Tampilkan postingan dengan label BIOGRAFI ULAMA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BIOGRAFI ULAMA. Tampilkan semua postingan

Senin, 10 Juni 2013


Abu Musa al-Asy’ari

Dilahirkan di Zabin, Yaman, 21 tahun sebelum Hijriah. Nama lengkapnya Abu Abdullah bin Qis bin Salim bin Hadhor bin Harb. Nama panggilannya Abu Musa dan al-Asy’ari dinisbahkan kepada bani al-Asy’ar di Qohthan. Beliau adalah seorang zahid, ahli fiqh, al-Imam al-Kabir dan ahli ibadah. Tubuhnya tidak gemuk dan tidak terlalu pendek. Suaranya bagus.
Sejarah beliau dimulai dari Yaman tempat dimana beliau dilahirkan. Masa itu penduduk Qohtahn banyak yang menyembah berhala. Meskipun beliau masih berusia muda, tapi beliau menolak dan menginkari penyembahan berhala yang berlaku di masyarakatnya. Beliau tahu bahwa berhala yang disembah tidak memberikan manfaat dan juga bahaya. Dalam hatinya berkeinginan agar datang pertolongan dari langit untuk menyelamatkan manusia dari penyembahan berhala. Keinginannya itu terwujud ketika beliau mendengar bahwa Muhammad bin Abdullah adalah utusan Allah mengajarkan agama tauhid, mengajak kepada amar ma’ruf dan budi pekerti mulia.
Maka dengan niat ikhlas beliau meninggalkan tanah kelahirannya pergi menuju Mekkah tempat di mana Rasulullah diutus. Sesampainya di Mekkah beliau duduk di sekeliling Rasulullah dan belajar darinya. Selama mengikuti ajaran Rasulullah, beliau sangat rajin dan tekun. Akhirnya setelah merasa cukup beliau pulang ke Yaman untuk mengajarkan agama tauhid yang dibawa Rasulullah. Sedikit banyak beliau membawa perubahan di kaumnya.
Kemudian beliau balik ke hadapan Rasulullah setelah selesai perang Khoibar. Kebetulan kedatangannya bersamaan dengan datangnya Ja’far bin Abu Tholib bersama sahabat lain dari Habsyah (Ethopia). Di situlah Rasulullah memberikan penerangan tentang ajaran Islam kepada semua yang datang. Ternyata kedatangan beliau dari Yaman tidak hanya seorang diri. Tapi beliau datang bersama 53 lebih dari laki-laki dari penduduk Yaman. Dua saudara sedarahnya juga ikut datang yaitu Abu Ruhm dan Abu Burdah. Orang-orang yang datang bersama beliau oleh Rasulullah disebut “al-Asy’ariun”(orang-orang Asy’ari).
Mengenai kisah hijrahnya, beliau berkata; “Kami keluar dari Yaman bersama 53 orang lebih dari kaumku. Suadaraku Abu Ruhm dan Abu Burdah juga ikut. Kami berlayar dengan prahu ke Najashy, Ethopia. Ternyata di sana sudah ada Ja’far dan sahabat-sahabat lain. Kemudian kami bertemu setelah selesai perang Khaibar. Kemudian Rasulullah berkata : “Kamu berhijrah dua kali, pertama ke Nahashy dan kedua hijrah kepadaku.”(HR.Bukhori Muslim). Sejak itulah Rasulullah sangat cinta padanya, dan juga kaumnya. Anehnya sebelum kedatangan beliau, Rasulullah berkata kepada para sahabat bahwa akan datang kepada kami besok suatu kaum hatinya sangat lembut. Besok harinya kedatangan mereka disambut meriah dengan saling berjabat tangan. Inilah sejarah pertama berjabat tangan dalam Islam.
Beliau adalah seorang faqih (ahli fiqh) dan sangat cerdas sehingga dapat memahami setiap persoalan yang muncul. Disebutkan bahwa beliau termasuk empat orang ahli hukum umat Islam. Umar, Ali, Abu Musa dan Zaid bin Tsabit. Tidak hanya itu, beliau juga penguasa yang sangat berani. Di medan perang, dengan beraninya beliau sanggup memikul beban dan tanggungjawab pasukan umat Islam. Hingga suatu ketika Rasulullah berkata, “Tuan para kesatria adalah Abu Musa.” Rasulullah pernah menugaskan beliau menjadi penguasa atau wali di kota Zabid dan Adnan.
Diantara para sahabat, beliau lah yang mempunyai suara bagus ketika membaca al-Qur’an. Kelembutan dan kehalusan suaranya membuat orang yang mendengarkan terharu dan teruhnya hatinya. Suaranya mampu menembus ke relung hati. Dari Abu Musa diceritakan bahwa Rasulullah berkata, “Wahai Abu Musa, kamu telah diberi seruling dari serulingnya (bagus suaranya) keluarga Daud.”(HR.Bukhori Muslim). Di hadits lain diceritakan, Anas berkata suatu hari malam beliau (Abu Musa) melakukan sholat malam. Bacaan al-Qur’an dalam sholatnya itu terdengar oleh istri-istri Rasulullah. Mereka pun bangun dan mendengarkan dengan baik. Ketika pagi-pagi beliau diberitahu bahwa istri-istri Rasul mendengar bacaannya.
Biasanya kalau Umar bin Khottob bertemu dengannya, beliau mesti diperintah untuk membaca al-Qur’an sembari berkata, “Wahau Abu Musa, kami rindu dengan lantunan ayat-ayat suci al-Qur’an.” Pada waktu Umar bin Khottob mengutus beliau untuk menjadi wali dan amir di Basrah pada tahun 17 Hijriah, beliau mengumpulkan penduduk Basrah sembari berkhutbah. “Amirul mukminin mengutusku untuk mengajarkan kepada kalian kitab Allah dan sunnah Rasul. Dan juga untuk membersihkan jalan kesesatan kalian.” Kota Asbahan dan Ahwaz ditaklukan pada masa Umar.
Pada masa kholifah Utsman beliau ditugaskan untuk menjadi wali di Basrah, tapi kemudian beliau mengundurkan diri. Setelah itu dipindah ke Kuffah. Pada waktu terjadi fitnah dan perselisihan antara Ali dengan Muawwiyah, beliau mengajak penduduk Basrah untuk memberikan dukungan kepada Ali.
Dan pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, Abu Musa telah berhasil mengatur administrasi wilayah Bashrah, juga berhasil didalam memimpin pasukan militernya. Merupakan suatu rahmat yang besar dari Allah terhadapnya dengan pertolongan-pertolongan-Nya melalui tangannya, sehingga ia mampu menaklukkan beberapa kota dan negeri, dan telah dimenangkan Allah dalam memerangi pemimpin-pemimpin “daulah Al-Farisiyah” dengan kecerdikkan dan ketajaman pemikirannya.
Pada akhir tahun 23 hijrah Amirul mu’minin Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu meninggal terbunuh sebagai syahid, dan Abu Musa ketika itu sedang berada di Bashrah mengajar dan berjuang menyampaikan dakwah kepada Allah, namun walaupun demikian beliau telah mengetahuinya melalui ru’yah yang merupakan karamah yang telah Allah berikan kepadanya, sebagaimana yang telah dikeluarkan oleh Ibnu Sa’ad di Thabaqat dengan sanadnya dari Abu musa (lih. Hayatu As- Shohabah juz; 3 hal; 666).
Setelah dibai’atnya khalifah ‘Utsman radhiyallahu ‘anhu, beliau menbetapkan Abu Musa sebagai wali di Bashrah selama enam tahun, setelah lepas dari amanat ini banyak sekali cobaan-cobaan fitnah dan tantangan yang ia hadapi dalam menyampaikan syariat dan risalah Ilahi hingga masa kekhalifahan Ali radhiyallahu ‘anhu dan berakhir pada akhir hayatnya yaitu pada masa pemerintahan Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu.
Selama berjuang  bersama Rasulullah, beliau telah meriwayatkan kurang lebih 355 hadits. Diantara hadits riwayatnya, dari Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya Allah membentangkan tangannya di malam hari untuk memberi ampunan bagi orang yang berbuat jahat di siang hari. Dan Allah bentangkan tangganya di siang hari untuk memberi ampunan bagi orang yang berbuat jahat di malam hari hingga matahari terbenam.”(HR.Muslim)
Suatu hari beliau berkata; “Ada dua hal yang dapat memutus dariku kenikmatan dunia; mengingat mati dan mengingat dosa dihadapan Allah.”
Beberapa kata hikmah dan petuah beliau;
“Ikutilah petunjuk al-Qur’an…jangan pernah merasa jemu untuk ikut,
Beliau wafat di Kuffah pada tahun 44 Hijriah.
Sebelum wafatnya beliau masih sempat memberikan peringatan dan nasehat buat anak-anak dan keluarganya agar selalu beriltizam terhadap sunnah Nabi . Dan merupakan suatu kemuliaan dari Allah terhadap keluarganya dengan menjadikan banyak dari anak-anak, cucu-cucu sampai pada keturunan-keturunannya menjadi ulama, qadhi dan perawi hadist, yang merupakan berkah dari do’a Rasulullah yang diterimanya dan berkah keikhlasannya.
Demikianlah perjalanan dari kehidupan seorang sahabat Rasulullah yang ahli ibadat, wara’, mujahid dan faqih, semoga kita semua dapat mengambil ibrah dari semua itu dan semoga Allah memberi hidayah kepada kita dalam melangkah tuk mencapai ridha-Nya serta mewafatkan kita dalam keadaan Iman dan Islam. Amin.
“Rabbana-ghfir lana wa li-ikhwanina allaziina sabaquuna bil-iimaan wala taj’al fi- quluubina ghillan lil-laziina a-manu Rabbana innaka Raufu-r- Rahiim”.

