksinya. Dia berhasil menjadikan Dlir’iya sebagai pusat kekuasaannya. Di tempat ini, dia mengamalkan poligami, mengawini puluhan gadis, melahirkan banyak anak yang kemudian dia beri nama dengan nama-nama Arab.
Walhasil, kaum kerabatnya semakin bertambah dan berhasil menghegemoni daerah Dlir’iya di bawah bendera Dinasti Saud. Mereka acapkali melakukan tindak kriminal, menggalang beragam konspirasi untuk menguasai semenanjung Arab. Mereka melakukan aksi perampasan dan penggarongan tanah dan ladang penduduk setempat, membunuh setiap orang yang mencoba menentang rencana jahat mereka. Dengan beragam cara dan muslihat mereka melancarkan aksinya. Memberikan suap, memberikan iming-iming wanita dan gratifikasi uang kepada para pejabat berpengaruh di kawasan itu. Bahkan, mereka “menutup mulut” dan “membelenggu tangan” para sejarawan yang mencoba menyingkap sejarah hitam dan merunut asal garis trah keturunan mereka kepada kabilah Rabi’a, Anza dan Al-Masalikh.
Sekte Wahabi
Seorang munafik jaman kiwari bernama Muhammad Amin Al-Tamimi – Direktur/Manager Perpustakaan Kontemporer Kerajaan Saudi, menyusun garis keturunan (Family Tree) untuk Keluarga Yahudi ini (Keluarga Saudi), menghubungkan garis keturunan mereka kepada Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam. Sebagai imbalan pekerjaannnya itu, ia menerima imbalan sebesar 35.000 (Tiga Puluh Lima Ribu) Pound Mesir dari Duta Besar Saudi Arabia di Kairo pada tahun 1362 H atau 1943 M. Nama Duta Besar Saudi Arabia itu adalah Ibrahim Al-Fadel.
Seperti disebutkan di atas, Yahudi nenek moyang Keluarga Saudi (Mordakhai), yang berpoligami dengan wanita-wanita Arab melahirkan banyak anak, saat ini pola poligami Mordakhai dilanjutkan oleh keturunannya, dan mereka bertaut kepada warisan perkimpoian itu.
Salah seorang anak Mordakhai bernama Al-Maqaran, (Yahudi: Mack-Ren) mempunyai anak bernama Muhammad, dan anak yang lainnya bernama Sa’ud, dari keturunan Sa’ud inilah Dinasti Saudi saat ini berasal.
Keturunan Saud (Keluarga Saud) memulai melakukan kampanye pembunuhan pimpinan terkemuka suku-suku Arab dengan dalih mereka murtad, mengkhianati agama Islam, meninggalkan ajaran-ajaran Al-Quran, dan keluarga Saud membantai mereka atas nama Islam.
Rakyat yang mencoba bersuara memprotes lawatan sang puteri yang jelas-jelas menghamburkan uang Negara ini akan di tembak mati dan dipenggal kepalanya.
Di dalam buku sejarah Keluarga Saudi halaman 98-101, penulis pribadi sejarah keluarga Saudi menyatakan bahwa Dinasti Saudi menganggap semua penduduk Najd menghina Tuhan. Oleh karena itu darah mereka halal, harta-bendanya dirampas, wanita-wanitanya dijadikan selir, tidak seorang Muslim pun yang dianggap benar, kecuali pengikut sekte Muhammad bin Abdul Wahab (yang aslinya juga keturunan Yahudi Turki).
Doktrin Wahabi memberikan otoritas kepada Keluarga Saudi untuk menghancurkan perkampungan dan penduduknya, termasuk anak-anak dan memperkosa wanitanya, menusuk perut wanita hamil, memotong tangan anak-anak, kemudian membakarnya. Selanjutnya mereka diberikan kewenangan dengan ajarannya yang kejam (brutal doctrin ) untuk merampas semua harta kekayaan milik orang yang dianggapnya telah menyimpang dari ajaran agama karena tidak mengikuti ajaran Wahabi.
Keluarga Yahudi yang jahat dan mengerikan ini melakukan segala jenis kekejaman atas nama sekte agama palsu mereka (sekte Wahhabi) yang sebenarnya diciptakan oleh seorang Yahudi untuk menaburkan benih-benih teror di dalam hati penduduk di kota-kota dan desa-desa. Pada tahun 1163 H, Dinasti Yahudi ini mengganti nama semenanjung Arabia dengan nama keluarga mereka, menjadi Saudi Arabia, seolah-olah seluruh wilayah itu milik pribadi mereka, dan penduduknya sebagai bujang atau budak mereka, bekerja keras siang dan malam untuk kesenangan tuannya, yaitu Keluarga Saudi.
Mereka dengan sepenuhnya menguasai kekayaan alam negeri itu seperti miliknya pribadi. Bila ada rakyat biasa mengemukakan penentangannya atas kekuasaan sewenang-wenang Dinasti Yahudi ini, dia akan di hukum pancung di lapangan terbuka. Seorang putri anggota keluarga kerajaan Saudi beserta rombongannya sekali tempo mengunjungi Florida, Amerika Serikat, dia menyewa 90 (sembilan pukuh) Suite rooms di Grand Hotel dengan harga $1 juta semalamnya. Rakyat yang mencoba bersuara memprotes lawatan sang puteri yang jelas-jelas menghamburkan uang Negara ini akan di tembak mati dan dipenggal kepalanya.
Raja Faisal Al-Saud tidak bisa menyanggah bahwa keluarganya adalah keluarga Yahudi ketika memberitahukan kepada The Washington Post pada tanggal 17 September 1969, dengan menyatakan bahwa: “Kami, Keluarga Saudi adalah keluarga Yahudi. Kami sepenuhnya tidak setuju dengan setiap penguasa Arab atau Islam yang memperlihatkan permusuhannya kepada Yahudi, sebaliknya kita harus tinggal bersama mereka dengan damai. Negeri kami, Saudi Arabia merupakan sumber awal Yahudi dan nenek-moyangnya, dari sana menyebar ke seluruh dunia”.
Wallahua’lam bis sowab.

Ref :
1.http://datahakekat.blogspot.com/2013/04/raja-saudi-keturunan-yahudi.html
2.http://datahakekat.blogspot.com/2013/04/dinasti-saud-dari-manakah-asalnya.html
3.https://www.dropbox.com/s/re2k0nuvqvrq27b/DINASTI%20SAUD%20-%20DARI%20MANAKAH%20ASALNYA%20MEREKA%20INI.doc

>> ABDULLAH DARI ARAB
4.http://datahakekat.blogspot.com/2013/04/abdullah-dari-arab-saudi.html


5.https://www.dropbox.com/s/ib9x7mt6xwj6d80/Abdullah%20dari%20Arab%20Saudi.doc

Rabu, 28 Agustus 2013

Khalifah Umar bin Khattab memiliki postur tinggi besar dan berwibawa

Bismillahirrohmaanirrohim

Sampul depan buku Sang Legenda Umar bin Khattab.
Sampul Republika

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh HM Rizal Fadillah

Khalifah Umar bin Khattab memiliki postur tinggi besar dan berwibawa. Suatu ketika berjalan melewati anak-anak yang sedang bermain di jalan. Melihat kedatangan Khalifah Umar mereka lari ketakutan kecuali Abdullah bin Zubair yang tetap berdiri tanpa takut sedikitpun, bahkan ia menatap wajah Umar.

Umar Bin Khattab melihat anak ini berbeda dengan teman seusianya dan mengagumi sikapnya, lalu bertanya: “ Mengapa engkau tidak lari bersama teman-temanmu?”

Abdullah bin Zubair kecil tanpa segan menjawab dengan lantang: “Wahai Amirul Mu’minin, aku tidak melakukan kejahatan apa pun mengapa harus lari? Jalan ini tidak sempit, mengapa aku harus menyingkir memberi jalan untukmu?”

Luar biasa ketegaran dan keberanian anak ini. Ia putra tokoh Islam Zubair bin Awwam dan Asma yang telah membentuk karakter cerdas dan ksatria yang penting untuk kehidupannya di kemudian hari.  

Menurut Aisyah ketika anak itu masih bayi, Rasulullah SAW mengusap anak tersebut dan memberi nama Abdullah. Ketika berusia tujuh atau delapan tahun Abdullah datang kepada Nabi untuk berbaiat. Rasulullah SAW tersenyum  saat melihat anak itu menghadap. Kemudian dia membaiat Nabi (HR Muslim).

“Mengapa harus lari?” pertanyaan yang  sekaligus menjadi jawaban bahwa dengan tidak lari dan menghindarpun toh akan selamat. Hanya orang yang berdosa dan melakukan kejahatanlah yang pantas untuk takut dan lari.

Memang kadang aneh, orang yang menyimpang dan melakukan kejahatan kadang berani menghadang tantangan dan risiko, padahal mereka berada di jalan yang tak selamat. Sementara itu orang  yang benar dan jujur justru sebaliknya malah jadi penakut. Disinilah  Abdullah bin Zubair memberi pelajaran.

Pendidikan karakter itu harus sejak dini. Yahya As kecil mendapat pendidikan dari Allah untuk dapat menyelamatkan kehidupannya sendiri. Keselamatan yang hakiki.

“Wahai Yahya ambilah Kitab dengan sungguh-sungguh. Dan Kami berikan hikmah kepadanya sejak anak-anak. Dan (Kami jadikan) rasa kasih sayang (kepada sesama), kesucian dan ketakwaan. Dan sangat berbakti kepada orangtua, tidak sombong dalam pergaulan dan tak durhaka. Keselamatan bagi dirinya saat dilahirkan, dimatikan, dan saat dibangkitkan” (QS Maryam 12-15).

Ada empat hal penting pendidikan karakter Allah SWT kepada Yahya. Pertama dasar dari nilai adalah Kitab karena celupan (sibghah) dari kepribadian yang mantap, kuat, dan berani adalah Kitab Allah. Kedua, terbangun kualitas intelektual yang baik dengan ilmu pengetahuan yang luas dan memahami hikmah dari  berbagai sinyal Allah.

