Tampilkan postingan dengan label ilmu agama. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ilmu agama. Tampilkan semua postingan

Jumat, 15 Maret 2013

AL- AUL

Bismillahirrohmanirrohim

Secara bahasa al-aul artinya "bertambah". Sedang dalam fiqih mawaris, al-aul diartikan bagian-bagian yang harus diterima oleh ahli waris lebih banyak daripada asal masalahnya sehingga asal masalahny harus ditambah / diubah.
Contoh penghitungan pada masalah aul :
1. Ahli waris terdiri dari suami dan 2 orang saudara perempuan kandung. Bagian masing-masingnya adalah :
Bagian suami 1/2 dan dua saudara perempuan kandung 2/3. Asal masalahnya adalah 6.
Suami = 1/2 x 6 = 3
2 saudara pr = 2/3 x 6 = 4
jumlah bagian saham = 7
Iklan Rumah Online
Dalam kasus seperti ini, asal masalah 6 sedangkan jumlah bagian 7, ini berarti tidak cocok. Agar harta warisan dapat dibagikan kepada ahli waris dengan adil, maka asal masalah dinaikan menjadi 7, sehingga penyelesaiannya adalah :
Suami = 3/7 x harta warisan
2 saudara pr = 4/7 x harta warisan

2. Ahli waris terdiri dari istri, ibu, 2 saudara perempuan kandung dan seorang saudara seibu. Harta peninggalan Rp. 180 Juta, Bagian masing-masingnya adalah :
Maka hasilnya :
Istri memperoleh 1/4, ibu memperoleh 1/6, 2 saudara perempuan kandung memperoleh 2/3 dan saudara seibu memperoleh 1/6. Asal masalahnya 12.
Istri = 1/4 x 12 = 3
Ibu = 1/6 x 12 = 2
2 saudara pr = 2/3 x 12 = 8
Sdr ibu = 1/6 x 12 = 2
Jumlah =15

Asal masalahnya 12, sedangkan jumlah bagian 15, maka asal masalah dinaikan menjadi 15. Cara penghitungan akhirnya :
Istri = 3/15 x 180 Juta = 36 Juta
Ibu = 2/15 x 180 Juta = 24 Juta
2 sdr kandung = 8/15 x 180 Juta = 96 Juta
Sdr seibu = 2/15 x 180 Juta = 24 Juta
Jumlah = 180 Juta
Dapatkan :
Iklan Mobil Bekas Online
Iklan Rumah Online
Belum punya jodoh ? ikuti :
Kontak Jodoh Online
Artikel berhubungan :
- Masalah al-radd

Sumber :http://kitab-fiqih.blogspot.com

Kamis, 07 Maret 2013

HUKUM CADAR MENURUT EMPAT MADZHAB

HUKUM CADAR MENURUT EMPAT MADZHAB
Wanita bercadar seringkali diidentikkan dengan orang arab atau timur-tengah. Padahal memakai cadar atau menutup wajah bagi wanita adalah ajaran Islam yang didasari dalil-dalil Al Qur’an, hadits-hadits shahih serta penerapan para sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam serta para ulama yang mengikuti mereka. Sehingga tidak benar anggapan bahwa hal tersebut merupakan sekedar budaya timur-tengah.
Berikut ini sengaja kami bawakan pendapat-pendapat para ulama madzhab, tanpa menyebutkan pendalilan mereka, untuk membuktikan bahwa pembahasan ini tertera dan dibahas secara gamblang dalam kitab-kitab fiqih 4 madzhab. Lebih lagi, ulama 4 madzhab semuanya menganjurkan wanita muslimah untuk memakai cadar, bahkan sebagiannya sampai kepada anjuran wajib. Beberapa penukilan yang disebutkan di sini hanya secuil saja, karena masih banyak lagi penjelasan-penjelasan serupa dari para ulama madzhab.