Ref:hilda amelia tangerang, Indonesiahttp://hildaamelia-hilda.blogspot.com/2011/09/abu-musa-al-asyari.html meref dari kitab -kitab berikut ini
1.       Rijaalu hawla ar-Rasul; oleh Khalid Muhammad Khalid.
2.       Hilyatu al-Awliya; oleh Al-hafidz Abu Na’im.
3.       Abu Musa Al-Asy’ariy (shohabah al-’alim, al-mujahid); oleh Abdul Hamid Mahmud Thohaziy


Rabu, 17 April 2013

Biografi Imam Al-Khatib At-Tibrizi (w 502 H)



Al-Khatib At-Tibrizi (w 502 H) pernah berjalan kaki dari Tibriz ke daerah Ma’arah untuk belajar dengan seorang ulama di sana. Beliau membawa kitab Tahdzib al-Lughah yang ditaruh dalam sebuah geriba (semacam ‘bag’ tapi terbuat dari bahan yang keras -ket) dan ditaruh di punggungnya. Al-Khatib At-Tibrizi berjalan kaki kerana ia seorang fakir yang tidak mempunyai harta untuk menyewa hewan tunggangan. Perjalanannya sangat sulit kerana cuaca yang panas terik dan membakar kulit, membuat beliau mandi keringat dan keringatnya menembusi ‘bag’ di punggung tempat menyimpan kitab. Keringat tersebut membasahi kitab sampai membuat luntur tulisannya. Orang yang melihat kitab tersebut pasti menyangka kitab tersebut pernah terendam dalam air, padahal tulisan dalam kitab itu luntur kerana keringat Al-Khatib At-Tibrizi!. (Wafayatul A’yan : 2/233).

Sabtu, 16 Maret 2013

TERNYATA IMAM SYAFII ADALAH SEORANG WAHABI,BENARKAH.....!!!!!

Di antara aqidah yang di anut oleh Ahlus Sunnah Salafiyyun – Wahhabiyyun yang oleh Habib Mundzir disebut kelompok sawah- adalah “Menetapkan Nama-nama dan Sifat Allah sebagaimana zhahirnya tanpa tasybih (menyerupakannya dengan makhluk), tanpa takyif (membagaimanakan atau membayangkan bentuknya), dan tanpa Tahrif (memalingkan maknanya dari makna zhahirnya) seperti mengartikan Tangan dengan Kekuasaan atau nikmat, Istawa dengan istawla (menguasai) dan lainnya”
aqidah ini oleh kelompok Asy’ariyyah yang banyak dianut oleh orang Sufi di indonesia seperti NU dan kelompoknya Habib Mundzir adalah aqidah yang sesat yang dengannya mereka mengatakan bahwa Wahhabi itu Mujassimah sehingga tak pelak orang yang beraqidah seperti aqidah Ahlussunnah di atas akan langsung di cap sebagai seorang Wahhabi atau Mujassimah yang sesat .

Jika demikian halnya maka kalau begitu TERNYATA IMAM SYAFI’I ADALAH SEORANG WAHHABI… gak percaya berikut akidah beliau berkenaan hal tersebut di atas sebagaimana disebutkan Al Imam Abul Hasan ‘Ali bin Ahmad bin Yusuf Al Qurasy Al Hikkary (Wafat 486 H) dalam kitab I’tiqad Asy Syafi’i beliau :

Sanad (ringkas) :

Al Imam Abul Hasan ‘Ali bin Ahmad bin Yusuf Al Qurasy Al Hikkary —– Syaikh Abu Ya’la Al Khaliil ——– Al Qadhi Abu Sa’ad Al Qaasim —– Abu Muhammad bin Abu Hatim Ar Razy ——- Yunus Ibnu Abdul A’la beliau berkata ,” Aku mendengar Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy Syafi’i -radhiallahu ‘anhu- berkata, -dan beliau telah ditanya tentang sifat-sifat Allah Azza Wa Jalla yang sepantasnya di imani- : “Hanya bagi Allah nama-nama dan sifat-sifat yang datang dalam Kitab-Nya (Al Qur’an) dan di khabarkan oleh Nabi-Nya Shallalahu ‘Alaihi Wa Sallam kepada ummatnya. Tidak ada kelapangan bagi seseorang yang diciptakan oleh Allah Ta’ala untuk menolaknya setelah tegak hujjah atasnya. Karena sesungguhnya Al Qur’an turun tentangnya dan telah shahih dari Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wa Sallam berbicara tentangnya sebagaiman di riwayatkan dari beliau oleh orang-orang yang adil..

Maka jika ada yang menyelisihi perkara itu setelah tetapnya hujjah atasnya maka dia telah kafir kepada Allah, dan adapun sebelum tegaknya hujjah atasnya dari sisi pengkhabaran maka dia diberi udzur karena kejahilannya. Karena ilmu akan hal itu (nama dan sifat Allah) tidak bisa dijangkau oleh akal tidak pula oleh ru’yah dan pemikiran.

Di antara contoh hal itu (sifat Allah) yang Allah Subhanahu khabarkan kepada kita, bahwa sesungguhnya

Dia Samii’un Bashiir (Maha Mendengar lagi Maha Melihat), dan

Dia memiliki Yadain (Dua Tangan) berdasarkan firman-Nya (artinya): Bahkan Kedua Tangan Allah Terhampar, dan

Dia memiliki Tangan Kanan berdasarkan firman-Nya (artinya): “Dan Langit-langit diulung dengan Tangan Kanan-Nya, dan

Dia memiki Wajah berdasarkan firman-Nya (artinya): “Setiap segalah sesuatu pasti binasa kecuali wajah-Nya” dan firman-Nya : “Dan tetap kekallah wajah Rabbmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan” dan

Dia memiliki Kaki berdasarkan sabda Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wa Sallam (artinya): “Sampai Ar Rabb meletakkan Kaki-Nya padanya” 1yaitu Neraka Jahannam, dan

Dia tertawa terhadap hamba-Nya yang mu’min berdasarkan sabda Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wa Sallam tentang orang yang terbunuh di jalan Allah :”sesungguhnya dia berjumapa dengan Allah dan Allah tertawa kepadanya”2, dan

Dia turun setiap malam ke langit dunia berdasarkan sabda Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wa Sallam akan hal itu, dan

Dia tidak a’war (picak sebelah mata-Nya) berdasarkan sabda Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wa Sallam ketika menyebutkan Dajjal : “sungguh dajjal itu a’war dan sungguh Rabb kalian tidaklah a’war3”, dan

Sesusungguhnya orang mu’min akan melihat Rabb mereka pada hari kiamat -dengan mata-mata mereka- 4 sebagaimana mereka melihat bulan purnama, dan

Dia memiliki Ishba’an (jari jemari) berdasarkan sabda Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wa Sallam : “tidaklah hati (seorang hamba) kecuali berada di antara dua jari dari jari jemari Ar Rahman Azza Wa Jalla”5

Maka sesungguhnya Ma’na-ma’na ini yang Allah Ta’ala sifatkan bagi diri-Nya dengan hal itu dan Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wa Sallam sifatkan Allah dengannya pada perkara-perkara yang tidak bisa dijangkau hakikatnya oleh pikiran dan penglihatan.