Ketiga, hati yang bersih dan memiliki kepekaan emosional serta empati yang tinggi terhadap berbagai penderitaan sesama. Dan keempat, berbuat baik kepada orang tua dan pergaulan sosial yang bagus dan tidak sombong.

Keempat aspek di atas telah membuat Yahya muda  tidak pernah lari dari medan juang dan tidak pernah merasa sempit jalan walaupun mesti berhadapan dengan berbagai bentuk kezaliman penguasa dan kaumnya. Ia tegar menuntaskan misi kenabiannya.

Ketika kecil kita suka mendengar kisah sikap jika dikejar oleh seekor anjing. Jika kita lari terus saat anjing mengejar kita, maka anjing itu akan semakin kencang mengejar dan mungkin cepat untuk menggigit. Dikatakan kita harus segera diam, berjongkok seperti sedang mencari batu untuk melemparnya. Niscaya anjing itu akan berhenti mengejar. Meski hal itu tergantung pada keadaannya, namun mungkin ada benarnya. Anjing akan berhenti jika dia tahu sasarannya melawan dan berani.

Di tengah arus zaman yang keras seperti sekarang dimana kemaksiatan mengepung diri dan anak-anak kita, nilai-nilai moral mulai tergerus oleh budaya barat yang hedonis, kerakusan yang memangsa korban siapa saja termasuk saudara dan anggota keluarga sendiri, mistik-mistik yang berkembang membarengi  jiwa frustrasi yang tidak mampu berkompetisi, maka tidak ada jalan lain selain dengan gigih kita harus menanamkan jiwa perlawanan, keberanian, dan harga diri pada anak anak dan pelanjut generasi.

Membesarkan jiwa  mereka untuk mencapai keberhasilan di masa depan. Memberi gambaran bahwa lapangan kehidupan itu luas dengan rezeki yang Allah tebarkan dimana-mana. Jalan itu tidak sempit anakku, mengapa harus menyingkir? Sepanjang engkau tidak melakukan kejahatan apapun, mengapa harus lari?
 



Redaktur : Heri Ruslan

Sabtu, 24 Agustus 2013

AL-FUDHAIL BIN IYADH (Seorang ‘Abid (Ahli Ibadah) Al-Haramain)

Bismillahirrohmaanirrohim

Beliau adalah seorang ulama terkemuka, zuhud, wara’, khauf (takut) dan ahli ibadah. Beliau mendapat julukan ‘Abid Al-Haramain (Hamba yang tekun beribadah di Haram Makkah dan Haram Madinah). Berkat ketekunanya menjalankan ibadah, maka beliau mampu menuturkan bahasa hikmah dan mampu menjelaskan pesan-pesan teks agama ini.

Beliau hidup semasa dengan mam Malik, Sufyan bin Uyainah dan Abdullah bin Al-Mubarak dari generasi mulia yaitu generasi Tabi’ut Tabi’in senior.

Nama Dan Kelahiran Beliau

Nama beliau: adalah Abu Ali Al-Fudhail bin Iyadh bin Mas’ud bin Bisyr At-Tamimi Al-Yarbu’i. beliau lahir di Samarqand dan tumbuh di kota Abyurd yang terletak di antara daerah Sarkhas dan Nasa. Dia menghafal atau belajar hadits di Kufah, dan kemudian pindah ke Makkah.

Sanjungan Para Ulama Terhadapnya

Ibnu Sa’ad berkata, “Al-Fudhail bin Iyadh adalah seorang yang tsiqah yang mempunyai keutamaan, ahli ibadah, wira’I dan hafal banyak hadits.”

Ibnu Hibban berkata, “Al-Fudhail tumbuh di Kufah dan banyak menghafal hadits di sana. Dia kemudian pindah ke Makkah dan tinggal menetap di dekat Masjidil Haram.

Dijalaninya kehidupan di Makkah ini dengan berjuang mencurahkan segenap kemampuannya agar tetap selalu bersikap wara’, takwa, dan menjauhi larangan-larangan Rabbnya. Dia sering menangis, menyendiri dan berpaling dari urusan duniawi sampai akhir khayatnya pada tahun 187 H.”

Adz-Dzahabi berkata, “Al-Fudhail adalah seorang yang zuhud dan termasuk ulama besar di Masjidil Haram Makkah. Dia adalah salah seorang yang tsabit (kokoh) yang disepakati ketsiqahannya (sangat terpercaya) dan keagungannya.

Oleh karena itu, tidak bisa dijadikan standar penilaian pernyataan yang diriwayatkan Ahmad bin Khutsaimah, , ia berkata, “Aku telah mendengar Quthbah bin Al-Ala’ berkata, ‘Aku tinggalkan hadits riwayat Al-Fudhail bin Iyadh karena dia riwayatkan beberapa hadits yang mencela Utsman radhiallahu ‘anhu.’”.

siapakah Quthbah dan seberapa kredibilitasnya sehingga menjarh (mencela)Al-Fudhail? Quthbah adalah seorang yang halik (orang yang rusak).”

Ibrahim bin Muhammad Asy-yafi’I berkata, “Aku telah mendengar Sufyan bin Uyainah berkata, “Al-Fudhail adalah seorang yang tsiqah (terpercaya).”

Al-Ajali berkata, “Dia seorang Kufi (dinisbatkan ke daerah Kufah) yang tsiqah, rajin mengerjakan ibadah dan seorang lelaki shalih yang tinggal di Makkah.”

Dari Ibrahim bin Syammas dari Abdullah bin Al-Mubarak, dia berkata, “Bagiku, tidak ada manusia tinggal di muka bumi yang lebih utama dari pada Al-Fudhail.”

Dari Nashr bin Al-Mughirah Al-Bukhari, dia berkata, “Aku telah mendengar Ibrahim bin Syammas mengatakan, “Manusia yang pernah aku lihat yang paling pandai dalam fikih, palin wara’ dan paling hafidz adalah Waqi’ bin Al-Jarrah, Al-Fudhail dan Abdullah bin Al-Mubarak.”

Dari Abdush Shamad Mardawaih Ash-Sha’igh, dia berkata, “Ibnul Mubarak berkata kepadaku bahwa sesungguhnya Al-Fudhail merupakan bukti kekuasaan Allah dengan dimunculkan hikmah melalui lisannya. Dia termasuk manusia yang dikaruniai manfaat atas amal-amalnya.”

Ibadah dan Rasa Takutnya Kepada Allah

Dari Ishaq bin Ibrahim Ath-Thabari, dia berkata, “Aku belum pernah melihat seseorang yang lebih takut terhadap dirinya dan tidak berharap terhadap sesuatu pada manusia selain Al-Fudhail. Ketika membaca Al-Qur’an, maka dia akan membacanya dengan lambat,

syahdu, menyentuh hati, lantang dan jelas seolah sedang berbicara kepada seseorang. Ketika membaca ayat-ayat yang menyebutkan surga, maka dia akan membacanya berulang-ulang sambil memohon kepada-Nya untuk mendapatkannya.

Al-Fudhail sering menunaikan Qiyam Al-Lail dengan duduk. Dia bentangkan tikar untuk menunaikan shalat diawal malam beberapa saat sampai datang kantuk menggelayuti matanya. Kalau sudah demikian,

maka dia lalu berbaring untuk tidur sebentar diatas tikar tersebut. tidak lama berselang, maka dia pun bangun kembali untuk menunaikan shalat sampai datang kantuk yang tidak tertahankan.

Jika sudah demikian, maka dia pun berbaring lagi untuk tidur sebentar, lalu bangun kembali untuk menunaikan shalat dan begitu seterusnya sampai datang wwaktu shubuh. Dia biasakan menunaikan ibadah semacam ini, yaitu apabila dirinya tidak kuasa menahan kantuk,

maka dia akan berbaring sebentar dan bangun lagi untuk shalat kembali. Oleh karena itu dikatakan, “Ibadah yang paling berat adalah ibadah yang seperti ini.”

Hadits riwayat Al-Fudhail adalah shahih, perkataannya benar dan dia sangat menghormati dan menjaga hadits sehingga ketika menyampaikan hadits, maka dia terlihat sangat berwibawa. Apabila aku meminta kepadanya suatu hadits, maka jiwanya akan merasa terbebani sekali untuk memberikannya.

Oleh karena itu, terkadang Al-Fudhail bin Iyadh berkata kepadaku, “Seandainya kamu meminta kepadaku beberapa dinar, maka itu akan lebih mudah bagiku untuk memberikannya dari pada kamu meminta kepadaku hadits,” kemudian aku jawab,

“Barangkali kamu memberikan kepadaku hadits-hadits yang berisi faedah-faedah yang tidak aku miliki, maka itu lebih membuatku senang daripada kamu memberikan beberapa dinar!”

Al-Fudhail lalu berkata, “Sesungguhnya kamu telah terkena fitnah. Ketahuilah, aku bersumpah demi Allah, seandainya kamu mempraktikan hadits-hadits yang telah kamu dengar dan peroleh, maka itu sudah cukup membuatmu sibuk dari yang belum kamu dengar.

Engkau telah mendengar bin Mihran berkata, “Jika dihadapanmu terdapat makanan yang ingin kamu makan, lalu kamu mengambilnya segenggam demi segenggam untuk kamu buang kebelakangmu, kapan kamu merasakan kenyang!?”

Dari Sufyan bin Uyainah, dia berkata, “Abdullah bin Al-Mubarak berkata, ‘Apabila Al-Fudhail meninggal, berarti hilanglah kesedihan.’”

Ibrahim bin Said Al-Jauhari berkata, Al-makmun berkata kepadaku, Ar-Rasyid berkata kepadaku, “edua mataku belum pernah melihat orang yang seperti Al-Fudhail bin Iyadh.

Aku pernah berkunjung kepadanya, lalu dia berkata kepadaku, ‘Kosongkan hatimu untuk sedih dan takut sampai keduanya dapat bersarang. Apabila sedih dan takut bersarang dihatimu, maka keduanya akan membentengimu dari melakukan maksiat dan menjauhkan dirimu dari api neraka.”