Madzhab Hanafi
Pendapat madzhab Hanafi, wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
* Asy Syaranbalali berkata:
وجميع بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها باطنهما وظاهرهما في الأصح ، وهو المختار
“Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam serta telapak tangan luar, ini pendapat yang lebih shahih dan merupakan pilihan madzhab kami“ (Matan Nuurul Iidhah)
* Al Imam Muhammad ‘Alaa-uddin berkata:
وجميع بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ، وقدميها في رواية ، وكذا صوتها، وليس بعورة على الأشبه ، وإنما يؤدي إلى الفتنة ، ولذا تمنع من كشف وجهها بين الرجال للفتنة
“Seluruh badan wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam. Dalam suatu riwayat, juga telapak tangan luar. Demikian juga suaranya. Namun bukan aurat jika dihadapan sesama wanita. Jika cenderung menimbulkan fitnah, dilarang menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki” (Ad Durr Al Muntaqa, 81)
* Al Allamah Al Hashkafi berkata:
والمرأة كالرجل ، لكنها تكشف وجهها لا رأسها ، ولو سَدَلَت شيئًا عليه وَجَافَتهُ جاز ، بل يندب
“Aurat wanita dalam shalat itu seperti aurat lelaki. Namun wajah wanita itu dibuka sedangkan kepalanya tidak. Andai seorang wanita memakai sesuatu di wajahnya atau menutupnya, boleh, bahkan dianjurkan” (Ad Durr Al Mukhtar, 2/189)
* Al Allamah Ibnu Abidin berkata:
تُمنَعُ من الكشف لخوف أن يرى الرجال وجهها فتقع الفتنة ، لأنه مع الكشف قد يقع النظر إليها بشهوة
“Terlarang bagi wanita menampakan wajahnya karena khawatir akan dilihat oleh para lelaki, kemudian timbullah fitnah. Karena jika wajah dinampakkan, terkadang lelaki melihatnya dengan syahwat” (Hasyiah ‘Alad Durr Al Mukhtaar, 3/188-189)
* Al Allamah Ibnu Najiim berkata:
قال مشايخنا : تمنع المرأة الشابة من كشف وجهها بين الرجال في زماننا للفتنة
“Para ulama madzhab kami berkata bahwa terlarang bagi wanita muda untuk menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki di zaman kita ini, karena dikhawatirkan menimbulkan fitnah” (Al Bahr Ar Raaiq, 284)
Beliau berkata demikian di zaman beliau, yaitu beliau wafat pada tahun 970 H, bagaimana dengan zaman kita sekarang?
Madzhab Maliki
Mazhab Maliki berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Bahkan sebagian ulama Maliki berpendapat seluruh tubuh wanita adalah aurat.
* Az Zarqaani berkata:
وعورة الحرة مع رجل أجنبي مسلم غير الوجه والكفين من جميع جسدها ، حتى دلاليها وقصَّتها . وأما الوجه والكفان ظاهرهما وباطنهما ، فله رؤيتهما مكشوفين ولو شابة بلا عذر من شهادة أو طب ، إلا لخوف فتنة أو قصد لذة فيحرم ، كنظر لأمرد ، كما للفاكهاني والقلشاني
