Tampilkan postingan dengan label Tiori Ilmuan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tiori Ilmuan. Tampilkan semua postingan

Senin, 18 Maret 2013

Smadav adalah AV pembodohan yang ternyata virus


POSTED BY ALEX BRIAN


Logo smadav terbaruBelum genap dua minggu merasakan nikmatnya menggunakan Smadav 8.5, tiba-tiba saya dikejutkan oleh suara “beep” yang keluar dari laptop saya. Suara nyaring seperti itu biasa muncul jika ada virus di laptop yang terdeteksi oleh Avira. Dan benar saja, sebuah file terdeteksi bervirus oleh antivirus yang pernah menyandang predikat sebagai antivirus terbaik tahun 2010 lalu.

Kemunculan suara “beep” ini terjadi pada hari Rabu (25/5) pagi, sesaat setelah saya mengupdate Avira ini. Padahal, sebelum melakukan update tidak tidak terjadi apa-apa pada laptop saya.

Menurut Avira, sebuah virus ‘BDS/Floder.hs.5′ atau semacam program yang berbahaya sejenis “Backdoor Server” telah menginfeksi file bernama SMARTP.EXE yang berlokasi di folder C:\Program Files\Smadav\. File bernama “Smadav 2011 Rev. 8.5.exe” yang ada di folder smadav itu sendiri ternyata juga terinfeksi oleh virus yang sama. Dengan terdeteksinya virus ini, nyaris fungsi smadav sebagai pencegah virus-virus lokal terbaik saat ini menjadi tidak berfungsi. Smadav menjadi tidak bisa berbuat apa-apa karena setiap kali file itu dieksekusi, selalu dicegah oleh Avira.

Namun, untuk menentukan apakah Smadav 8.5 itu benar-benar terinfeksi virus atau tidak, perlu dilakukan pengujian mendalam. Kita tidak bisa langsung memvonis sesuatu hal tanpa melakukan penelitian lebih lanjut. Apalagi, keluhan adanya virus ini hanya terjadi pada antivirus Avira. Pengguna antivirus lain belum ada yang mengalami keluhan apa-apa seputar Smadav 8.5 ini. kemungkinan juga Smadav memang benar-benar terinfeksi virus.Bagi yang pernah mengalami hal yang sama, ditunggu share-nya.


Jumat, 01 Maret 2013

OOhh.....Rupanya Kulit Manusia Bisa Mendengar...


KULIT manusia bisa 
mendengar? Sepertinya 
terdengar tak masuk akal.
Tetapi studi baru,membuktikan, manusia bukan hanya mendengar dengan telinga, tapi juga melalui kulit. Temuan itu dilandasi atas percobaan. Peserta percobaan itu diminta mendengarkan suku kata sewaktu hembusan udara mengenai kulit mereka, lalu otak mereka akan menerima dan menyatukan informasi dari beragam indera untuk membuat gambaran mengenai keadaan sekeliling. Bersama dengan pekerjaan lain, penelitian itu melemparkan pandangan tradisional mengenai bagaimana orang menafsirkan dunia di kepala mereka. "Ini sangat berbeda dari pendapat yang lebih tradisional, yang dilandasi atas kenyataan bahwa kita memiliki mata. Jadi kita mengira diri kita melihat informasi yang terlihat. Dan kita memiliki telinga, sehingga kita mengira diri kita mendengar informasi yang dapat didengar. Itu agak menyesatkan," kata Bryan Gick, peneliti dari University of British Columbia, Vancouver, kepada penulis LiveScience Jeanna Bryner. "Penjelasan yang lebih mungkin adalah kita memiliki otak yang merasakan, dan bukan kita memiliki mata yang melihat dan telinga yang mendengar. Dengan kemampuan semacam itu, Gick memandang manusia sebagai mesin perasa seluruh tubuh," kata Bryner di laman LiveScience.com . Penelitian yang didanai oleh Natural Sciences and Engineering Council of Canada dan National Institutes of Health, dirinci di dalam jurnal Nature , terbitan 26 November. Karya Gick dibangun atas bermacam studi masa lalu yang memperlihatkan, misalnya, "kita dapat melihat cahaya dan mendengar suara", bahkan jika kita menyadarinya secara tak sengaja. "Studi lain memperlihatkan jika Anda mengamati bibir seseorang bergerak dan mengira orang lain sedang berbicara, wilayah indera pendengaran di otak Anda akan berpijar", kata Gick. Banyak ilmuwan telah menjelaskan haluan penginderaan semacam itu sebagai hasil dari pengalaman, 'sewaktu kita melihat dan mendengar orang berbicara sepanjang waktu sehingga alamiah untuk mengetahui bagaimana menyatukan apa yang kita lihat dengan apa yang kita dengar'. Pilihannya akan berupa kemampuan pembawaan.
Dan dengan demikian Gick dan rekannya Donald Derrick, yang juga berasal dari University of Brititsh Columbia, mengkaji dua indera yang tidak secara umum berpasangan - pendengaran dan peraba - untuk mengetahui pangkal persepsi. Bagaimana Kulit Mendengar? Tim itu memusatkan perhatian pada suara yang diucapkan dengan hembusan, seperti 'pa' dan 'ta' yang melibatkan semburan udara yang tak dapat didengar ketika diucapkan, serta suara yang tak diucapkan dengan hembusan, seperti 'ba' dan 'da'. Peserta yang ditutup matanya mendengarkan rekaman suara pria yang mengatakan masing- masing dari keempat suku kata, dan harus menekan tombol untuk menunjukkan suara mana yang mereka dengar pa, ta, ba , atau da . Semua peserta dibagi menjadi tiga kelompok yang terdiri atas 22 orang, dan satu kelompok yang mendengarkan suku kata. Sementara hembusan udara ditiupkan ke tangan mereka, yang lain ditiupkan udara ke tengkuk mereka, dan kelompok pemantau mendengarkan suara tanpa hembusan udara. Sebanyak 10 % waktu saat udara dihembuskan ke kulit, semua peserta secara keliru menerima suku kata yang diucapkan tanpa hembusan udara, atau sama dengan yang diucapkan dengan hembusan udara. Jadi, ketika orang itu mengatakan ba , peserta itu akan menunjukkan mereka mendengar suara 'pa'. Kelompok pemantau tak memperlihatkan persepsi keliru semacam itu. Satu eksperimen lanjutan saat kulit peserta ditepuk dan bukan mendapatkan hembusan udara, tak memperlihatkan campur- aduk antara suara yang diucapkan dengan dan tanpa hembusan udara. Selanjutnya, Gick bekerja sama dengan beberapa ilmuwan dari University of California, San Francisco, untuk mengetahui bagaimana otak membiarkan integrasi banyak-indera semacam itu. [*/mor]