Ibnu Abi Umar berkata, “Aku tidak melihat seseorang yang lebih tekun beribadah setelah Al-Fudhail bin Iyadh selain Waqi’.”

Keteguhannya Mengikuti Sunnah dan Mencela Pelaku Bid’ah

Dari Abdush Shamad bin Yazid, dia berkata, “Aku telah mendengar Al-Fudhail berkata, “Barang siapa mencintai ahli bid’ah, amak Allah akan melebur amalnya sehingga amal tersebut menjadi sia-sia. Tidak itu saja, Allah juga akan mengeluarkan cahaya Islam dari dalam hatinya.”

Lebih lanjut dia berkata, “Apabila kamu sedang berjalan lalu kamu melihat orang ahli bid’ah sedang berjalan pada jalan yang sama dengan jalanmu, maka ambillah jalan yang lain.”

Al-Fudhail bin Iyadh berkata, “Amal orang yang melakukan bid’ah tidak akan diterima Allah, dan barangsiapa membantu ahli bid’ah, maka sesungguhnya ia telah membantu untuk merobohkan Islam.”

Dari Husain bin Ziyad, dia berkata, aku mendengar Al-Fudhail berkata, “Tidak ada yang perlu dikhawatirkan apabila pada diri seseorang telah terkumpul tiga hal, yaitu; 1. bukan ahli bid’ah, 2. tidak mengumpat dan mencela ulama salaf, 3. tidak bersekutu dengan penguasa.”

Dari Abdush-Shamad bin Yazid Ash-Sha’igh, dia berkata, “Pernah disebutkan nama beberapa sahabat Nabi dhadapan Al-Fudhail dan aku mendengarnya, dia lalu berkata, ‘Kalian ikutilah mereka. Sungguh, telah cukup bagi kalian Abu Bakar, Utsman, bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.”

Guru dan Murid-Murid Beliau

Guru-gurunya; Al-Hafidz mengatakan bahwa Al-Fudhail meriwayatkan dari Al-A’masy, Manshur, Ubaidillah bin Umar, Hisyam bin Hisan, Yahya bin Said Al-Anshari, Muhammad bin Ishaq,

Laits bin Abi Sulaim, Muhammad bin Ijlan, Hashin bin Abdirrahman, Sulaiman At-Tamimi, Humaid Ath-Thawil, Fathr bin Khalifah, Shafwan bin Sulaim, Ja’far bin Muhammad Ash-Shadiq, Ismail bin Abi Khalid, Bayan bin Bisyr, Ziyad bin Abi Ziyad, ‘Auf Al-A’rabi dan guru-guru yang lain.

Murid-murid beliau; orang-orang yang meriwayatkan hadits dari AL-Fudhail bin Iyadh adalah; Sufyan Ats-Tsauri yang juga termasuk gurunya, Sufyan bin Uyainah yang juga temannya,

Ibnul Mubarak, yang meninggal lebih dahulu, Yahya bin Said Al-Qaththan, Ibnu Mahdi, Husain bin Ali Al-Ja’fi, Abdurrazzaq, Ishaq bin Manshur As-Sauli, Al-Asmu’I, Ibnu Wahb Asy-Syafi’I, Marwan bin Muhammad. Dan masih banyak lagi….

Wafat Beliau

Sebagian ulama berkata, “Sewaktu kami sedang duduk bersama Al-Fudhail bin Iyadh, kami bertanya kepadanya, “Berapakah usiamu sekarang ini?” maka dia menjawab dengan syair:

Usiaku mencapai delapan puluh atau melebihi
Lalu apa yang kudamba atau kutunggu!
Ujian dan deraan bertahun-tahun telah kujalani
Sampai renta tulangku dan letih pundakku

Adz-Dzahabi menambahkan dengan berkata, “Hidup Al-Fudhail bin Iyadh adalah semasa dengan Sufyan bin Uyainah. Namun Al-Fudhail meninggal dunia lebih dahulu terpaut beberapa tahun.”

Mujahid bin Musa berkata, “Al-Fudhail meninggal pada tahun 186 H.”

Menurut Abu Ubaid, Ali bin Al-Madini, Yahya bin Ma’in, Ibnu Numair, Imam Al-Bukhari dan ulama yang lain bahwa Al-Fudhail meninggal pada tahun 187 H. di Makkah.”

Dan sebagian menambahkan keterangan bahwa dia meninggal pada awal bulan Muharram,”

Adz-Dzahabi menambahkan dengan berkata, “Al-Fudhail bin Iyadh meninggal dalam usia lebih dari delapan puluh tahun.”

Oleh : Abu Thalhah Andri Abdul Halim.16 Zulhijjah 1431H

http://www.idhamlim.com/2010/11/al-fudhail-bin-iyadh-seorang-abid-ahli.html

Kamis, 01 Agustus 2013

IMAM ZAINAL ABIDIN BIN ABDURRAUF ALMANAWI

Bismillahirrohmaanirrohim



Luthfi Bashori

Beliau berasal dari Mesir, di saat usia 7 tahun beliau sudah berhasil menyelesaikan hafalan Alquran seluruhnya. Setelah usai mendalami hafalan Alquran, dalam usia murahiq (menjelang baligh) beliau lantas belajar memperdalam keilmuan syariat agama Islam dengan berbagai fak, hingga di masa dewasa beliau menjadi tokoh ulama yang mumpuni. Setelah lama menggeluti ilmu syariat agama Islam dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, pada akhirnya beliau terjun dalam bidang thariqat atau mendalami ilmu tasawwuf.

Pada usia senja, beliau lebih banyak berkhalwat (menyendiri) untuk beribadah kepada Allah. Sebagaimana diriwayatkan, hampir setiap orang yang sempat menengok Imam Zainal Abidin Almanawi di masa tuanya, maka selalu saja beliau ditemukan sedang dalam keadaan shalat atau duduk berdzikir kepada Allah.

Hampir setiap malam, beliau tidak menbiarkan matanya terpejam dalam tidur yang pulas, melainkan hati dan lisannya dipergunakan untuk berdzikir mengingat Allah, bahkan tidak jarang dalam sehari semalam beliau hanya sekali berwudhu wajib, yang dipergunakan untuk beribadah selama sehari semalam. Ini pertanda beliau benar-benar jarang tertidur lelap.

Karena kesungguhan beliau dalam mempelajari ilmu syariat agamanya Allah, serta giatnya dalam bermujahadah dan beribadah kepada Allah dengan mendalami thariqat dan praktek tasawwuf, maka Allah berkenan memberikan keistimewaan-keistimewaan khusus kepada beliau, yaitu berupa karamah sebagai tanda kewalian (kekasih Allah).

Karamah Imam Zainal Abidin antara lain, seringkali di saat beliau duduk berdzikir, tiba-tiba didatangi oleh Nabi SAW secara langsung. Hal ini sesuai dengan hadits shahih, Nabi SAW bersabda yang artinya: Barang siapa yang telah melihatku dalam mimpinya, maka di saat akan meninggal dunia, ia akan bertemu aku secara langsung.

Di saat usia Imam Zainal abidin masih tergolong muda belia, nama beliau sudah banyak dikenal di kalangan para wali kekasih Allah. Bahkan tidak jarang arwah para wali itu datang kepada beliau dan mengajak  berdiskusi seputar urusan alam barzakh.

Suatu saat, Imam Zainal Abidin berziarah ke makam Imam Syafi`i, tiba-tiba beliau mendengar suara Imam Syafi`i  dari dalam makam dan mengajak berdiskusi keagamaan.

Di saat yang lain, ketika beliau berziarah ke makam Imam Syafi`i, mata beliau melihat secara langsung bahwa dari atas qubah makam Imam Syafi`i itu tampak seperti mengalir dua mata air dan dua burung merpati. Pada pangkal satu mata air itu dihinggapi seekor merpati berwarna putih dan yang lainya dihinggapi merpati berwarna hijau. Sedangkan di atas makam kuburan Imam Syafi`i, tampak kakek beliau yang sudan meninggal dunia bernama Almarhum Assyaraf Yahya Almanawi  sedang duduk berziarah kepada Imam Syafi`i.

Imam Zainal Abidin dikenal sebagai seorang wali yang diberi karamah oleh Allah dapat berkomunikasi  secara baik dengan dunia arwah para shalihin yang telah meninggal dunia. Bahkan suatu hari  ada seorang ulama yang bermimpi melihat alam barzakh. Di alam barzakh tersebut terdapat sebuah cahaya yang berbentuk manusia atau manusia yang berbentuk cahaya. Secara spontan, sang ulama ini bertanya : Siapa gerangan orang itu ? Tiba-tiba sang ulama itu mendengar suara yang menjawab: Dia adalah Imam Zainal Abidin Almanawi.

Alaa inna auliyaa-allahi laa khaufun `alahim yalaahum yahzanuun
(ketahuilah bahwa bagi  para wali Allah itu tiada rasa takut dan tiada rasa kekhawatiran)

(disarikan dari kitab Karamatul Aulia, karangan Syeikh Yusuf bin Ismail Annabhani).

http://tinta168.blogspot.com/2012/06/kemuliaan-imam-zainal-abidin-abdurrauf.html

Jumat, 26 Juli 2013

Ibnu Sahnun

Bismillahirrohmaanirrohim



Manuskrip kitab Adab Al-Mu'allimun karya Ibnu Sahnun

Ibnu Sahnun ialah seorang ulama’ ahli fiqh dan pendidik yang ahli. Dia dilahirkan pada 202 H. Nama penuhnya ialah Muhammad bin Sahnun. Sejak kecil, Ibn Sahnun sudah menunjukan kecerdasannya dalam belajar.

Ayahnya, Abi Said Sahnun, merupakan guru pertamanya dan sangat memahami watak dan keperibadian Ibn Sahnun. Dia belajar al-Quran dengannya dan berbahas dengan ayahnya. Dalam usia muda beliau telah menelaah beberapa buku karangan ayahnya.  Perhatian ayahnya terlihat dari yang ditulis beliau kepada gurunya ketika ingin menghantar Ibn Sahnun ke Kuttab (sekolah al-Quran). Ayahnya benar-benar mempersiapkan Ibn Sahnun secara intelektual dan akademik. Selain itu keadaan sosial di kawasan-kawasan Qairawan pada saat Ibn Sahnun lahir, sangat menunjang pengembaraan intelektualnya.