“Aurat wanita di depan lelaki muslim ajnabi adalah seluruh tubuh selain wajah dan telapak tangan. Bahkan suara indahnya juga aurat. Sedangkan wajah, telapak tangan luar dan dalam, boleh dinampakkan dan dilihat oleh laki-laki walaupun wanita tersebut masih muda baik sekedar melihat ataupun untuk tujuan pengobatan. Kecuali jika khawatir timbul fitnah atau lelaki melihat wanita untuk berlezat-lezat, maka hukumnya haram, sebagaimana haramnya melihat amraad. Hal ini juga diungkapkan oleh Al Faakihaani dan Al Qalsyaani” (Syarh Mukhtashar Khalil, 176)
* Ibnul Arabi berkata:
والمرأة كلها عورة ، بدنها ، وصوتها ، فلا يجوز كشف ذلك إلا لضرورة ، أو لحاجة ، كالشهادة عليها ، أو داء يكون ببدنها ، أو سؤالها عما يَعنُّ ويعرض عندها
“Wanita itu seluruhnya adalah aurat. Baik badannya maupun suaranya. Tidak boleh menampakkan wajahnya kecuali darurat atau ada kebutuhan mendesak seperti persaksian atau pengobatan pada badannya, atau kita dipertanyakan apakah ia adalah orang yang dimaksud (dalam sebuah persoalan)” (Ahkaamul Qur’an, 3/1579)
* Al Qurthubi berkata:
قال ابن خُويز منداد ــ وهو من كبار علماء المالكية ـ : إن المرأة اذا كانت جميلة وخيف من وجهها وكفيها الفتنة ، فعليها ستر ذلك ؛ وإن كانت عجوزًا أو مقبحة جاز أن تكشف وجهها وكفيها
“Ibnu Juwaiz Mandad – ia adalah ulama besar Maliki – berkata: Jika seorang wanita itu cantik dan khawatir wajahnya dan telapak tangannya menimbulkan fitnah, hendaknya ia menutup wajahnya. Jika ia wanita tua atau wajahnya jelek, boleh baginya menampakkan wajahnya” (Tafsir Al Qurthubi, 12/229)
* Al Hathab berkata:
واعلم أنه إن خُشي من المرأة الفتنة يجب عليها ستر الوجه والكفين . قاله القاضي عبد الوهاب ، ونقله عنه الشيخ أحمد زرّوق في شرح الرسالة ، وهو ظاهر التوضيح
“Ketahuilah, jika dikhawatirkan terjadi fitnah maka wanita wajib menutup wajah dan telapak tangannya. Ini dikatakan oleh Al Qadhi Abdul Wahhab, juga dinukil oleh Syaikh Ahmad Zarruq dalam Syarhur Risaalah. Dan inilah pendapat yang lebih tepat” (Mawahib Jaliil, 499)
* Al Allamah Al Banaani, menjelaskan pendapat Az Zarqani di atas:
وهو الذي لابن مرزوق في اغتنام الفرصة قائلًا : إنه مشهور المذهب ، ونقل الحطاب أيضًا الوجوب عن القاضي عبد الوهاب ، أو لا يجب عليها ذلك ، وإنما على الرجل غض بصره ، وهو مقتضى نقل مَوَّاق عن عياض . وفصَّل الشيخ زروق في شرح الوغليسية بين الجميلة فيجب عليها ، وغيرها فيُستحب
“Pendapat tersebut juga dikatakan oleh Ibnu Marzuuq dalam kitab Ightimamul Furshah, ia berkata: ‘Inilah pendapat yang masyhur dalam madzhab Maliki’. Al Hathab juga menukil perkataan Al Qadhi Abdul Wahhab bahwa hukumnya wajib. Sebagian ulama Maliki menyebutkan pendapat bahwa hukumnya tidak wajib namun laki-laki wajib menundukkan pandangannya. Pendapat ini dinukil Mawwaq dari Iyadh. Syaikh Zarruq dalam kitab Syarhul Waghlisiyyah merinci, jika cantik maka wajib, jika tidak cantik maka sunnah” (Hasyiyah ‘Ala Syarh Az Zarqaani, 176)
Madzhab Syafi’i
Pendapat madzhab Syafi’i, aurat wanita di depan lelaki ajnabi (bukan mahram) adalah seluruh tubuh. Sehingga mereka mewajibkan wanita memakai cadar di hadapan lelaki ajnabi. Inilah pendapat mu’tamad madzhab Syafi’i.