Dan kita tidaklah mengkafirkan orang yang jahil akan hal perkara ini kecuali setelah sampai padanya hujjah (khabar) akan hal ini. Dan jika khabar yang datang akan hal ini bisa dipahami seakan-akan dia menyaksikannya dengan pendengaran (secara langsung) maka wajib untuk meyakininya sebagaimana dia mendengarkan dan menyaksikan sendiri dari Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wa Sallam. Dan kita tetapkan sifat-sifat ini dan kita nafikan (tiadakan) darinya tasybih (penyerupaan) sebagaiman Allah nafikan dari diri-Nya sebagaimana firman-Nya (artinya) : “Dia tidaklah serupa dengan sesuatu apapun dan Dia Maha Melihat Lagi Maha Mendengar)

**** selesai ****

Atsar ini juga di riwayatkan oleh Imam Ibnu Qudamah dalam Itsbat Shifat Al ‘Uluw

Demikianlah Aqidah Imam Asy Syafi’i dalam perkara Nama dan Sifat-sifat Allah yang oleh mereka para penta’wil dari kalangan Sufi dan yang sejenisnya menjuluki penganutnya sebagai Mujassimah. Nah bagaimana dengan Imam Syafi’i apakah kalian juga akan mengakannya Mujassimah, BERANI?

Perlu diketahui bahwasanya pertanyaan kepada beliau ini muncul sebab di zaman beliau saat itu telah muncul faham mu’tazilah yang menta’wil bahkan menolak ayat-ayat dan hadits tentang sifat Allah. Maka Imam Syafi’i -rahimahullah- ketika ditanya akan perkara ini beliau menyebutkan beberapa sifat-sifat Allah dengan dalilnya kemudian beliau menegaskan bahwa beliau -rahimahullah- “Menetapkan sesuai ma’nanya dan meniadakan penyeruapaan dengan siapapun dan apapun” dan ini pulalah yang dilakukan oleh Ahlus Sunnah Salfiyyun.

Kemudian perkara yang juga mengherankan dari mereka bersamaan dengan begitu fanatiknya mereka terhadap madzhab syafi’i -sampai ketika datang hadits yang shahih yang membatalkan pendapat syafiiyyah, seperti menyentuh wanita tidaklah membatalkan wudhu, atau kaifiyah mengusap kepala ketika wudhu, mereka tidaklah bergeming, pokoke ini madzhabnya imam syafi’i- mereka justru mengikuti aqidah Asy’ariyyah -yang mereka sandarkan kepada Imam Abul Hasan Al Asy’ary- yang notabene adalah seorang imam yang bermadzhab -fiqih- Hanabilah.. tapi ternyata Imam yang mereka bersandar secara Aqidah padanya yakni Imam Abul Hasan Al Asy’ary pun menyelisihi Aqidah mereka…

Selanjutnya — Insya-Allah —-

TERNYATA IMAM ABUL HASAN AL ASY’ARY ADALAH SEORANG “WAHHABI”

(Dari Kitab Al Ibanah ‘An Ushul Ad Diyanah)

1Bukhari 8/594 dan Muslim 4/2186

2Bukhari 6/39 dan Muslim 4/1504

3Bukhari 13/90 dan Muslim 1/155

4Tambahan ini ada dalam kitab yang dipakai oleh Ustadz Dzulqarnain

5Shahih Muslim 4/2045

Sumber :

http://aboeshafiyyah.wordpress.com/2013/03/15/ternyata-imam-asy-syafii-seorang-wahhabi/

Senin, 25 Februari 2013

YANG PALING BESAR MENRUT IMAM AL-GOZALI


Iman Ghazali = " Apa yang paling besar didunia

ini ?"

Murid 1 = " Gunung "

Murid 2 = " Matahari "
Murid 3 = " Bumi "

Imam Ghazali = " Semua jawaban itu benar, tapi

yang besar sekali adalah HAWA NAFSU (Surah Al

A'raf: 179). Maka kita harus hati-hati dengan nafsu

kita, jangan sampai nafsu kita membawa ke
neraka."

IMAM GHAZALI" Apa yang paling berat didunia? "

Murid 1 = " Baja "

Murid 2 = " Besi "
Murid 3 = " Gajah "

Imam Ghazali = " Semua itu benar, tapi yang

paling berat adalah MEMEGANG AMANAH (Surah

Al-Azab : 72 ). Tumbuh-tumbuhan , binatang,

gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika

Allah SWT meminta mereka menjadi khalifah

pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan

sombongnya berebut-rebut menyanggupi

permintaan Allah SWT sehingga banyak manusia

masuk ke neraka kerana gagal memegang
amanah."

Imam Ghazali = " Apa yang paling ringan di dunia

ini ?"

Murid 1 = " Kapas"

Murid 2 = " Angin "

Murid 3 = " Debu "
Murid 4 = " Daun-daun"

Imam Ghazali = " Semua jawaban kamu itu benar,

tapi yang paling ringan sekali didunia ini adalah

MENINGGALKAN SOLAT . Gara-gara pekerjaan kita
atau urusan dunia, kita tinggalkan solat "

Imam Ghazali = " Apa yang paling tajam sekali di

dunia ini? "

Murid- Murid dengan serentak menjawab = "
Pedang "

Imam Ghazali = " Itu benar, tapi yang paling tajam

sekali didunia ini adalah LIDAH MANUSIA . Kerana

melalui lidah, manusia dengan mudahnya

menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya
sendiri "

Rabu, 06 Februari 2013

Abu al-Hasan Ali bin Muhammad bin Habib al-Mawardi

Abu al-Hasan Ali bin Muhammad bin Habib al-Mawardi
Beliau lahir di Basrah pada tahun 972 M Ia dididik di pertama di Basrah , setelah menyelesaikan pendidikan dasar, ia belajar Fiqh (yurisprudensi Islam) dari ahli hukum Abu al-Wahid al -Simari. Dia kemudian pergi ke Baghdad untuk studi lanjutan di bawah Syeikh Abd al-Hamid dan Abdallah al-Baqi. kemahiran-Nya dalam yurisprudensi Etika, ilmu politik dan sastra terbukti bermanfaat dalam mengamankan karir terhormat baginya. Setelah pengangkatan pertama sebagai Qadhi (Hakim), dia secara bertahap dipromosikan ke kantor yang lebih tinggi, sampai ia menjadi Ketua Mahkamah Agung di Baghdad. Abbasiyah Khalifah al-Qaim bi Amr Allah mengangkatnya sebagai duta nya keliling dan mengirimnya ke sejumlah negara sebagai kepala misi khusus. Dalam kapasitas ini ia memainkan peran penting dalam membangun hubungan yang harmonis antara kekhalifahan Abbasiyah menurun dan kekuatan meningkatnya Buwahids dan Seljukes. Dia disukai dengan hadiah yang kaya dan upeti oleh Sultan sebagian besar waktu. Dia masih di Baghdad ketika itu diambil alih oleh Buwahids. Al-Mawardi meninggal pada 1058 C.E.

Al-Mawardi adalah seorang ahli hukum besar, mohaddith, sosiolog dan ahli di bidang Ilmu Politik. Dia adalah seorang ahli hukum di sekolah Fiqh dan bukunya Al-Hawi pada prinsip-prinsip yurisprudensi yang diselenggarakan di bereputasi tinggi.