Abad ke-2 H, wilayah Afrika utara sangat terkenal di seluruh dunia akan kemajuan ilmu pengetahuannya. Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya ilmuwan dari wilayah timur yang berhijrah ke barat, iaitu Maghribi, Qairawan, Andalusia, dan lain-lain.

Buku-buku pengetahuan banyak ditulis dan diterbitkan, universiti memainkan peranan utamanya dalam pencarian ilmu pengetahuan, institut/sekolah teknik dan vokasional banyak didirikan yang mengajar perubatan, matematik, kimia, bahasa, seni rupa, astronomi dan terjemahan.

Ramai ulama’ menyanjungi Ibnu Sahnun. Dia dikenali dengan sifat zuhud, warak rendah hati disamping menguasai ilmu fiqh dan agama. Ibnu Sahnun juga tidak melupakan bidang penulisan dalam berbagai ilmu, dia seorang yang banyak menulis dan mengarang dalam semua bidang ilmu yang kesemuanya hampir mencecah 200 buah buku. Walau bagaimanapun hanya dua buah buku karya Ibnu sahnun yang sampai ke tangan kita pada hari ini, iaitu kitab Adab Al-Muallimin dan kitab Ajwibah.
Adab al-Mu’allimin Karya Terkenal Ibnu Sahnun

Karya Ibnu Sahnun Adab Al-Muallimin adalah buku pertama yang dikenal dalam pendidikan Islam dan banyak dikutip oleh para tokoh pendidikan Islam sesudahnya seperti Al-Qabisi dan dijadikan rujukan utama oleh Ahmad Fu’ad Al Ahwani dalam bukunya.

Pemikiran-pemikiran Ibnu Sahnun dalam kitab tersebut telah menjelaskan berlangsungnya pendidikan Islam di ‘al-Kuttab’ mirip dengan Madrasah Ibtidaiyah (rendah) saat ini, berpandukan kepada al-Quran dan as-Sunnah.

Adanya pemahaman di tengah masyarakat, bahawa pendidikan Islam adalah pendidikan yang hanya mementingkan kepada akhirat semata-mata tanpa mementingkan dunia sama sekali. Sebagai renungan penulis buku ini menyatakan mengenai perbincangan pendidikan Islam dan tokoh-tokohnya yang telah lama terabai, apalagi ketika barat mencengkamkan kakinya di negeri-negeri Islam.

Hasilnya idea-idea pendidikan barat lebih dominan dan berperanan menggantikan pendidikan Islam, yang terkadang tidak ada hubungannya dengan ajaran-ajaran Islam bahkan bercanggah sama sekali. Ibnu Sahnun telah berjaya melahirkan gagasan-gagasan besar dalam bidang Pendidikan Islam yang masih releven sehingga hari ini.

Pemikiran Ibnu Sahnun tetang pendidikan Islam terhimpun dalam buku pertamanya iaitu kitab Adab al-Mu’allimin (Adab Para Pendidik) yang telah direalisasikan dan dilaksanakannya di al-Kuttab. Ianya bertujuan untuk  melahirkan lulusan al-Kuttab yang memahami dan mendalami agama di samping memiliki wawasan yang luas dan menguasai ilmu-ilmu keduniaan dan kemahiran. Pemikirannya lebih cenderung kepada al-Tarbiyyah al-Fiqhiyyah (pendidikan yang bercorak fiqh) dengan maksud memberikan penekanan kepada ilmu-ilmu agama.

Ibnu Sahnun telah memberikan perhatian terhadap pendidikan yang berlangsung di Kuttab dengan memberikan beberapa penekanan terhadap unsur-unsur penting dalam dunia persekolahan seperti disiplin anak didik, pengendalian bilik darjah, peranan ketua darjah dan kaedah pengajaran. Sistem pendidikan dalam bentuk sekolah telah wujud di zamannya dan bertebaran di seluruh negeri Maghribi.
Pandangan Pendidikan, Pengajaran dan Pembelajaran oleh Ibnu Sahnun

Sumbangan Ibn Sahnun bagi pendidikan sangatlah banyak terutama dalam hal metodologi pengetahuan dan penyelidikan. Dia merupakan ilmuwan muslim pertama yang merangka teori pendidikan. Berkat bukunya yang berjudul Adab al-Mu’allimun (Adab Seorang Pendidik), maka sejak saat itu pendidikan menjadi disiplin ilmu tersendiri kerana buku tersebut merupakan buku pertama yang membahas secara khusus mengenai teori pengajaran dan pembelajaran. Ibn Sahnun mampu mengintegrasikan isu pendidikan yang berbeza-beza yang berkaitan dengan ibu bapa, ahli akademik, komuniti, pemimpin dan para pendidik yang peduli pada masanya.

Ibnu Sahnun menaruh perhatian mendalam terhadap peranan guru dalam pendidikan. Dia tidak menafikan peranan elemen pendidikan yang lain, tetapi baginya, guru merupakan elemen terpenting yang harus diprioritikan kerana guru merupakan wakil orang tua. Guru harus mencurahkan segenap perhatiannya kepada murid dan harus terlibat secara penuh walau tetap harus memperhatikan batas-batasnya agar murid tidak merasa dikawal secara ketat oleh guru. Oleh kerana itu kesejahteraan guru harus sangat diperhatikan sehingga mereka tidak perlu mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi keperluan hidupnya.

Dia membuat kelayakan yang harus dipenuhi seseorang apabila ingin menjadi profesion seorang guru seperti kelayakan akademik, hafal al-Quran dan mampu membacanya dengan baik, mempunyai pemahaman tentang fiqh Islam, tatabahasa arab, kaligrafi dan lain-lain. Selain itu seorang guru harus mempunyai perilaku Islami, jujur, soleh, bertanggung jawab terhadap anak didiknya bukan hanya di dunia, tetapi juga di akhirat nanti. Seorang guru harus mempelajari psikologi anak murid dan melayan setiap anak dengan istimewa dan tidak melakukan kekerasan terhadap anak murid secara fizikal ataupun mental dengan kata-kata kasar dan kejam. Ibn Sahnun berpendapat pelaksanaan disiplin bagi pelajar tidak bermula dengan hukuman fizikal. Walaupun demikian dia tidak mengharamkan penggunaannya tetapi menetapkan saiz dan kesan dari alat yang dibenarkan untuk digunakan dalam hukuman fizikal serta frekuensinya.

Dalam hal pengurusan kelas, Ibn Sahnun memberi kebebasan bagi guru agar tidak terpaku dengan aktiviti di dalam kelas. Guru mengajak anak didiknya beraktiviti di luar kelas, berinteraksi dengan persekitaran dan alam sekitar serta memantau perilaku mereka di tengah masyarakat. Guru harus mempersiapkan bahan-bahan pengajaran dan peralatan penunjang kegiatan belajar mengajar sebelum memulakan pelajarannya. Menurutnya, seorang guru tidak boleh memerintahkan murid membawakan bahan-bahan yang dia lupa persiapkan ke dalam kelas. Menurut Ibnu Sahnun, penunjuk kejayaan seorang guru boleh dengan mudah dilihat dari tingkat pemahaman seorang pelajar terhadap mata pelajaran.

Ibn Sahnun memberi pandangannya mengenai kurikulum belajar anak. Dia menggabungkan pelajaran al-Quran dengan amalan langsung dari teks yang telah dipelajari. Guru harus menunjukan kepada anak bagaimana mempersiapkan diri ketika solat waktu terutama ketika mereka telah mencapai usia tujuh tahun, seperti membersihkan diri sendiri, berwudhu dan bagaimana solat dengan khusyuk. Pengajaran solat waktu semestinya dapat membantu pelajar memahami ibadah wajib dan sunnah dan mampu beribadah dengan penuh pengabdian kepada Allah Subhanahu wa Taala.

Al-Quran merupakan pengetahuan yang wajib dipelajari bagi setiap pelajar. Dalam pengajaran al-Quran hendaknya diajarkan akar kata serta asal katanya sehingga dapat memberikan gambaran secara menyeluruh kepada pelajar dan bukan pemahanan separa. Guru harus mengajar pengetahuan tambahan di antaranya matematik, puisi, bahasa arab, pidato dan sejarah. Ibn Sahnun membuka pintu seluas-luasnya bagi guru dan orang tua untuk mengajarkan apa saja kepada anak sepanjang hal tersebut dapat membantu perkembangan mental, sosial dan pendidikannya.

Selain itu, salah satu kemahiran penting yang lain yang dicadangkan oleh Ibn Sahnun untuk dipelajari adalah seni berpidato sehingga pelajar mampu melakukan debat dan menunjukan pandangan berbeza dan mendedahkan ideanya melalui bukti dan contoh yang ada. Hal tersebut disahkan oleh Ibn khaldun. Menurutnya, terjadinya penurunan kemampuan sains dan akademik di kawasan-kawasan Ifriqiah (dan wilayah Afrika yang lain), Maghribi dan (Sepanyol) kerana guru tidak mengajarkan seni berpidato sehingga pelajar hanya mampu menghafal dan mengulangi apa yang mereka tahu.
Aku Tidak Merasakannya

Dalam kitab Tartibul Madarik disebutkan, al-Maliki mengatakan:
Muhammad ibnu Sahnun pernah memiliki hamba sahaya wanita yang bernama Ummu Quddam. Suatu saat, ia berada di rumah Ibnu Sahnun seharian, sedang dia saat itu sedang sibuk mengarang kitab sampai malam. 
Ketika waktu makan datang, Ummu Quddam meminta agar Ibnu Sahnun istirehat untuk makan. Namun, Ibnu Sahnun menjawab, “Aku masih sibuk.”Akhirnya, kerana tidak kunjung memakan makanan yang dihidangkannya, Ummu Quddam pun menyuapinya dan dia terus mengarang kitab. Dan tidak terasa, azan solat Subuh pun berkumandang. Ibnu Sahnun berkata, “Semalam aku telah mengabaikanmu, Ummu Quddam. Sekarang, berikan apa yang ada padamu.” Ummu Quddam menjawab, “Demi Allah, aku sudah menyuapimu.” Ibnu Sahnun menjawab, “Tapi, kenapa aku tidak merasakannya?”
Kematiannya


Ibnu Sahnun meninggal dunia pada 261 H/875 M.

http://tajdidjiwa.blogspot.com/

Minggu, 30 Juni 2013

Tanda tanda Datangnya Imam mahdi

Bismillahirrohmaanirrohim


Imam Mahdī (Arab الإمام المهدي, Muhammad al-Mahdī, Mehdi; "Seseorang yang memandu") adalah seorang muslim berusia muda yang akan dipilih oleh Allah untuk menghancurkan semua kezaliman dan menegakkan keadilan di muka bumi sebelum datangnya hari kiamat.