* Asy Syarwani berkata:
إن لها ثلاث عورات : عورة في الصلاة ، وهو ما تقدم ـ أي كل بدنها ما سوى الوجه والكفين . وعورة بالنسبة لنظر الأجانب إليها : جميع بدنها حتى الوجه والكفين على المعتمد وعورة في الخلوة وعند المحارم : كعورة الرجل »اهـ ـ أي ما بين السرة والركبة ـ
“Wanita memiliki tiga jenis aurat, (1) aurat dalam shalat -sebagaimana telah dijelaskan- yaitu seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan, (2) aurat terhadap pandangan lelaki ajnabi, yaitu seluruh tubuh termasuk wajah dan telapak tangan, menurut pendapat yang mu’tamad, (3) aurat ketika berdua bersama yang mahram, sama seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan paha” (Hasyiah Asy Syarwani ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 2/112)
* Syaikh Sulaiman Al Jamal berkata:
غير وجه وكفين : وهذه عورتها في الصلاة . وأما عورتها عند النساء المسلمات مطلقًا وعند الرجال المحارم ، فما بين السرة والركبة . وأما عند الرجال الأجانب فجميع البدن
“Maksud perkataan An Nawawi ‘aurat wanita adalah selain wajah dan telapak tangan’, ini adalah aurat di dalam shalat. Adapun aurat wanita muslimah secara mutlak di hadapan lelaki yang masih mahram adalah antara pusar hingga paha. Sedangkan di hadapan lelaki yang bukan mahram adalah seluruh badan” (Hasyiatul Jamal Ala’ Syarh Al Minhaj, 411)
* Syaikh Muhammad bin Qaasim Al Ghazzi, penulis Fathul Qaarib, berkata:
وجميع بدن المرأة الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ، وهذه عورتها في الصلاة ، أما خارج الصلاة فعورتها جميع بدنها
“Seluruh badan wanita selain wajah dan telapak tangan adalah aurat. Ini aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, aurat wanita adalah seluruh badan” (Fathul Qaarib, 19)
* Ibnu Qaasim Al Abadi berkata:
فيجب ما ستر من الأنثى ولو رقيقة ما عدا الوجه والكفين . ووجوب سترهما في الحياة ليس لكونهما عورة ، بل لخوف الفتنة غالبًا
“Wajib bagi wanita menutup seluruh tubuh selain wajah telapak tangan, walaupun penutupnya tipis. Dan wajib pula menutup wajah dan telapak tangan, bukan karena keduanya adalah aurat, namun karena secara umum keduanya cenderung menimbulkan fitnah” (Hasyiah Ibnu Qaasim ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 3/115)
* Taqiyuddin Al Hushni, penulis Kifaayatul Akhyaar, berkata:
ويُكره أن يصلي في ثوب فيه صورة وتمثيل ، والمرأة متنقّبة إلا أن تكون في مسجد وهناك أجانب لا يحترزون عن النظر ، فإن خيف من النظر إليها ما يجر إلى الفساد حرم عليها رفع النقاب
“Makruh hukumnya shalat dengan memakai pakaian yang bergambar atau lukisan. Makruh pula wanita memakai niqab (cadar) ketika shalat. Kecuali jika di masjid kondisinya sulit terjaga dari pandnagan lelaki ajnabi. Jika wanita khawatir dipandang oleh lelaki ajnabi sehingga menimbulkan kerusakan, haram hukumnya melepaskan niqab (cadar)” (Kifaayatul Akhyaar, 181)
Madzhab Hambali
* Imam Ahmad bin Hambal berkata:
كل شيء منها ــ أي من المرأة الحرة ــ عورة حتى الظفر
“Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk pula kukunya” (Dinukil dalam Zaadul Masiir, 6/31)
* Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz Al ‘Anqaari, penulis Raudhul Murbi’, berkata:
« وكل الحرة البالغة عورة حتى ذوائبها ، صرح به في الرعاية . اهـ إلا وجهها فليس عورة في الصلاة . وأما خارجها فكلها عورة حتى وجهها بالنسبة إلى الرجل والخنثى وبالنسبة إلى مثلها عورتها ما بين السرة إلى الركبة
“Setiap bagian tubuh wanita yang baligh adalah aurat, termasuk pula sudut kepalanya. Pendapat ini telah dijelaskan dalam kitab Ar Ri’ayah… kecuali wajah, karena wajah bukanlah aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, semua bagian tubuh adalah aurat, termasuk pula wajahnya jika di hadapan lelaki atau di hadapan banci. Jika di hadapan sesama wanita, auratnya antara pusar hingga paha” (Raudhul Murbi’, 140)