Kontribusinya dalam ilmu politik dan sosiologi terdiri dari sejumlah buku monumental, yang paling terkenal di antaranya adalah Kitab al-Ahkam al-Sultania, Qanun al-Wazarah, dan Kitab Nasihat al-Mulk. Buku-buku membahas prinsip-prinsip ilmu politik, dengan referensi khusus dengan fungsi dan tugas khalifah, menteri utama, menteri lainnya, hubungan antara berbagai elemen masyarakat dan sktor dan langkah-langkah untuk memperkuat pemerintah dan memastikan kemenangan dalam perang. Dua dari buku-buku ini, al-Ahkam al-Sultania dan Qanun al-Wazarah telah dipublikasikan dan juga diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Ia dianggap sebagai penulis / pendukung dari 'Doktrin Kebutuhan' dalam ilmu politik. Dengan demikian ia mendukung sebuah kekhalifahan yang kuat dan kekuasaan terbatas putus asa didelegasikan kepada Gubernur, yang cenderung untuk membuat kekacauan. Di sisi lain, ia telah menetapkan prinsip-prinsip yang jelas untuk pemilihan khalifah dan kualitas dari pemilih, kepala di antaranya adalah pencapaian tingkat tingkat intelektual dan kemurnian karakter.

Dalam etika, ia menulis Kitab al-Aadab Dunya wa al-Din, yang menjadi buku populer pada subjek dan masih dibaca di beberapa negara Islam.

Al-Mawardi telah dianggap sebagai salah satu pemikir paling terkenal dalam ilmu politik di abad pertengahan. karya aslinya mempengaruhi perkembangan ilmu ini, bersama dengan ilmu sosiologi, yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Ibnu Khaldun.


Sumber:
1.http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2093749-biografi-abu-al-hasan-al/
2. http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2093749-biografi-abu-al-hasan-al/#ixzz2K8Lj9WEu

Rabu, 30 Januari 2013

MENGENAL KESESATAN WAHABI DAN PENDIRI NYA




Menurut riwayat Muhammad ibnu Abdul Wahhab ini dilahirkan di perkampungan `Uyainah dibagian selatan kota Najd (Saudi Arabia) tahun 1703 masehi dan wafat tahun 1792 masehi, ia mengaku sebagai salah satu penerus ajaran Ibnu Taimiyyah. Pengikut akidah dia ini dikenal sekarang dengan nama ‘golongan Wahabi atau dikenal juga dengan Salafi ’. Nama Wahabi atau al-Wahabiyyah kelihatan dihubungkan kepada nama pendiri- nya yaitu Muhammad `Abd al-Wahhab al-Najdi. Ia tidak dinamakan golongan/madzhab al-Muhammadiyyah tidak lain bertujuan untuk membedakan di antara para pengikut Nabi Muhammad saw. dengan pengikut madzhab mereka, dan juga bertujuan untuk menghalangi segala bentuk eksploitasi (istighlal). Penganut Wahabi sendiri menolak untuk dijuluki sebagai penganut madzhab Wahabi dan mereka menggelarkan diri mereka sebagai golongan al-Muwahhidun (unitarians) atau madzhab Salafus-Sholeh atau Salafi (pengikut kaum Salaf) karena mereka menurut pendapatnya ingin mengembalikan ajaran-ajaran tauhid ke dalam Islam dan kehidupan murni menurut sunnah Rasulullah saw.

Menurut ulama Muhammad Ibnu Abdul Wahhab ini amat mahir didalam mencampur-adukkan antara kebenaran dengan kebatilan. Oleh karena itu, sebagian kaum Muslimin berbaik sangka kepadanya dan menggelarinya dengan sebutan Syeikhul Islam, sehingga dengan demikian namanya menjadi masyhur dan ajarannya menjadi tersebar, padahal itu semua telah banyak dikecam oleh ulama-ulama pakar karena kebatilan akidah dan pahamnya itu. Pada masanya keyakinan madzhab Hanbali (Ahmad bin Hanbal rh) untuk pertama kali didalam sejarahnya mencapai kemuliaan dan kebesarannya, yang mana pada dua periode sebelumnya tidak memperoleh keberhasilan yang besar.

Adapun yang menjadi sebabnya ialah karena golongan Asy'ariyyah secara langsung memonopoli bidang keyakinan sepeninggal Imam Ahmad bin Hanbal. Muhamad Ibnu Abdul Wahhab mempunyai akidah atau keyakinan bahwa tauhid itu terbagi dua macam yaitu; Tauhid Rububiyyah dan Tauhid Uluhiyyah. Adapun mengenai tauhid rububiyyah, baik orang Muslim maupun orang kafir mengakui itu. Adapun tauhid uluhiyyah, dialah yang menjadi pembeda antara kekufuran dan Islam.

Dia berkata: “Hendaknya setiap Muslim dapat membedakan antara kedua jenis tauhid ini, dan mengetahui bahwa orang-orang kafir tidak mengingkari Allah swt. sebagai Pencipta, Pemberi rezeki dan Pengatur”. Dia dengan berdalil firman-firman Allah swt. berikut ini:  “Katakanlah, 'Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihat an, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?' Maka katakanlah, 'Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?” (S.Yunus [10];31).  “Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, 'Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan? 'Tentu mereka akan menjawab, 'Allah', maka betapakah mereka dapat dipalingkan (dari jalan yang benar)” (S. Al ‘Ankabut [29]; 61)

Selanjutnya Ibnu Abdul Wahhab berkata: Jika telah terbukti bagi Anda bahwa orang-orang kafir mengakui yang demikian, niscaya anda mengetahui bahwa perkataan anda yang mengatakan "Sesungguhnya tidak ada yang menciptakan dan tidak ada yang memberi rezeki kecuali Allah, serta tidak ada yang mengatur urusan kecuali Allah", tidaklah menjadikan diri anda seorang Muslim sampai anda mengatakan, 'Tidak ada Tuhan selain Allah' dengan mengikuti/disertai melaksanakan artinya." (Fi ‘Aqaid al-Islam, Muhmmad bin Abdul Wahhab, hal. 38) .


Dengan pemahaman Muhammad Abdul Wahhab yang sederhana dan salah mengenai ayat-ayat Allah swt. ini dia mudah mengkafirkan masyarakat muslim dengan mengatakan, "Sesungguhnya orang-orang musyrik zaman kita yaitu orang-orang Muslim lebih keras kemusyrikannya dibandingkan orang-orang musyrik yang pertama. Karena, orang-orang musyrik zaman dahulu (yang pertama), mereka hanya menyekutukan Allah disaat lapang, sementara disaat genting mereka mentauhidkan-Nya. Hal ini sebagaimana firman Allah swt. yang berbunyi, 'Maka apabila mereka naik kapal mereka berdo’a kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai kedarat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah)." (Risalah Arba’ah Qawa’id, Muhammad bin Abdul Wahhab, hal.4)

Dia juga mengatakan setiap orang yang bertawassul kepada Rasulallah saw. dan para Ahlul-Baitnya (keluarganya), atau menziarahi kuburan mereka, maka dia itu kafir dan musyrik; dan bahkan kemusyrikannya jauh lebih besar dari pada kemusyrikan para penyembah Lata, 'Uzza, Mana dan Hubal. Dibawah naungan keyakinan inilah mereka membunuh orang-orang Muslim yang tidak berdosa dan merampas harta benda mereka, pedoman yang sering mereka kumandangkan ialah: “Masuklah ke dalam ajaran Wahabi. Dan jika tidak, niscaya Anda terbunuh, istri Anda menjadi janda, dan anak Anda menjadi yatim”. Dapat dibaca dalam kitab al-Radd `ala al-Akhna’i oleh Ibnu Taimiyyah bahwa dia menganggap hadits-hadits yang diriwayatkan tentang kelebihan ziarah Rasulallah saw. sebagai hadits mawdu` (palsu).

Dia juga turut menjelaskan ‘orang yang berpegang kepada akidah bahwa Nabi saw. masih hidup walaupun sesudah mati seperti kehidupannya semasa baginda masih hidup, dia telah melakukan dosa yang besar’. Inilah juga yang sering di-iktiqadkan oleh Muhamad Abdul Wahhab dan para pengikutnya, bahkan mereka menambahkan kebatilan mengenai masalah tersebut. Memonopoli ajaran Tauhid dan pengkafiran terhadap para ulama

Sekte Wahabi mengaku sebagai satu-satunya pemilik ajaran Tauhid yang bermula dari pendirinya, Muhamad bin Abdul Wahhab. Dengan begitu akhirnya mereka tidak mengakui konsep Tauhid yang dipahami oleh ulama muslimin selain sekte Wahabi dan pengikutnya. Kini kita akan melihat beberapa teks yang dapat menjadi bukti atas pengkafiran Muhamad bin Abdul Wahhab terhadap para ulama, kelompok dan masyarakat muslim selain pengikut sekte- nya.