Imam Mahdi sebenarnya adalah sebuah nama gelar sebagaimana halnya dengan gelar khalifah, amirul mukminin dan sebagainya. Imam Mahdi dapat diartikan secara bebas bermakna "Pemimpin yang telah diberi petunjuk". Dalam bahasa Arab, kata Imam berarti "pemimpin", sedangkan Mahdi berarti "orang yang mendapat petunjuk".

Nama Imam Mahdi sebenarnya seperti yang disebutkan dalam hadist di bawah, ia bernama Muhammad (seperti nama Nabi Muhammad), nama ayahnya pun sama seperti nama ayah Nabi Muhammad SAW yaitu Abdullah. Nama Imam Mahdi sama persis dengan Rasulullah SAW yaitu Muhammad bin Abdullah.

“Andaikan dunia tinggal sehari sungguh Allah akan panjangkan hari tersebut sehingga diutus padanya seorang lelaki dari ahli baitku namanya serupa namaku dan nama ayahnya serupa nama ayahku (Muhammad bin Abdullah) . Ia akan penuhi bumi dengan kejujuran dan keadilan sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kezaliman dan penganiayaan.” (HR abu Dawud 9435)

Dalam sebuah hadits Rasullullah mengisyaratkan bahwa Imam Mahdi pasti datang di akhir zaman. Ia akan memimpin ummat Islam keluar dari kegelapan kezaliman dan kesewenang-wenangan menuju cahaya keadilan dan kejujuran yang menerangi dunia seluruhnya. Ia akan menghantarkan kita meninggalkan babak keempat era para penguasa diktator yang memaksakan kehendak dan mengabaikan kehendak Allah dan RasulNya dewasa ini menuju babak kelima yaitu tegaknya kembali kekhalifahan Islam yang mengikuti manhaj, sistem atau metode Kenabian.

Lalu apa sajakah indikasi kedatangan Imam Mahdi? Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW memberikan gambaran umum indikasi kedatangan Imam Mahdi. Ia akan diutus ke muka bumi bilamana perselisihan antar-manusia telah menggejala hebat dan banyak gempa-gempa terjadi. Dan kedua fenomena sosial dan fenomena alam ini telah menjadi semarak di berbagai negeri dewasa ini.

“Aku kabarkan berita gembira mengenai Al-Mahdi yang diutus Allah ke tengah ummatku ketika banyak terjadi perselisihan antar-manusia dan gempa-gempa. Ia akan penuhi bumi dengan keadilan dan kejujuran sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kesewenang-wenangan dan kezaliman.” (HR Ahmad 10898)

Imam Mahdi akan berperan sebagai panglima perang ummat Islam di akhir zaman. Beliau akan mengajak ummat Islam untuk memerangi para Mulkan Jabriyyan (Para Penguasa Zalim) yang telah lama bercokol di berbagai negeri-negeri di dunia menjalankan kekuasaan dengan ideologi penghambaan manusia kepada sesama manusia.

Dalam hadits lain diterangkan dalam sebuah hadist nabi yang diriwayatkan oleh Thabrani. Telah bersabda Rasulullah SAW:

“Sungguh, bumi ini akan dipenuhi oleh kezhaliman dan kesemena-menaan. Dan apabila kezhaliman serta kesemena-menaan itu telah penuh, maka Allah SWT akan mengutus seorang laki-laki yang berasal dari umatku, namanya seperti namaku, dan nama bapaknya seperti nama bapakku. Maka ia akan memenuhi bumi dengan keadilan dan kemakmuran, sebagaimana ia (bumi) telah dipenuhi sebelum itu oleh kezhaliman dan kesemena-menaan. Di waktu itu langit tidak akan menahan setetes pun dari tetesan airnya, dan bumi pun tidak akan menahan sedikit pun dari tanaman-tanamannya. Maka ia akan hidup bersama kamu selama 7 tahun, atau 8 tahun, atau 9 tahun. (HR. Thabrani) ”

Hadist lain yang menerangkan tentang kedatangan Imam Mahdi adalah sebagai berikut, Telah bersabda Rasulullah SAW:

"Pada akhir zaman akan muncul seorang khalifah yang berasal dari umatku, yang akan melimpahkan harta kekayaan selimpah-limpahnya. Dan ia sama sekali tidak akan menghitung-hitungnya.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Tidak ada seorang pun dimuka bumi ini yang mengetahui tentang Imam Mahdi dan ciri-cirinya , kecuali Rasulullah, karena Rasululah dibimbing oleh wahyu. Oleh karena itu bagi kita sebaik-baiknya tempat untuk merujuk tentang perkara ini adalah apa yang baginda Rasulullah katakan dalam hadist-hadistnya sebagai berikut:

Telah bersabda Rasulullah SAW:

“ Al-Mahdi berasal dari umatku, berkening lebar, berhidung panjang dan mancung. Ia akan memenuhi bumi ini dengan keadilan dan kemakmuran, sebagaimana ia (bumi ini) sebelum itu dipenuhi oleh kezhaliman dan kesemena-menaan, dan ia (umur kekhalifahan) berumur tujuh tahun. (HR. Abu Dawud dan al-Hakim) ”

“ Al-Mahdi berasal dari umatku, dari keturunan anak cucuku. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan al-Hakim) ”

Lelaki keturunan Nabi Muhammad SAW tersebut adalah Imam Mahdi. Ia akan diizinkan Allah untuk merubah keadaan dunia yang penuh kezaliman dan penganiayaan menjadi penuh kejujuran dan keadilan. Subhanallah...! Beliau tentunya tidak akan mengajak ummat Islam berpindah babak melalui perjalanan tenang dan senang laksana melewati taman-taman bunga indah atau melalui meja perundingan dengan penguasa zalim dewasa ini apalagi dengan mengandalkan sekedar ”permainan kotak suara”..!

Imam Mahdi akan mengantarkan ummat Islam menuju babak Khilafatun ’ala Minhaj An-Nubuwwah melalui jalan yang telah ditempuh Rasullulah SAW dan para sahabatnya, yaitu melalui al-jihad fi sabilillah.

Tanda-Tanda Kemunculan Imam Mahdi

Para ulama membagi tanda-tanda Akhir Zaman (kiamat) menjadi dua. Ada tanda-tanda Kecil dan ada tanda-tanda Besar Akhir Zaman. Tanda-tanda Kecil jumlahnya sangat banyak dan datang terlebih dahulu. Sedangkan Tanda-tanda Besar datang kemudian jumlahnya ada sepuluh.

Tanda besar pertama yang bakal datang ialah keluarnya Dajjal. Namun sebagian ulama berpendapat bahwa sebelum munculnya Dajjal harus datang terlebih dahulu Tanda Penghubung antara tanda-tanda kecil kiamat dengan tanda-tanda besarnya. Tanda Penghubung dimaksud ialah diutusnya Imam Mahdi ke muka bumi.

Kemunculan Imam Mahdi akan di dahului oleh beberapa tanda-tanda sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa hadist berikut:

Telah bersabda Rasullah SAW:

“ Sungguh, Baitullah ini akan diserang oleh suatu pasukan, sehingga apabila pasukan tersebut telah sampai pada sebuah padang pasir, maka bagian tengah pasukan itu ditelan bumi. Maka berteriaklah pasukan bagian depan kepada pasukan bagian belakang, dimana kemudian semua mereka ditenggelamkan bumi dan tidak ada yang tersisa, kecuali seseorang yang selamat, yang akan mengabarkan tentang kejadian yang menimpa mereka. (HR. Muslim, Ahmad, Nasai, dan Ibnu Majah)

Aisyah Ummul Mukminin RA telah berkata:

“ Pada suatu hari tubuh Rasulullah SAW bergetar dalam tidurnya. Lalu kami bertanya, 'Mengapa engkau melakukan sesuatu yang belum pernah engkau lakukan wahai Rasulullah?' Rasulullah SAW menjawab, 'Akan terjadi suatu keanehan, yaitu bahwa sekelompok orang dari umatku akan berangkat menuju baitullah (Ka'bah) untuk memburu seorang laki-laki Quraisy yang pergi mengungsi ke Ka'bah. Sehingga apabila orang-orang tersebut telah sampai ke padang pasir, maka mereka ditelan bumi.' Kemudian kami bertanya, 'Bukankah di jalan padang pasir itu terdapat bermacam-macam orang?' Beliau menjawab, 'Benar, di antara mereka yang ditelan bumi tersebut ada yang sengaja pergi untuk berperang, dan ada pula yang dipaksa untuk berperang, serta ada pula orang yang sedang berada dalam suatu perjalanan, akan tetapi mereka binasa dalam satu waktu dan tempat yang sama. Sedangkan mereka berasal dari arah (niat) yang berbeda-beda. Kemudian Allah SWT akan membangkitkan mereka pada hari berbangkit, menurut niat mereka masing-masing. (HR. Bukhary, Muslim) ”

Telah bersabda Rasulullah SAW:

“ Seorang laki-laki akan datang ke Baitullah (Ka'bah), maka diutuslah suatu utusan (oleh penguasa) untuk mengejarnya. Dan ketika mereka telah sampai di suatu gurun pasir, maka mereka terbenam ditelan bumi. (HR. Muslim) ”

Telah bersabda Rasulullah SAW:

“ Suatu kaum yang mempunyai jumlah dan kekuatan yang tidak berarti akan kembali ke Baitullah. Lalu diutuslah (oleh penguasa) sekelompok tentara untuk mengejar mereka, sehingga apabila mereka telah sampai pada suatu padang pasir, maka mereka ditelan bumi. (HR. Muslim) ”

Telah bersabda Rasulullah SAW:

“ Suatu pasukan dari umatku akan datang dari arah negeri Syam (Palestina) ke Baitullah (Ka'bah) untuk mengejar seorang laki-laki yang akan dijaga Allah dari mereka. (HR. Ahmad)

Banyak pendapat mengatakan bahwa kondisi dunia dewasa ini berada di ambang datangnya tanda-tanda besar Kiamat. Karena di masa kita hidup dewasa ini sudah sedemikian banyak tanda-tanda kecil yang bermunculan. Praktis hampir seluruh tanda-tanda kecil kiamat yang disebutkan oleh Rasulullah sudah muncul semua di zaman kita.