* Ibnu Muflih berkata:
« قال أحمد : ولا تبدي زينتها إلا لمن في الآية ونقل أبو طالب :ظفرها عورة ، فإذا خرجت فلا تبين شيئًا ، ولا خُفَّها ، فإنه يصف القدم ، وأحبُّ إليَّ أن تجعل لكـمّها زرًا عند يدها
“Imam Ahmad berkata: ‘Maksud ayat tersebut adalah, janganlah mereka (wanita) menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada orang yang disebutkan di dalam ayat‘. Abu Thalib menukil penjelasan dari beliau (Imam Ahmad): ‘Kuku wanita termasuk aurat. Jika mereka keluar, tidak boleh menampakkan apapun bahkan khuf (semacam kaus kaki), karena khuf itu masih menampakkan lekuk kaki. Dan aku lebih suka jika mereka membuat semacam kancing tekan di bagian tangan’” (Al Furu’, 601-602)
* Syaikh Manshur bin Yunus bin Idris Al Bahuti, ketika menjelaskan matan Al Iqna’ , ia berkata:
« وهما » أي : الكفان . « والوجه » من الحرة البالغة « عورة خارجها » أي الصلاة « باعتبار النظر كبقية بدنها »
“’Keduanya, yaitu dua telapak tangan dan wajah adalah aurat di luar shalat karena adanya pandangan, sama seperti anggota badan lainnya” (Kasyful Qanaa’, 309)
* Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata:
القول الراجح في هذه المسألة وجوب ستر الوجه عن الرجال الأجانب
“Pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah wajib hukumnya bagi wanita untuk menutup wajah dari pada lelaki ajnabi” (Fatawa Nurun ‘Alad Darb, http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_4913.shtml)
Cadar Adalah Budaya Islam
Dari pemaparan di atas, jelaslah bahwa memakai cadar (dan juga jilbab) bukanlah sekedar budaya timur-tengah, namun budaya Islam dan ajaran Islam yang sudah diajarkan oleh para ulama Islam sebagai pewaris para Nabi yang memberikan pengajaran kepada seluruh umat Islam, bukan kepada masyarakat timur-tengah saja. Jika memang budaya Islam ini sudah dianggap sebagai budaya lokal oleh masyarakat timur-tengah, maka tentu ini adalah perkara yang baik. Karena memang demikian sepatutnya, seorang muslim berbudaya Islam.
Diantara bukti lain bahwa cadar (dan juga jilbab) adalah budaya Islam :
1. Sebelum turun ayat yang memerintahkan berhijab atau berjilbab, budaya masyarakat arab Jahiliyah adalah menampakkan aurat, bersolek jika keluar rumah, berpakaian seronok atau disebut dengan tabarruj. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ
“Hendaknya kalian (wanita muslimah), berada di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian ber-tabarruj sebagaimana yang dilakukan wanita jahiliyah terdahulu” (QS. Al Ahzab: 33)
Sedangkan, yang disebut dengan jahiliyah adalah masa ketika Rasulullah Shallalahu’alihi Wasallam belum di utus. Ketika Islam datang, Islam mengubah budaya buruk ini dengan memerintahkan para wanita untuk berhijab. Ini membuktikan bahwa hijab atau jilbab adalah budaya yang berasal dari Islam.
2. Ketika turun ayat hijab, para wanita muslimah yang beriman kepada Rasulullah Shallalahu’alaihi Wasallam seketika itu mereka mencari kain apa saja yang bisa menutupi aurat mereka. ‘Aisyah Radhiallahu’anha berkata:
مَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ ( وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ ) أَخَذْنَ أُزْرَهُنَّ فَشَقَّقْنَهَا مِنْ قِبَلِ الْحَوَاشِي فَاخْتَمَرْنَ بِهَا
“(Wanita-wanita Muhajirin), ketika turun ayat ini: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada (dan leher) mereka.” (QS. Al Ahzab An Nuur: 31), mereka merobek selimut mereka lalu mereka berkerudung dengannya.” (HR. Bukhari 4759)
Menunjukkan bahwa sebelumnya mereka tidak berpakaian yang menutupi aurat-aurat mereka sehingga mereka menggunakan kain yang ada dalam rangka untuk mentaati ayat tersebut.