Kita akan menjadikan buku karya Abdurrahman bin Muhammad bin Qosim al-Hanbali an-Najdi yang berjudul “Ad-Durar as-Saniyah” sebagai rujukan kita . Beberapa ungkapan Muhamad bin Abdul Wahhab berikut ini yang berkaitan dengan dakwaannya atas monopoli kebenaran konsep Tauhid versinya, dan menganggap selain apa yang dipahami sebagai kebatilan yang harus diperangi:  “…Dahulu, aku tidak memahami arti dari ungkapan Laailaaha Illallah. Kala itu, aku juga tidak memahami apa itu agama Islam. (Semua itu) sebelum datangnya anugerah kebaikan yang Allah berikan (kepadaku). Begitu pula para guru (ku), tidak seorangpun dari mereka yang mengetahuinya. Atas dasar itu, setiap ulama ’al-Aridh’ yang mengaku memahami arti Laailaaha Illallah atau mengerti makna agama Islam sebelum masa ini (anugerah kepada Muhamad bin Abdul Wahhab, red) atau ada yang mengaku bahwa guru-gurunya mengetahui hal tersebut, maka ia telah melakukan kebohongan dan penipuan. Ia telah mengecoh masyarakat dan memuji diri sendiri yang tidak layak bagi dirinya.” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 51) Dengan ungkapannya itu Muhamad Abdul Wahhab mengaku hanya dirinya sendiri yang memahami konsep tauhid dari kalimat Laailaaha Illallah dan telah mengenal Islam dengan sempurna. Dia menafikan pemahaman ulama dari golongan manapun berkaitan dengan konsep Tauhid dan pengenalan terhadap Islam, termasuk guru-gurunya sendiri dari mazhab Hanbali, apalagi dari madzhab lain. Dia menuduh para ulama lain yang tidak memahami konsep Tauhid dan Islam –ala versinya- telah melakukan penyebaran ajaran batil, ajaran yang tidak berlandaskan ilmu dan kebenaran.  ‘Mereka (ulama Islam) tidak bisa membedakan antara agama Muhammad dan agama ‘Amr bin Lahyi yang dibuat untuk di ikuti orang Arab. Bahkan menurut mereka, agama ‘Amr adalah agama yang benar.” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 51)

Siapakah gerangan ‘Amr bin Lahyi itu? Dalam kitab sejarah karya Ibnu Hisyam disebutkan bahwa: “ Ia adalah pribadi yang pertama kali pembawa ajaran penyembah berhala ke Makkah dan sekitarnya. Dahulu ia pernah bepergian ke Syam. Di sana ia melihat masyarakat Syam menyembah berhala. Melihat hal itu ia bertanya dan lantas dijawab: ‘Berhala-berhala inilah yang kami sembah. Setiap kali kami menginginkan hujan dan pertolongan maka merekalah yang menganugerah- kannya kepada kami, dan memberi kami perlindungan”. Lantas Amr bin Lahy berkata kepada mereka: ‘Apakah kalian tidak berkenan memberikan patung-patung itu kepada kami sehingga kami bawa ke tanah Arab untuk kami sembah?’. Kemudian ia mengambil patung terbesar yang bernama Hubal untuk dibawa ke kota Makkah yang kemudian diletakkan di atas Ka’bah. Lantas ia menyeru masyarakat sekitar untuk menyembahnya” (Lihat: as-Sirah an-Nabawiyah karya Ibnu Hisyam jilid 1 halaman 79)

Dengan demikian Muhamad bin Abdul Wahhab telah menyamakan para ulama Islam selain dia dan pengikutnya dengan ‘Amr bin Lahy pembawa ajaran syirik dan menuduh para ulama mengajarkan ajaran syirik serta para pengikut- nya sebagai penyembah berhala yang dibawa oleh ulama-ulama Islam itu. Siapapun yang memahami ajaran Tauhid ataupun pemahaman Islam yang berbeda dengan versi Muhamad Ibnu Abdul-Wahhab dan pengikutnya, maka ia masih tergolong sesat karena tidak mendapat anugerah khusus Ilahi. Tidak lain karena, para ulama Islam selain sekte Wahabi meyakini legalitas ajaran seperti Tabarruk, Tawassul…dsb.nya

http://acehislamiccentre.blogspot.com

Kamis, 10 Januari 2013

BIODATA TOKOH ULAMA



Syeikh Abu Al Faydh Muhammad Yasin bin Muhammad Isa Al Fadany Al Makky Musnid Ad-Dunya. 




Seikh Yasin dikenal sebagai ulama yang produktif dalam menulis, karya beliau mencapai ratusan, sehingga Al-`Allamah Sayyid Saqqaf bin Muhammad As-Saqqaf seorang ulama Hadhramaut memuji syeikh Yasin dengan sebutan ‘’Suyuthy Zamanih” (Imam Suyuthy pada zamannya) lantaran karyanya yang demikian banyak.

Sejumlah murid dan peneliti kini mulai berusaha menginventasrisir, mengkodifikasi, dan menerbitkan karya-karya tersebut. Kabarnya hingga saat ini baru sebanyak 97 kitab diantaranya sembilah tentang ilmu hadits, 25 kitab tentang ilmu fiqh dan ushul fiqh, 36 kitab tentang ilmu falak, dan sisanya cabang ilmu-ilmu yang lain
Sebagian kitab syeikh Yasin tersebut dijadikan rujukan dan pelajaran di beberapa tempat lembaga pendidikan islam seperti pesantren, madrasah majles ilmu dan perguruan tinggi baik di Asia tenggara maupun di Timur Tengah. Bahkan kitab beliau Fawaid Al Janiyah dijadikan materi silabus mata kuliah Ushul Fiqh di Fakultas Syari`ah Al Azhar. Agaknya, sebagaimana diakui oleh kalangan para ulama yang mengetahui kadar keilmuan beliau, faktor susunan bahasa yang tinggi dan sistematis serta isinya yang padatlah yang menjadikan karya syeikh Yasin dijadikan oleh para ulama dan pelajar sebagai rujukan.