Diterbitkan di: 29 Nopember, 2009  


Sumber: http://id.shvoong.com/books/guidance-self-improvement/1950550-tahukah-anda-bahwa-kulit-manusia/#ixzz2ML8YKomW

Sabtu, 23 Februari 2013

Sebenarnya Manusia Bukan Penduduk Asli Bumi







Para ilmuwan menguak, manusia dan segala mahluk di dalamnya mungkin adalah pendatang di planet biru. Ini terkait dengan asal-usul kehidupan di Bumi. Para ilmuwan berteori, mikroba ekstraterresterial mungkin telah membawa kehidupan di Bumi, setelah menempuh perjalanan di luar angkasa selama jutaan tahun.

Teori tersebut berdasarkan kalkulasi yang menunjukkan, kemungkinan besar fragmen batuan dari sistem tata surya lain mendarat ke Bumi. Beberapa dari mereka bisa jadi mengandung mikroorganisme, demikian ditulis ahli dalam jurnal Astrobiology.Penelitian menunjukkan, mahluk sejenis kumbang yang dalam kondisi dormant alias tidak aktif tapi masih bernyawa, bisa selamat dalam perjalanan panjang ruang angkasa, meski berada dalam tingkat radiasi kosmik yang tinggi.

Tak hanya menuju bumi, mahluk hidup sederhana itu mungkin juga telah melakukan perjalanan dari Bumi ke planet lain di luar Tata Surya. Proses tersebut disebut sebagai lithopanspermia. Yang juga bisa berarti alam semesta dipenuhi kehidupan serupa di Bumi.

“Studi kami mengungkap lithopanspermia mungkin terjadi, ini mungkin makalah pertama yang mendemonstrasikan soal itu,” kata peneliti utama, Dr Edward Belbruno, dari Princeton University, Amerika Serikat. “Jika mekanisme ini benar, maka ia memiliki implikasi terhadap kehidupan di alam semesta secara keseluruhan. Itu bisa terjadi di manapun.

Erupsi gunung berapi dahsyat, tabrakan meteor, dan tubrukan antar benda langit membuat fragmen batuan dari sebuah planet terbang ke luar angkasa.

Diduga, saat saat Tata Surya masih muda, dan Matahari jauh lebih dekat dengan para tetangganya dibanding sekarang, sejumlah puing-puing bisa jadi dipertukarkan antar planet yang mengorbit ke bintang berbeda.

Puing itu melakukan perjalanan relatif lambat, memberi peluang untuk tertangkap oleh gravitasi planet di dekatnya.Untuk mengurai teori ini, para peneliti menggunakan program komputer untuk melakukan simulasi gugus bintang di mana Matahari lahir. Mereka menemukan, fragmen batu yang terlontar dari Tata Surya dan tetangga terdekatnya, dengan perbandingan antara lima sampai 12 dari 10.000 puing bisa ditangkap planet yang lain.

Selama periode 10 juta hingga 90 juta tahun, diperkirakan antara 100 triliun dan 30 kuadriliun benda dengan bobot lebih dari 10 kilogram telah melaui proses transfer seperti di gambar Ilmuwan menduga, organisme yang sampai di Bumi menemui sebuah lingkungan yang ditutupi air. Bumi memiliki air di permukaannya sejak Tata Surya baru berusia 288 juta tahun, membuat planet biru siap untuk menerima mikroba alien.

Penulis lain, Dr Amaya Moro-Martin, astronom dari Centro de Astrobiologia, Spanyol mengatakan, studi mereka berhenti ke tahap di mana material padat yang terlontar dari suatu planet, tiba di planet kedua.

Sementara, dia menambahkan, proses lithopanspermia bisa terjadi jika material itu mendarat di planet di mana kehidupan bisa berkembang.

“Studi kami tidak membuktikan lithopanspermia benar-benar terjadi, tetapi menunjukkan bahwa itu adalah kemungkinan yang terbuka,” kata dia.

Ref : pulsk.com

Lencana Facebook

Bagaimana Pendapat Anda Tentang Blog ini?

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

MOTTO

Kami tidak malu menerima saran & kritik anda...