Singkat kata, para ulama sejak dahulu telah membahas hukum memakai cadar bagi wanita. Sebagian mewajibkan, dan sebagian lagi berpendapat hukumnya sunnah. Tidak ada diantara mereka yang mengatakan bahwa pembahasan ini hanya berlaku bagi wanita muslimah arab atau timur-tengah saja. Sehingga tidak benar bahwa memakai cadar itu aneh, ekstrim, berlebihan dalam beragama, atau ikut-ikutan budaya negeri arab.
Penukilan pendapat-pendapat para ulama di atas merupakan kesungguhan dari akhi Ahmad Syabib dalam forum Fursanul Haq www.gizanherbal.wordpress.com/2011/09/21/hukum-cadar-menurut-empat-madzhab/

HUKUM CADAR MENURUT EMPAT MADZHAB

HUKUM CADAR MENURUT EMPAT MADZHAB
Wanita bercadar seringkali diidentikkan dengan orang arab atau timur-tengah. Padahal memakai cadar atau menutup wajah bagi wanita adalah ajaran Islam yang didasari dalil-dalil Al Qur’an, hadits-hadits shahih serta penerapan para sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam serta para ulama yang mengikuti mereka. Sehingga tidak benar anggapan bahwa hal tersebut merupakan sekedar budaya timur-tengah.
Berikut ini sengaja kami bawakan pendapat-pendapat para ulama madzhab, tanpa menyebutkan pendalilan mereka, untuk membuktikan bahwa pembahasan ini tertera dan dibahas secara gamblang dalam kitab-kitab fiqih 4 madzhab. Lebih lagi, ulama 4 madzhab semuanya menganjurkan wanita muslimah untuk memakai cadar, bahkan sebagiannya sampai kepada anjuran wajib. Beberapa penukilan yang disebutkan di sini hanya secuil saja, karena masih banyak lagi penjelasan-penjelasan serupa dari para ulama madzhab.
Madzhab Hanafi
Pendapat madzhab Hanafi, wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
* Asy Syaranbalali berkata:
وجميع بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها باطنهما وظاهرهما في الأصح ، وهو المختار
“Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam serta telapak tangan luar, ini pendapat yang lebih shahih dan merupakan pilihan madzhab kami“ (Matan Nuurul Iidhah)
* Al Imam Muhammad ‘Alaa-uddin berkata:
وجميع بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ، وقدميها في رواية ، وكذا صوتها، وليس بعورة على الأشبه ، وإنما يؤدي إلى الفتنة ، ولذا تمنع من كشف وجهها بين الرجال للفتنة
“Seluruh badan wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam. Dalam suatu riwayat, juga telapak tangan luar. Demikian juga suaranya. Namun bukan aurat jika dihadapan sesama wanita. Jika cenderung menimbulkan fitnah, dilarang menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki” (Ad Durr Al Muntaqa, 81)
* Al Allamah Al Hashkafi berkata:
والمرأة كالرجل ، لكنها تكشف وجهها لا رأسها ، ولو سَدَلَت شيئًا عليه وَجَافَتهُ جاز ، بل يندب
“Aurat wanita dalam shalat itu seperti aurat lelaki. Namun wajah wanita itu dibuka sedangkan kepalanya tidak. Andai seorang wanita memakai sesuatu di wajahnya atau menutupnya, boleh, bahkan dianjurkan” (Ad Durr Al Mukhtar, 2/189)
* Al Allamah Ibnu Abidin berkata:
تُمنَعُ من الكشف لخوف أن يرى الرجال وجهها فتقع الفتنة ، لأنه مع الكشف قد يقع النظر إليها بشهوة
“Terlarang bagi wanita menampakan wajahnya karena khawatir akan dilihat oleh para lelaki, kemudian timbullah fitnah. Karena jika wajah dinampakkan, terkadang lelaki melihatnya dengan syahwat” (Hasyiah ‘Alad Durr Al Mukhtaar, 3/188-189)
* Al Allamah Ibnu Najiim berkata:
قال مشايخنا : تمنع المرأة الشابة من كشف وجهها بين الرجال في زماننا للفتنة
“Para ulama madzhab kami berkata bahwa terlarang bagi wanita muda untuk menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki di zaman kita ini, karena dikhawatirkan menimbulkan fitnah” (Al Bahr Ar Raaiq, 284)
Beliau berkata demikian di zaman beliau, yaitu beliau wafat pada tahun 970 H, bagaimana dengan zaman kita sekarang?