Karya beliau yang terdiri dari kitab fiqh, hadits, balaghah, tarekh, falak, sanad serta dalam cabang ilmu yang lain antara lain:
1. Ad Durr al-Mandhud fi syarh Sunan Abi Daud
2. Fath al-`Allam Syarh Bulughul Maram
3. Syarh Jauhar Tsamin fi arba`in Haditsan min Ahadits Sayyidil Mursalin lil `Ajluny
4. Syarh al-Musalsal bil `iratith Thahirah
5. Bulghah Al Mustaq fi ilm Isytiqaq
6. Tasnif as-Sama`i fi Mukhtashar ilm al-Wadha`
7. Hasyiah `ala Risalah Hajar Zadah fi Ilmi Wadha`
8. Idhah an-Nur al-Lami` syarh al-Kawkab as-Sathi`
9. Hasyiah `ala al-Asybah wan Nadha-ir fi Furu` Fiqh asy-Syafii lis Suyuthy
10. Bughyah Musytaq Syarah al-Luma` Abi Ishaq
11. Ta`liqat `ala Luma` Abi Ishaq asy-Syirazy fi Ilmi Ushul
12. Hasyiah `ala at-Talaththuf Fi Ushul Fiqh
13. Hasyiah `ala al-Qawaid al-Kubra li al-`Izz bin Abd as-Salam
14. Tatmim ad-Dukhul Ta`liqat `ala Madkhal al-Wushul ila `ilm al-Ushul
15. Ta`liqat `ala Syarh Mandhumah az-zamzamy fi Ushul at-Tafsir
16. Taqrir al-Maslak liman arada `ilmi Falak
17. Al-Khamaliyah Syarh mutawasith `ala Tsamarat al-Wasilah
18. Ar-Riyadh Nadhrah Syarh Nadhm al-Alaliy al-Muntatsirah fil Maqulat al-`Asyrah
19. Syarah `ala Risalah al-Adhud fil wadha`
20. Tastnif as-Sami` mukhtashar fi Ilm al-Wadh`i
21. Syarah `ala Mandhumah Zubad li Ibni Ruslan fil Fiqh Syafii
22. Kaukab al-Anwar fi asma-i an-Nujum as-Samawiyah
23. Al-Mukhtashar al-Muhazzab fi istikhraj al-Auqat wal Qiblat bil Rubu` al-Mujayyab
24. Manhal al-Ifadah Hawasyi `ala Risalah Adab al-Bahts wa al-Munadharah li Thasy Kubra Zadah
25. Ad-Durar an-Nadhid Hasyiah `ala Kitab at-Tamhid lil Asnawi Fi Ushul Fiqh asy-Syafii
26. Nail al-Ma`mul Hasyiah `ala Ghayatul wushul `ala Lubb al-Ushul
27. Al-Fawaid al-Janiyyah Hasyiah `ala al-Qawaid al-Fiqhiyyah
28. Janiyy ats-Tsamar Syarah Manzumah Manazil Qamar
29. Thabaqat asy-Syafi`yyah al-Kubra
30. Thabaqat asy-Syafi`yyah al-Sughra
31. Thabaqat Ulama al-Ushul wa al-Qawa`id al-Fiqhiyyah
32. Thabaqat `Ulama al-Falak wa al-Miqat
33. Thabaqat Masyahir an-Nuhah wa Tasalsul Ahkzihim
34. Al-Mawahib al-Jazilah Syarh Stamrah al-Wasilah fi al-Falak
35. Al-Fawaid al-Jamilah Syarh Kabir `ala Tsamarah al-Wasilah
36. Husn ash-Shiqayah Syarah Kitab Durus al-Balaghah
37. Risalah fi ilm al-Mantiq
38. Ittihaf al-Khallan Taudhih Tuhfat al-Bayan fi ilm al-Bayan
39. Ar-Risalah al-Bayaniyyah `ala Thariqat as-Sual wa al-Jawab
40. Tanwir Bashirah bi Thuruq al-Isnad asy-Shahirah
41. Al-Qawl al-Jamil bi Ijazah as-Sayyid Ibrahim bin Aqil
42. Al-Isyadat fi Asanid Kutub an-Nahwiyyah wa ash-sharfiyyah 
43. Al-`Ujalah fi al-Hadits al-Mustaltsal
44. Asma al-Ghayah fi Asanid asy-syeikh Ibrahim al-Hazazmi fi al-Qira-ah
45. Asanid al-Kutub al-Haditsiyyah as-Sab`ah
46. Al-`Iqd al-fard min Jawahir al-Asanid 
47. Ithaf al-Bararah bi Ahadits al-Kutub al-Haditsiyyah al-`Asyrah
48. Ithaf al-Mustafid bin Nur al-Asanid
49. Qurrah al-`Ayn fi Asanid A`lam al-Haramain
50. Ithaf uli al-Himam al-`Aliyyah bi al-Kalam `ala al-Hadits al-Musalsal a-Awwaliyah
51. Al-Waraqat fi Majmu`ah al-Musalsalat wa al-Awa`il wa Asanid al-`Aliyyah
52. Ad-Durr al-farid min Durar al-Asanid 
53. Al-Muqtathaf min ithaf al-Kabir bi Makky
54. Ikhthiyar wa Ikhtishar Riyadh Ahli Jannah min Atsar Ahli as-Sunnah li `Abd al-Baqi al-Ba`li al-Hanbali
55. Arba`un Haditsan min Arba`in Kitan `an Arba`in `an Arba`in Syaikhan
56. Arba`un al-Buldaniyyah Arba`un Haditsan `an Arba`ina `an Arba`ina Baladan
57. Arba`un Haditsan Mutsaltsal bi an-Nuhad ila al-Jalal as-Suyuthy 
58. Al-Salasil al-Mukhtarah bi Ijazah al-Mu`arrikh as-sayyid Muhammad bin Muhammad Ziyarah
59. Fath ar-Rabb al-Majid fima li Asyyakhy min Fara`id al-Ijazah wa al-Asanid
60. Silsilah al-Wushlah Majmu`ah Mukhatarah min al-hadits al-Mustalsal
61. Al-faydh al-Rahmany bi Ijazati Samahah al-Allamah al-Kabir Muhammad Taqi al-`utsmany
62. Nihayah al-mathlab fi `ulumi al-Isnad wa al-Adab
63. Ad-Durar an-Nadhir wa ar-Rawdh an-Nazhir fi Majmu` al-Ijazah bi-Tsabat al-Amir
64. Al-`Ujalah al-Makkiyah 
65. Al-Waraqat `ala al-Jawahir ats-Tsamin fi al-Arba`in Haditsan min al-Hadits Sayyid al-Mursalin
66. Ta`liqat ala Kifayah al-Mustafiq li asy-Syaikh Mahfudh at-Turmusy
67. Tahqiq al-Jami` al-Hawi fi Marmiyat al-Syarqawy
68. Ittihaf at-Thalib as-sirry bil Asanid ila al-Wajih al-Kuzbari (sanad tokoh)
69. Asanid al-Faqih Ahmad bin Hajar al-Haitamy al-makky
70. Faydh ar-Rahman fi Tarjamah wa Asanid asy-syeikh Khalifah bin Hamd an-Nabhan
71. Al-Waslu ar-Rati fi Asanid Syihab Ahmad al-Mukhallaty
72. Faydh al-Muhaimin fi Tarjamah wa Asanid as-Sayyid Muhsin
73. Madmah al-wujdan fi Asandi asy-Syaikh Umar Hamdan
74. Faidh al-Ilah al-`Aliy fi Asanid `abdil Baqi al-Ba`ly al-Hanbaly
75. Al-Maslak al-Jaliyy fi Tarjamah wa Asanid asy-Syeikh Muhammad `Aly
76. Ithaf al-Ikhwan bi Ikhtishar majmad a-Wujdan
77. Ittihaf al-Ikhwan bi Ikhtishar Madmah al-wujdan fi Asandi asy-Syaikh Umar Hamdan
78. Ittihaf as-Samir bi Awham ma fi tsabat al-Amir
79. Ijazah as-Sayyid Muhammad `Alawy al-Maliky
80. Ijazah asy-Syeikh Aiman Suwaid
81. al-Irsyad as-Sawiyyah fi Asanid al-Kutub an-Nahwiyyah wa ash-Sharfiyyah
82. Bughyatul al-Muris fi Ilm al-Asanid
83. Ta`liqat `ala al-Awail as-Sunbuliyyah
84. Ta`liqat `ala al-Awail al-`Ajluniyyah
85. Ta`liqat `ala Tsabat ay-Syanwany
86. Ta`liqat `ala Tsabat asy-Syibrazy
87. Ta`liqat `ala Tsabat al-Kuzbari al-Hafid
88. Ta`liqat `ala Husn al-Wafa li ikhwan ash-Shafa
89. ad-Durr an-Natsir fi Ittishal bi Tsabat al-Amir
90. ar-Raudh al-Fa-ih wa Bughyah al-`Adi wa ar-Raih bi Ijazah al-Ustad Muhammad Riyadh al-Malih
91. al-`Ujlah fi Ahadits al-Mutsaltsalah
92. al-`Iqdul Farid min Jawahir al-Asanid
93. Uqud al-Lujain fi Ijazah Syeikh Ismail Zain
94. Faidh al-Bari bi Ijazah al-Wajih as-Sayyid `Abdur Rahman al-Anbari
95. Faiydh al-Mabdi bi Ijazah asy-Syeikh Muhammad `Audh az-Zabidy
96. al-Kawakib ad-Darary fi Ijazah Mahmud bin Sa`id al-Qahiri
97. al-Kawakib as-Siyarah fi Asanid al-Mukhtarah
98. Masjarah bi Asanid al-Fiqh asy-Syafii
99. al-Muqtathif min Ittihaf al-Akabir bi Asanid al-Mufti Abdul Qadir
100. al-Mawahib al-Jazilah wa al-`Uqud al-Jamilah fi Ijazah al-`Allamah al-Bahhatsah al-Musyarik asy-Syeikh Abi Yahya Zakaria bin Abdullah Bila
101. an-Nafhat al-Maskiyyah fi Asanid al-Makkiyah
102. Nahj as-Salamah fi Ijazah ash-Shafi Ahmad Salamah
103. al-Wafi bi zaily Tazkar al-Mushafi bi Ijazah Syeikh Abdullah al-Jarafi
104. al-Washl ar-Ratibi fi Tarjamah wa Asanid Syihab Ahmad al-Mukhallati
105. al-Washl as-Sami bi Ijazah Sayyid Muhammad al-Hasyimy. 
106. Dll

Semua kitab beliau dari no. 40 merupakan kitab dalam bidang ilmu sanad.