Kedatangan Imam Mahdi

Hadits berikut ini bahkan memberikan kita gambaran bahwa kedatangan Imam Mahdi akan disertai tiga peristiwa penting. Pertama, perselisihan berkepanjangan sesudah kematian seorang pemimpin. Kedua, dibai’atnya seorang lelaki (Imam Mahdi) secara paksa di depan Ka’bah.

Ketiga, terbenamnya pasukan yang ditugaskan untuk menangkap Imam Mahdi dan orang-orang yang berbai’at kepadanya. Allah benamkan seluruh pasukan itu kecuali disisakan satu atau dua orang untuk melaporkan kepada penguasa zalim yang memberikan mereka perintah untuk menangkap Imam Mahdi.

“Akan terjadi perselisihan setelah wafatnya seorang pemimpin, maka keluarlah seorang lelaki dari penduduk Madinah mencari perlindungan ke Mekkah, lalu datanglah kepada lelaki ini beberapa orang dari penduduk Mekkah, lalu mereka membai’at Imam Mahdi secara paksa, maka ia dibai’at di antara Rukun dengan Maqam Ibrahim (di depan Ka’bah). Kemudian diutuslah sepasukan manusia dari penduduk Syam, maka mereka dibenamkan di sebuah daerah bernama Al-Baida yang berada di antara Mekkah dan Madinah.” (HR Abu Dawud 3737)

Sebagian pengamat tanda-tanda akhir zaman beranggapan bahwa indikasi yang pertama telah terjadi, yaitu perselisihan dan kekacauan yang timbul sesudah wafatnya seorang pemimpin. Siapakah pemimpin yang telah wafat itu? Wallahua’lam. Dugaan bermunculan, Sebagian berspekulasi bahwa yang dimaksud adalah Yaseer Arafat (Palestina) atau Saddam Husein (Irak). Karena semenjak kematiannya, negeri Palestina - Irak berada dalam kekacauan berkepanjangan.

Kemunculan Imam Mahdi bukan karena kemauan Imam Mahdi itu sendiri melainkan karena takdir Allah yang pasti berlaku. Bahkan Imam Mahdi sendiri tidak menyadari bahwa dirinya adalah Imam Mahdi melainkan setelah Allah SWT mengislahkannya dalam suatu malam, seperti yang dikatakan dalam sebuah hadist berikut:

“Al-Mahdi berasal dari umatku, yang akan diislahkan oleh Allah dalam satu malam.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Telah bersabda Rasulullah SAW:

“Akan dibaiat seorang laki-laki antara makam Ibrahim dengan sudut Ka'bah.” (HR. Ahmad, Abu Dawud)

Dalam hadist yang disebutkan bahwa Imam Mahdi akan memimpin selama 7 atau 8 atau 9 tahun. Semasa kepemimpinannya Imam Mahdi akan membawa kaum muslimin untuk memerangi kezaliman, hingga satu demi satu kedzaliman akan tumbang takluk dibawah kekuasaanya.

Kemenangan demi kemenangan senantiasa diraih Imam Mahdi dan pasukannya akan membuat murka raja kezaliman (Dajjal) sehingga membuat Dajjal keluar dari persembunyiannya dan berusaha membunuh Imam Mahdi serta pengikutnya.

Kekuasaan dan kehebatan Dajjal bukanlah lawan tanding Imam Mahdi oleh karena itu sesuai dengan takdir Allah, maka Allah SWT akan menurunkan Nabi Isa dari langit yang bertugas membunuh Dajjal. Imam Mahdi dan Nabi Isa akan bersama-sama memerangi Dajjal dan pengikutnya, hingga Dajjal mati ditombak oleh Nabi Isa di "Pintu Lud".

Telah bersabda Rasulullah Salallahu 'alaihi wasallama :

“Kalian perangi jazirah Arab dan Allah beri kalian kemenangan. Kemudian Persia (Iran), dan Allah beri kalian kemenangan. Kemudian kalian perangi Rum (Romawi), dan Allah beri kalian kemenangan. Kemudian kalian perangi Dajjal, dan Allah beri kalian kemenangan.” (HR Muslim 5161)

Dan apabila ketiga peristiwa di atas telah terjadi, berarti Ummat Islam di seluruh penjuru dunia menjadi tahu bahwa Imam Mahdi telah datang diutus ke muka bumi. Kita sudah harus bersiap-siap untuk berlangsungnya pembai’atan Imam Mahdi di depan Ka’bah. Panglima ummat Islam di Akhir Zaman telah hadir. Dan bila ini telah menjadi jelas kitapun terikat dengan pesan Rasullullah SAW sebagai berikut:

“Ketika kalian melihatnya (kehadiran Imam Mahdi), maka berbai’at-lah dengannya walaupun harus merangkak-rangkak di atas salju karena sesungguhnya dia adalah Khalifatullah Al-Mahdi.” (HR Abu Dawud 4074)

***

Ya Allah, izinkanlah kami bergabung dengan pasukan Imam Mahdi. Anugerahkanlah kami rezeki untuk berjihad di jalanMu bersama Imam Mahdi lalu memperoleh salah satu dari dua kebaikan: ’isy kariman mut syahidan (hidup mulia atau mati syahid/hudep mulia matee syahid). Amin...


Referensi:
http://www.atjehcyber.net/2012/05/imam-mahdi-dan-tanda-tanda.html
Wikipedia,  http://id.wikipedia.org/wiki/Imam_Mahdi
Eramuslim, Tanda-tanda kemunculan Imam Mahdi
"Al Mahdi" James Morris, Ibn Arabi Society.
"Umur Umat Islam, Kedatangan Imam Mahdi, dan Munculnya Dajjal". Karya Amin Muhammad Jamaluddin. Penerbit Cendekia.

Kamis, 27 Juni 2013

KISAH SEORANG WANITA DENGAN UBAID BIN UMAIR (KISAH INSPIRATIF)

Bismillahirrohmaanirrohim

Firman Allah SWT:

إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ

"Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.(QS.an-Nahl:128)

Abul Faraj dan yang lainnya menceriterakan bahwa, ada seorang wanita cantik tinggal di Mekkah. Ia sudah bersuami. Suatu hari ia bercermin dan menatap wajahnya sambil bertanya kepada suaminya: "apakah menurutmu ada seorang laki-laki yang setelah melihat wajahku, ia tidak akan tergoda ?" sang suami menjawab " Ada !" si istri bertanya lagi, "siapakah dia?" sang suami menjawab, "Ubaid bin Umair" si istri berkata kepada suaminya "ijinkan aku untuk menggodanya". "silahkan" jawab sang suami, "aku telah mengijinkanmu".

Maka wanita itu mendatangi Ubaid seperti layaknya orang yang sedang meminta fatwa. Kemudian si wanita membawanya ke ujung masjidil Haram dan menyingkapkan wajahnya yang bagai kilauan cahaya rembulan. Maka Ubeid berkata kepadanya, wahai hamba Allah, tutuplah wajahmu. Si wanita menjawab, "aku sudah tergoda olehmu". Beliau menanggapi, "baik, saya akan bertanya kepadamu tentang satu hal, apabila engkau menjawabnya dengan jujur, aku akan perhatikan keinginanmu." Si wanita menjawab, "saya akan menjawab setiap pertanyaanmu dengan jujur"

Beliau bertanya seandainya, "seandainya sekarang ini malaikat maut datang kepadamu untuk mencabut nyawamu, apakah engkau ingin aku memenuhi keinginanmu?" si wanita menjawab, "tentu tidak" beliau berkata, "Bagus, engkau telah menjawab dengan jujur"
Beliau bertanya lagi, "seandainya engkau telah masuk kubur dan bersiap-siap untuk ditanya, apakah engkau suka bila sekarang kupenuhi keinginanmu?" si wanita menjawab, "tentu tidak" beliau berkata, "bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur"
Beliau bertanya lagi, "apabila manusia sedang menerima catatan amal mereka, lalu engkau tidak mengetahui apakah akan menerima dengan tangan kanan atau dengan tangaan kiri, apakah engkau suka bila sekarang kupenuhi keinginanmu?" si wanita menjawab, "tentu tidak" Beliau berkata, "Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur"
Beliau bertanya lagi, "apabila engkau sedang akan melewati Ash shirat (jembatan yang terhampar diatas neraka dan ujungnya adalah surga), sementara engkau tidak tahu apakah akan selamat atau tidak, apakah engkau suka bila sekarang aku penuhi keinginanmu?" siwanita menjawab, "tentu tidak" beliau berkata, "bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur"

Beliau bertanya, "apabila telah didatangkan neraca keadilan, sementara engkau tidak mengetahui apakah timbangan amal perbuatanmu akan ringan atau berat, apakah engkau suka bila sekarang kupenuhi keinginanmu?" si wanita menjawab, "tentu tidak" Beliau berkata, "Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur"
Beliau bertanya lagi, "apabila engkau sedang bersiri dihadapan allah untuk ditanya, apakah engkau suka bila sekarang kupenuhi keinginanmu?" si wanita menjawab, "tentu tidak" Beliau berkata, "Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur"

Beliau lalu berkata, "bertaqwalah kepada allah. Sesungguhnya Allah telah memberikan karunia-Nya kepadamu dan telah berbuat baik kepadamu." Ibnul Faraj berkata, "maka wanita itupun pulang kerumahnya menemui suaminya. Si suami bertanya, "apa yng telah engkau perbuat?" si istri menjawab, "sungguh engkau ini pengangguran (kurang ibadah) dan kita ini semua pengangguran." Setelah itu si istri menjadi giat sekali menjalankan sholat, shaum dan ibadah-ibadah lain. Konon si suami sampai berkata, "apa yang terjadi antara aku dengan ubeid? Ia telah merubah istriku. Dahulu setiap malam bagi kami bagaikan malam pengantin, sekarang ia telah berubah menjadi (ahli Ibadah).