Setelah sekian lama membaktikan dirinya dalam pengembangan ilmu agama, Hadhratus Syeikh Al `Allamah Abu Al-Fayd Muhammad Yasin bin Muhammad Isa Al-fadany Al-Makky berpulang ke hadhiratNya pada hari jumat shubuh 27 Dzulhijjah 1410 H/20 Juli 1990 M dalam usia 75 tahun. Dalam waktu singkat berita wafatnya beliau segera menyebar luas. Orangpun berdatangan berduyun-duyun untuk berta`ziyah. Roman wajah beliau ketika wafat tampak berseri-seri dan tersenyum. Setelah dishalati usai shalat jum`at jasad beliau dimakamkan di pemakaman Ma`la. Beliau meninggalkan empat orang putra; Arafat, Fadh, Ridha dan Nizar.

Pujian Para Ulama

Kealiman dan kepakaran Syeikh Yasin diakui oleh banyak para ulama dari seluruh penjuru dunia. Baik oleh para ulama semasa beliau maupun pada masa sesudahnya. Sayyid Abdul Aziz Al-Ghumary yang tak lain adalah satu satu guru beliau memuji dan menjuluki Syeikh Yasin sebagai kebanggan ulama Haramain dan sebagai Muhaddits terkemuka.

Dalam muqaddimah Kitab Fawaid Janiyyah kita akan temukan beberapa pujian ulama besar antara lain Syeikh Ismail Usman Zain al-Makky, Syeikh Abdullah bin Zaid al-Maghriby az-Zabidy (ulama Zabid, Yaman, tahun 1315 H – 1389 H) beliau merasa ta`jub dan kagum dengan kitab Fawaid Janiyyah, Sayyid Abdur Rahman bin Muhammad bin Abdur Rahman al-Ahdal (Mufti Murawa`ah-Yaman, 1307 H-1372 H). Secara khusus beliau menyusun sebuah syair panjang yang memuji SyeikhYasin diantara bait syair itu berbunyi:

انـت فــى عـلم والمعــانى فريـد         وبـعــقد الفـخار انـت الــوحيد
لــك عـز قــد اشـرقت بعـــــــلاه        شمس فضل لها الضياء يـريد
عــــــــــلوم ابـدعـتـها بـمــفـهـوم       بحـــلاهـا تـــتوج المســــتـفـيد
عصـــت فيــها عــلى فــرائد در        فـى نــحو الـحسـان هم العقود
سـائرات كالشمس فى كــل قـطر       مشرقات والـجهل منـها يـبـيـد
من يضـاهى هـذا المـقام المــعلى       ان هــذا عـــن غــيـره لــعــيـد
واذا انــتـمــى انـــاس لأصــــــل       انـت لـلســعـد اذ نسـبـت حفيد

Engkau tak ada taranya dalam ilmu dan hakikat
Dengan membangun keyajaan 
Engkaulah satu-satunya yang jaya……

Begitu pula DR. Syeikh Yusuf Abdur Razaq dosen Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar Kairo memuji Syeikh Yasin dengan salah satu syair beliau yang panjang.
Syeikh Fadhl bin Muhammad `Audh Bafadhal at-Tarimy (ulama Tarim-Yaman) juga memuji beliau dan kitab karangan beliau Fawaid al-Janniyyah dalam syairnya sebagai sebuah kitab yang dipenuhi permata.
Syeikh Sayyid Saqaf bin Muhammad as-Saqqaf (ulama Yaman, 1373H) juga memuji Fawaid al-Janiyyah beliau dalam sebuah syair beliau. Bahkan beliau menjuluki Syeikh Yasin sebagai, Suyuthi Zamanihi (Imam Suyuthi pada zamannya)

Selain itu, pujian kepada beliau juga datang dari ulama Negri India Syeikh Muhammad Abdul Hadi, serta ulama Seuwun, Yaman, Sayyid Ali bin Syeikh Balfaqih `Alawy dan juga dari ulama besar Negri Makkah Sayyid Alawy bin Abbas al-Maliky, ayahanda Abuya Abuya Prof. DR. Sayyid Muhammad bin Alawy bin Abbas al-Maliky al-Hasany.

Pujian tersebut bukan hanya datang dari ulama Ahlus sunnah, DR. Abdul Wahab bin Sulaiman, seorang dosen Dirasah `Ulya Universitas Ummul Qura Madinah yang merupakan tokoh wahaby dalam kitabnya yang berjudul Madinah al-Jawahir ats-Tsaminah menyebutkan Syeikh Yasin, Mudir Madratsah `Ulum Diniyah sebagai seorang muhaddits, faqih, dan salah satu ulama besar yang patut diperhitungkan.
Semoga Allah melimpahkan manfaat dan barakah ilmu beliau kepada kita semua, dan semoga Allah melahirkan kembali Syeikh Yasin al-Fadni yang lain untuk umat muslim saat ini.

Sumber.

1. Majalah AlKisah no.02/Tahun X/23 Januari-5 Februari 2012
2. Majalah AlKisah no. 01/Tahun VI/31 Desember 2007-13 Januari 2008
3. Muqaddimah kitab Al-Fawaid al-Janiyyah cet. Dar Fikr
4. Syeikh muhammad yasin al-fadani (1916 – 1990) dan ketokohannya dalam ilmu riwayah al-hadith, makalah dalam Seminar Serantau Ilmuan Hadith Dalam Peradaban di Alam Melayu oleh Mohd. Khafidz bin Soroni Mohd. Norzi bin Nasir
5. http://www.makkawi.com/Articles/Show.aspx?ID=323
6. dll

Dihimpun dengan mengharap barakah dan doa yang Mulia Al-`Allamah Syeikh Muhammad Yasin al-Fadany Musnid ad-Dunya oleh Ibnu Ali, Santri LPI Mudi Mesra, Samalanga, Kab. Bireun. Aceh, Indonesia.

Posted: 10 Dec 2012 10:04 PM PST
Kitab-kitab Karya Syeikh Yasin.


Selesai di tulis di waktu dhuha, 27 Muharram 1434 H/ 11-12-2012 M
Lajnah Bahtsul Masail Lembaga Pendidikan Islam Mahadal Ulum Diniyah Islamiah. Alamat: Jln. Iskandar Muda, Desa Mediun Jok, Mesjid Raya, Samalanga, bireuen, Aceh jeumpa. Email: lbm@mudimesra.com Web:lbm.mudimesra.com

Sabtu, 26 Mei 2012

BISMILLAH....

IMAM IBNU AL-JAZARI


Penghulu Qura’  (751H – 833H) 
Nama asli al-Imam Ibnu al-Jazari ialah Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin `Ali bin Yusuf al-Jazari al-Dimasyqi. Beliau digelari sebagai Abu al-Khair. Beliau dilahirkan pada malam Sabtu 25 Ramadhan 751 Hijriah di Damaskus, Syam (Siria). Di Damaskus inilah beliau dibesarkan dan menjadi tempat beliau tamat menghafal al-Quran ketika beliau masih berusia 14 tahun. Ketika beliau telah besar, beliau lebih cenderung untuk mendalami ilmu al-Qira’at dari masyayikh-masyayikh yang ada ketika itu.
Guru-guru Beliau
Di antara ulama-ulama Damaskus yang menjadi tempat beliau bertalaqqi ialah Abu Muhammad Abdul Wahhab bin as-Salar, Syeikh Ahmad bin Ibrahim at-Thohhan, Syeikh Abu al-Ma`ali Muhammad bin Ahmad al-Labani dan al-Qodhi Abu Yusuf Ahmad bin al-Husain al-Kifri al-Hanafi. Manakala guru-guru beliau dari Mesir ialah Abu Bakr Abdullah bin al-Jundi, Abu Abdillah Muhammad bin as-Sho`igh, Abu Muhammad Abdul Rahman bin al-Baghdadi dan Syeikh Abdul Wahhab al-Qorwi.Ketika beliau safar ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji dan menuju ke Madinah untuk menziarahi Rasulullah s.a.w, beliau telah bertalaqqi al-Quran dengan Imam Masjid al-Nabawi ketika itu yaitu Muhammad bin Soleh. Beliau juga telah mentalaqqi al-Quran daripada hampir semua imam-imam qira’at dari Syam, Mesir, Hijaz baik secara ifrad (privat) dan jama` (kelompok) dengan pedoman kitab-kitab qira’at yang muktabar (terkenal) seperti as-Syatibiah, at-Taisir, al-Kafi, al-`Unwan, al-I`lan, al-Mustanir, at-Tazkirah, at-Tajrid dan lain-lain kitab qira’at yang masyhur pada ketika itu yang menjadi rujukan utama umat Islam dalam bidang ini.Beliau juga mengadakan majelis pengajian qira’at selama beberapa tahun di Jami` Umawi, Damaskus dengan sambutan yang cukup baik dari murid-murid beliau pada masa itu. Ada dikalangan mereka yang bertalaqqi dari beliau berdasarkan satu buah kitab qira’at saja. Ada juga yang lebih daripada satu buah kitab. Ada yang bertalaqqi daripada beliau Qira’at Sab’ah (tujuh), Qiraat A’syarah (sepuluh) bahkan lebih daripada itu. Antara anak-anak didik beliau yang mengambil Qiraat Sepuluh ialah anak beliau sendiri Abu Bakr Ahmad bin Muhammad, Syeikh Mahmud bin al-Husain as-Syirazi, Syeikh Najibuddin Abdullah bin al-Husain al-Baihaqi, Syeikh Muhammad bin Ahmad bin al-Haim dan sebahagian besar murid-murid beliau yang lain.
Kegigihan Beliau
Kesungguhan beliau untuk mendalami ilmu qiraat ini ditunjukan dengan ketabahan beliau merantau keseluruh negeri Islam untuk belajar ilmu Qira’at dan mengajarkannya. Beliau telah bermusafir ke Mesir, Madinah, Basrah, Samarqand, Khurasan, Isfahan dan Syiraz. Ketika beliau singgah di `Anizah, Najd, Iraq beliau telah mengarang kitab ad-Durrah al-Mudhiah, kitab Qira’at Tiga untuk menyempurnakan Qira’at Tujuh oleh Imam as-Syatibi sehingga dikenali sebagai Qiraat Sepuluh Syughra.Ketika beliau berada di Madinah, setelah selesai beliau mengarang Tahbir at-Taisir, beliau mengarang satu kitab lagi yang cukup bermakna dalam dunia ilmu al-Qur’an dan al-Qira’at yaitu an-Nasyr Fi al-Qira’at al-`Asyr. Kitab ini merupakan kitab yang paling sempurna di antara sekian banyak kitab-kitab beliau dalam membahas ilmu tajwid dan qira’at. Kitab inilah yang menjadi manhaj tertinggi pengajian ilmu qira’at sejak zaman dulu hingga sekarang. Setelah itu, beliau telah mengarang sebuah kitab untuk merangkum (talkhish) kitab an-Nasyr ke dalam bentuk matan dengan nama Toyyibah an-Nasyr Fi al-Qira’at al-`Asyr. Kitab inilah yang telah Universitas al-Azhar tetapkan dalam manhaj pengajian qira’at di marhalah  (tingkatan) Takhassus (pengkhususan) Qira’at di ma’had-ma’had (institut) qira’at di seluruh Mesir. Di samping itu, semasa beliau berada di Madinah beliau telah mengarang beberapa kitab lain tentang qira’at dan lain-lain.
Ke’aliman Beliau Dalam Bidang-bidang Lain
Sebenarnya al-Imam Ibu Al-Jazari tidak hanya ‘alim (berilmu) dalam bidang qira’at saja, bahkan beliau sangat ‘alim dalam beberapa disiplin ilmu yang lain seperti tafsir, hadits, fiqh, usul fiqh, tauhid, tasauf, nahu, sorof, balaghah dan lain-lain lagi. Akan tetapi, di antara ilmu-ilmu yang disebutkan tadi ternyata beliau lebih ‘alim dalam bidang ilmu hadits. Al-Imam telah mempelajari ulum hadits ini dari guru-guru beliau seperti as-Syeikh Solahuddin bin Ibrahim bin Abdullah al-Muqaddisi al-Hanbali, al-Imam al-Mufassir al-Muhaddith al-Hafiz Abu al-Fida` Ismail bin Kathir, al-Imam Ibnu `Asakir, Zainuddin bin Abdul Rahim al-Isnawi dan beberapa guru beliau yang muktabar. Beliau mendalami ilmu ini baik dirayah (pengetahuan tentang hadits) maupun riwayah, sehingga beliau digelar al-Huffaz ath-Thiqat al-Athbat.Beliau berguru dengan al-Imam al-Isnawi dan al-Imam Ibnu Katsir sehingga beliau diberi izin oleh gurunya untuk memberi fatwa (menjawab pertanyaan ummat) dan pengajian pada tahun 774 Hijriah sedangkan pada ketika itu beliau baru berumur 24 tahun dan al-Imam Ibnu Katsir merupakan guru pertama yang memberi ijazah izin memberi fatwa kepada beliau. Beliau juga dii’tiraf (diberikan mandat) untuk memberi fatwa oleh as-Syeikh Dhiauddin pada tahun 778 Hijriah. Pada tahun 785 Hijriah, Syaikhul Islam al-Balqini juga melakukan hal yang sama.Beliau telah dilantik sebagai Masyikhah as-Solihiyyah (Ulama yg di-tua-kan) di Baitul Maqdis selama beberapa waktu. Beliau juga pernah dilantik sebagai qadhi (hakim) di Syam dan Syiraz. Ketika beliau di Syiraz, beliau telah membangun sebuah madrasah untuk mengajar ilmu qira’at yang diberi nama “Darul Qur’an”.
Wafat Beliau
Pada waktu dhuha hari Jum’at bertepatan dengan tanggal 5 Rabi`ul Awwal 833 Hijriah, beliau telah pulang mengadap Rabul `Izzati. Beliau telah dimakamkan di sekitar Darul Qur’an yang dibangun olehnya. Jenazah beliau diiringi oleh seluruh umat dari bebagai golongan dan lapisan. Ini memberi bukti bahwa beliau benar-benar disayangi umat.
Renungan Bersama
Sesungguhnya al-Imam Ibu Al-Jazari merupakan seorang yang ‘alim, soleh, wara` (loyal thd Islam), zuhud dan pemurah. Seluruh masa dan waktu beliau penuh dengan amal kebajikan dan taqarrub (mendekatkan diri kpd Allah). Senantiasa membaca al-Qur’an dan mendengarnya dari orang lain, tekun menuntut ilmu sehinga mampu mengarang. Beliau tidak pernah meninggalkan qiyamullail baik ketika beliau lapang atau dalam sempit. Senantiasa berpuasa pada hari Senin dan Kamis serta tiga hari dalam setiap bulan. Banyak karangannya yang bermanfaat menunjukkan tingginya kegigihan beliau dan hebatnya ilmu beliau dalam berbagai disiplin ilmu, apalagi dalam bidang ilmu al-Qur’an dan al-Qira’at yang diberi kelebihan oleh Allah S.W.T kepada beliau.  Semoga kita bisa meneladaninya dan Allah SWT merahmatinya. Allahumma amin.
Fatwa Ibnu Al-Jazari
وَاْلأَخْذُبِالتَّجْوِيْدِحَتْمٌ لَازِمٌ * مَنْ لَمْ يُجَوِّدِالْقُرْآنَ آثِمٌ * لِأَنَّهُ بِهِ الْإِ لَهُ أَنْزَلَا * وَهَكَذَا مِنْهُ إِلَيْنَاوَصَلَا
“Membaca  (Alqur’an)  dengan  tajwid  hukumnya  wajib,  barangsiapa  yang  membacanya dengan tidak bertajwid maka ia berdosa. Karena sesungguhnya Allah telah menurunkan Alquran dengan bertajwid dan demikianlah Alquran itu sampai kepada kita dari-Nya.”
Sumber: Abu Huzaifah (Edited to Indonesian)

Refrensi :
http://pustaka.abdissalam.com/index.php/imam-ibnu-al-jazari/

Lencana Facebook

Bagaimana Pendapat Anda Tentang Blog ini?

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

MOTTO

Kami tidak malu menerima saran & kritik anda...