REF :as-salafiyyah.com/

KISAH SEORANG WANITA DENGAN UBAID BIN UMAIR (KISAH INSPIRATIF)

Bismillahirrohmaanirrohim

Firman Allah SWT:

إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ

"Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.(QS.an-Nahl:128)

Abul Faraj dan yang lainnya menceriterakan bahwa, ada seorang wanita cantik tinggal di Mekkah. Ia sudah bersuami. Suatu hari ia bercermin dan menatap wajahnya sambil bertanya kepada suaminya: "apakah menurutmu ada seorang laki-laki yang setelah melihat wajahku, ia tidak akan tergoda ?" sang suami menjawab " Ada !" si istri bertanya lagi, "siapakah dia?" sang suami menjawab, "Ubaid bin Umair" si istri berkata kepada suaminya "ijinkan aku untuk menggodanya". "silahkan" jawab sang suami, "aku telah mengijinkanmu".

Maka wanita itu mendatangi Ubaid seperti layaknya orang yang sedang meminta fatwa. Kemudian si wanita membawanya ke ujung masjidil Haram dan menyingkapkan wajahnya yang bagai kilauan cahaya rembulan. Maka Ubeid berkata kepadanya, wahai hamba Allah, tutuplah wajahmu. Si wanita menjawab, "aku sudah tergoda olehmu". Beliau menanggapi, "baik, saya akan bertanya kepadamu tentang satu hal, apabila engkau menjawabnya dengan jujur, aku akan perhatikan keinginanmu." Si wanita menjawab, "saya akan menjawab setiap pertanyaanmu dengan jujur"

Beliau bertanya seandainya, "seandainya sekarang ini malaikat maut datang kepadamu untuk mencabut nyawamu, apakah engkau ingin aku memenuhi keinginanmu?" si wanita menjawab, "tentu tidak" beliau berkata, "Bagus, engkau telah menjawab dengan jujur"
Beliau bertanya lagi, "seandainya engkau telah masuk kubur dan bersiap-siap untuk ditanya, apakah engkau suka bila sekarang kupenuhi keinginanmu?" si wanita menjawab, "tentu tidak" beliau berkata, "bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur"
Beliau bertanya lagi, "apabila manusia sedang menerima catatan amal mereka, lalu engkau tidak mengetahui apakah akan menerima dengan tangan kanan atau dengan tangaan kiri, apakah engkau suka bila sekarang kupenuhi keinginanmu?" si wanita menjawab, "tentu tidak" Beliau berkata, "Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur"
Beliau bertanya lagi, "apabila engkau sedang akan melewati Ash shirat (jembatan yang terhampar diatas neraka dan ujungnya adalah surga), sementara engkau tidak tahu apakah akan selamat atau tidak, apakah engkau suka bila sekarang aku penuhi keinginanmu?" siwanita menjawab, "tentu tidak" beliau berkata, "bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur"

Beliau bertanya, "apabila telah didatangkan neraca keadilan, sementara engkau tidak mengetahui apakah timbangan amal perbuatanmu akan ringan atau berat, apakah engkau suka bila sekarang kupenuhi keinginanmu?" si wanita menjawab, "tentu tidak" Beliau berkata, "Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur"
Beliau bertanya lagi, "apabila engkau sedang bersiri dihadapan allah untuk ditanya, apakah engkau suka bila sekarang kupenuhi keinginanmu?" si wanita menjawab, "tentu tidak" Beliau berkata, "Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur"

Beliau lalu berkata, "bertaqwalah kepada allah. Sesungguhnya Allah telah memberikan karunia-Nya kepadamu dan telah berbuat baik kepadamu." Ibnul Faraj berkata, "maka wanita itupun pulang kerumahnya menemui suaminya. Si suami bertanya, "apa yng telah engkau perbuat?" si istri menjawab, "sungguh engkau ini pengangguran (kurang ibadah) dan kita ini semua pengangguran." Setelah itu si istri menjadi giat sekali menjalankan sholat, shaum dan ibadah-ibadah lain. Konon si suami sampai berkata, "apa yang terjadi antara aku dengan ubeid? Ia telah merubah istriku. Dahulu setiap malam bagi kami bagaikan malam pengantin, sekarang ia telah berubah menjadi (ahli Ibadah).

REF :as-salafiyyah.com/

Rabu, 26 Juni 2013

SAYYIDUL FUQAHA AL HIJAZ (Pemimpin para ahli fiqh di Makkah dan Madinah)

Bismillahirrohmaanirrohim



Atha’ bin Abi Rabah adalah salah satu ‘alim dari kalangan para tabi’in. Beliau dilahirkan di Yaman pada masa pemerintahan khalifah Utsman bin ‘Affan. Beliau berasal dari keturunan Habsyi yang berkulit hitam. Atha’ bin Abi Rabah adalah budak dari seorang wanita Mekkah bernama Habibah binti Maisarah bin Abi Hutsaim.

Allah mengkaruniakan kecintaan akan ilmu pada Atha’ bin Abi Rabah. Semasa menjadi budak, dia membagi waktunya menjadi tiga. Sepertiga waktunya untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah swt, sepertiga waktunya untuk mengabdikan diri, melayani majikannya sebaik-baiknya, mengurus segala keperluan majikannya dengan baik, dan sepertiga waktunya dia gunakan untuk mencari ilmu, belajar dan berguru kepada sahabat Rasulullah saw yang bisa dia temui, di antaranya Abdullah ibn Abbas, Abdullah ibn Umar, Abdullah ibn Zubair, Abu Hurairah, sehingga dirinya penuh dengan ilmu dan menjadi faqih.

Melihat budaknya yang bersemangat dalam mencari ilmu dan beribadah kepada Allah swt, majikan Atha’ bin Abi Rabah memerdekakannya, berharap agar mendapat ridlo Allah swt dan Atha’ bisa lebih banyak beribadah dan mencari ilmu sehingga bermanfaat untuk umat. Maka Atha’ bin Abi Rabah pun membagi waktunya menjadi dua, beribadah, berkhidmat kepada Allah swt dan mempelajari ilmu. Selama lebih dari 20 tahun, Masjidil Haram menjadi tempat tinggal baginya.

Allah swt meninggikan derajat beliau dengan ilmunya. Di Masjidil Haram tidak ada yang berani memberikan fatwa kecuali Atha’ bin Abi Rabah. Karena ketinggian ilmunya, banyak orang berbondong-bondong dari semua penjuru untuk menimba ilmu, dan meminta fatwa dari beliau. Beliau mendapat julukan SAYYIDUL FUQAHA AL HIJAZ (Pemimpin para ahli fiqh di Makkah dan Madinah). Bahkan diriwayatkan ketika Abdullah bin Umar ke Mekkah untuk umroh, orang-orang mengerumuni beliau untuk bertanya persoalan agama dan meminta fatwa, beliau menjawab, “Sungguh aku heran kepada kalian wahai penduduk Mekah, mengapa kalian mengerumuni aku untuk bertanya tentang masalah-masalah tersebut padahal di tengah-tengah kalian ada Atha’ bin Abi Rabah?!”.

Atha’ bin Abi Rabah adalah seorang tawadhu’. Imam Ibnu Abi Laila mengatakan, “Aku pernah berjumpa dengan Atha. Lalu ia menanyakan beberapa hal kepadaku. Maka sahabat-sahabat Atha tercengang keheranan seraya mengatakan, ‘bagaimana mungkin engkau yang bertanya kepadanya?’ Atha menjawab, ‘apa yang kalian herankan? Dia orang yang lebih berilmu daripada saya.”

Atha’ bin Abi Rabah mempunyai sifat wara’. Beliau tidak mengatakan sesuatu tanpa dasar ilmu. Diriwayatkan Abu Khaitsamah dari Abdul Aziz bin Rafi’ berkata: “Atha pernah ditanya tentang suatu masalah lalu ia menjawab, “Aku tidak tahu.” Lalu ada yang mengatakan, “Mengapa engkau tidak menajawab saja pertanyaan tersebut dengan pendapatmu.” Ia menjawab, “Sungguh, aku malu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala apabila ada seorang beragama di muka bumi ini hanya berpedoman pada pendapatku.”

Muhammad bin Suqoh mengatakan, “Maukah kalian aku ceritakan sesuatu yang bermanfaat bagi kalian seabagaimana juga bermanfaat bagiku?” Mereka menjawab, “Tentu.” Kemudian ia menceritakan tentang Atha, “Suatu ketika Atha bin Abi Rabah menasihatiku dengan mengatakan, ‘wahai anak saudaraku, sesungguhnya orang-orang sebelum kita (para sahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam) membenci banyak bicara.’ Aku pun bertanya, ‘Apa sajakah yang termasuk banyak bicara menurut mereka?’ Ia mengatakan, ‘Sesungguhnya mereka (para sahabat) menganggap banyak bicara apabila seseorang mengatakan perkataan selain kitabullah yang dibaca dan dipahami, atau hadis-hadis Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang telah diriwayatkan, atau mengajak kepada yang baik dan mencegah dari yang jelek dan hina, atau berbicara suatu ilmu yang dapat mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, atau membicarakan kebutuhan hidup. Tidakkah kalian ingat “Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu).” (Q.S. al-Infithor: 10-11).

Lalu ia menasihatkan, “Tidakkah kalian malu seandainya kelak lembaran-lembaran catatan amalan dibentangkan lalu di dalamnya dijumpai kebanyakan perkara-perkara yang bukan termasuk dari bagian agama tidak pula dunia?!!.”

Beliau juga memiliki sifat zuhud terhadap dunia. Pakaian beliau tidak lebih dari 5 dirham. Para khalifah telah mengundangnya supaya dia menemani mereka. Akan tetapi bukan dia tidak memenuhi ajakan mereka, karena mengkhawatirkan agamanya daripada dunianya; akan tetapi disamping itu dia datang kepada mereka jika dalam kedatangannya ada manfaat bagi kaum muslimin atau ada kebaikan untuk Islam.

Seperti dalam peristiwa yang dikisahkan oleh Utsman bin Atha’ Al-Khurasani:

“Aku pergi bersama ayah untuk menghadap Hisyam bin Abdul Malik, Tatkala perjalanan kami telah dekat dengan Damsyik, tiba-tiba kami bertemu dengan orang tua yang menunggangi himar hitam, mengenakan baju lusuh dan jubbah yang telah usang, penutup kepala vang kusut melekat pula di kepalanya. Pelana yang dipakainya terbuat dari kayu murahan, aku tertawa geli karenanya. Lalu aku bertanya kepada ayah: “Siapakah orang ini?’ Ayah berkata: “Diam kamu, ia adalah penghulu para ahli fikih di Hijaz Atha’ bin Abi Rabah.” Ketika telah dekat jarak kami dengannya, ayah bergegas turun dari bighalnya sedangkan Atha’ turun dari himarnva. Keduanya saling berpelukan dan saling menanyakan kabarnya, kemudian keduanya kembali dan menaiki kendaraannya. Mereka berjalan hingga berhenti di depan pintu istana Hisyam bin Abdul Malik. Keduanya diminta duduk menunggu hingga mendapatkan ijin untuk masuk.

Setelah ayah keluar aku bertanya kepadanya: “Ceritakanlah apa yang Anda lakukan berdua di dalam istana?” Beliau berkata: “Tatkala Hisyam mengetahui bahwa Atha’ bin Abi Rabah berada di depan pintu, maka beliau bersegera menyambut dan mempersilahkan kami untuk masuk. Demi Alloh Subhanahu Wata’ala saya tidak akan bisa masuk melainkan karena bersama Atha’. Demi melihat Atha’ Hisyam berkata: “Marhaban! Marhaban! silakan.silakan..beliau terus menyambut: “Silakan ..silakan..!” hingga Hisyam mendudukkan Atha’ di atas kasurnya dan menempel­kan lututnya ke lutut Atha’. Ketika itu majlis dihadiri oleh para bang­sawan, tadinya mereka bercakap-cakap namun seketika mereka men­jadi diam.

Kemudian Hisyam menghadap Atha’ dan terjadilah dialog antara keduanya:

Hisyam: “Apa keperluan Anda wahai Abu Muhammad?”



Atha’: “Wahai amirul mukminin, penduduk Haramain, keluarga Alloh Subhanahu Wata’ala dan tetangga Rosululloh Solallohu “Alaihi Wasallam, hendaknva mendapatkan pem­bagian rezki dan pemberian.”

Hisyam: ‘Baik…wahai penulis, tulis bagi penduduk Mekah dan Madinah untuk menerima bantuan selama satu tahun.” (Lalu Hisyam bertanya lagi kepada Atha’) “Masih adakah keperluan yang lain wahai Abu Muhammad?”

Atha’: “Benar, wahai amirul mukminin, penduduk Hijaz dan pen­duduk Najd, asal mula Arab dan tempat para pemimpin Islam, janganlah diambil kelebihan sedekah mereka..”

Hisyam: “Balk …! wahai penulis, tulis agar kita menolak penyerahan kelebihan sedekah mereka.” Masih adakah keperluan yang lain wahai Abu Muhammad?”

Atha’: “Benar wahai amirul mukminin, ahluts tsugur (yang ribath fii sabililah diperbatasan) mereka berdiri menjaga dari musuh, mereka membunuh siapapun yang menimpakan keburukan kepada kaum muslimin, hendaknya dikirim rezki kepada mereka. Karena jika mereka terbunuh niscaya akan lenyaplah perbatasan.”

Hisyam: ‘Baiklah…! wahai penulis, tulislah agar kita mengirim ma­kanan kepada mereka.” Masih adakah keperluan lainnya wahai Abu Muhammad?”

Atha’: “Benar wahai amirul mukminin, ahli dzimmah, janganlah dibebani dengan apa-apa yang tidak mereka mampui, karena ke­tundukan mereka adalah kekuatan bagi kalian untuk menga­lahkan musuh kalian.”

Hisyam: (Berkata kepada penulisnya) “Wahai penulis, tulislah bagi ahli dzimmah agar mereka tidak dibebani dengan apa-apa yang tidak mereka mampui.” Masih adakah keperluan yang lain wahai Abu Muhammad?”

Atha’: “Benar..bertakwalah kepada Alloh Subhanahu Wata’ala atas dirimu wahai amirul mukminin, ketahuilah bahwa engkau diciptakan seorang diri, engkaupun akan mati seorang diri, dikumpulkan di makhsyar seorang diri, dihisab seorang diri, dan demi Alloh Subhanahu Wata’ala engkau tidak melihat siapapun..!”

Hisyam menundukkan kepalanva sambil menangis, lalu berdirilah Atha’ dan akupun berdiri bersama beliau. Namun, ketika kami me­lewati pintu tiba-tiba ada saeorang membuntuti beliau sambil mem­bawa sebuah bejana yang aku tidak mengetahui apa isinya sembari mengatakan: “Saungguhnya amirul mukminin menyuruhku untuk menyerahkan ini kepada Anda!” Atha’ menjawab: “Tidak!. Lalu beliau membaca ayat:

وَمَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ إِنْ أَجْرِيَ إِلا عَلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ (١٠٩)

“Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; Upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam.” (Asy­Syu’ara: 109)

Demi Alloh Subhanahu Wata’ala, beliau masuk ke istana khalifah dan keluar dan sisinya sementara beliau sama sekali tidak minum seteguk air pun.

Sungguh, Alloh Subhanahu Wata’ala memberikan manfaat kepada banyak orang dengan ilmu Atha’ bin Abi Rabah. Di antara mereka ada yang men­jadi ahli ilmu yang handal, ada yang menjadi pengusaha dan lain-­lain.

Imam Abu Hanifah An-Nu’man menceritakan pengalaman beliau: “Aku pernah melakukan lima kasalahan ketika melakukan manasik di Mekah, lalu seorang tukang cukur mengajariku. Peristiwa tersebut ter­jadi manakala aku bermaksud mencukur rambut karena hendak me­nyudahi ihram, maka aku mendatangi seorang tukang cukur, lalu aku bertanya: “Berapa upah yang harus aku bayar untuk mencukur ram­but kepala?” Tukang cukur itu menjawab: “Semoga Alloh Subhanahu Wata’ala memberikan hidayah kepada Anda, ibadah tidak mempersaratkan itu, duduklah dan posisikan kepala sauka Anda.” Akupun merasa grogi dan duduk. Hanya saja ketika itu aku duduk membelakangi kiblat, maka tukang cukur tersebut mengisyaratkan agar aku menghadap kiblat dan aku­pun menuruti kata-katanya. Yang demikian itu semakin membuat aku salah tingkah. Lalu saya serahkan kepala bagian kiri untuk dipangkas rambutnya, namun tukang cukur itu berkata: “Berikan bagian kanan.” Lalu akupun menyerahkan bagian kanan kepalaku.

“Tukang cukur itu mulai memangkas rambutku sementara aku ha­nya diam memperhatikannya dengan takjub. Melihat sikapku, tukang cukur itu berkata: “Mengapa Anda diam saja? Bertakbirlah!” Lalu aku­pun takbir hingga aku beranjak untuk pergi. Untuk kaekian kalinya tukang cukur itu menegurku: “Hendak kemanakah Anda?”Aku kata­kan: “Aku hendak pergi menuju kendaraanku.” Tukang cukur itu ber­kata: “Shalatlah dua rekaat dahulu baru kemudian silakan pergi sauka Anda.” Akupun shalat dua rekaat, lalu aku berkata pada diriku sendiri: “Tidak mungkin seorang tukang cukur bisa berbuat seperti ini melainkan pasti dia memiliki ilmu.” Kemudian aku bertanya kepadanya: “Dari manakah Anda mendapatkan tata cara manasik yang telah Anda ajarkan kepadaku tadi?” Orang itu menjawab: “Aku melihat Atha’ Bin Abi Rabah mengerjakan seperti itu lalu aku mengambilnya dan memberikan pengarahan kepada manusia dengannya.”

Atha bin Abi Rabah meninggal dunia pada tahun 114 atau 115 Hijriah dalam umur 88 tahun. Ketika dia wafat, ribuan orang menshalatkan sampai-sampai di masjidil Haram dilaksanakan shalat janazah berkali-kali karena banyaknya yang ingin menshalatkan. Dan ketika mereka mengangkat jenazahnya, maka mereka semua terheran-heran karena mayatnya sangat ringan seperti bulu, sebab tidak sedikitpun membawa keduniaan serta dipenuhi oleh berbagai bekal untuk akhirat yang banyak.



Sumber:
http://ryu1nayumi.wordpress.com/2013/02/04/sayyidul-fuqaha-al-hijaz-atha-bin-abi-rabah/
Website abu-uswah.blogspot.com yang mengambil maraji’ Terjemahan Buku “Shuwar min Hayatit Tabi’in” karya Dr. Abdurrahman Ra’fat Basya
Website kisahmuslim.com

Lencana Facebook

Bagaimana Pendapat Anda Tentang Blog ini?

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

MOTTO

Kami tidak malu menerima saran & kritik anda...