Madzhab Maliki
Mazhab Maliki berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Bahkan sebagian ulama Maliki berpendapat seluruh tubuh wanita adalah aurat.
* Az Zarqaani berkata:
وعورة الحرة مع رجل أجنبي مسلم غير الوجه والكفين من جميع جسدها ، حتى دلاليها وقصَّتها . وأما الوجه والكفان ظاهرهما وباطنهما ، فله رؤيتهما مكشوفين ولو شابة بلا عذر من شهادة أو طب ، إلا لخوف فتنة أو قصد لذة فيحرم ، كنظر لأمرد ، كما للفاكهاني والقلشاني
“Aurat wanita di depan lelaki muslim ajnabi adalah seluruh tubuh selain wajah dan telapak tangan. Bahkan suara indahnya juga aurat. Sedangkan wajah, telapak tangan luar dan dalam, boleh dinampakkan dan dilihat oleh laki-laki walaupun wanita tersebut masih muda baik sekedar melihat ataupun untuk tujuan pengobatan. Kecuali jika khawatir timbul fitnah atau lelaki melihat wanita untuk berlezat-lezat, maka hukumnya haram, sebagaimana haramnya melihat amraad. Hal ini juga diungkapkan oleh Al Faakihaani dan Al Qalsyaani” (Syarh Mukhtashar Khalil, 176)
* Ibnul Arabi berkata:
والمرأة كلها عورة ، بدنها ، وصوتها ، فلا يجوز كشف ذلك إلا لضرورة ، أو لحاجة ، كالشهادة عليها ، أو داء يكون ببدنها ، أو سؤالها عما يَعنُّ ويعرض عندها
“Wanita itu seluruhnya adalah aurat. Baik badannya maupun suaranya. Tidak boleh menampakkan wajahnya kecuali darurat atau ada kebutuhan mendesak seperti persaksian atau pengobatan pada badannya, atau kita dipertanyakan apakah ia adalah orang yang dimaksud (dalam sebuah persoalan)” (Ahkaamul Qur’an, 3/1579)
* Al Qurthubi berkata:
قال ابن خُويز منداد ــ وهو من كبار علماء المالكية ـ : إن المرأة اذا كانت جميلة وخيف من وجهها وكفيها الفتنة ، فعليها ستر ذلك ؛ وإن كانت عجوزًا أو مقبحة جاز أن تكشف وجهها وكفيها
“Ibnu Juwaiz Mandad – ia adalah ulama besar Maliki – berkata: Jika seorang wanita itu cantik dan khawatir wajahnya dan telapak tangannya menimbulkan fitnah, hendaknya ia menutup wajahnya. Jika ia wanita tua atau wajahnya jelek, boleh baginya menampakkan wajahnya” (Tafsir Al Qurthubi, 12/229)
* Al Hathab berkata:
واعلم أنه إن خُشي من المرأة الفتنة يجب عليها ستر الوجه والكفين . قاله القاضي عبد الوهاب ، ونقله عنه الشيخ أحمد زرّوق في شرح الرسالة ، وهو ظاهر التوضيح
“Ketahuilah, jika dikhawatirkan terjadi fitnah maka wanita wajib menutup wajah dan telapak tangannya. Ini dikatakan oleh Al Qadhi Abdul Wahhab, juga dinukil oleh Syaikh Ahmad Zarruq dalam Syarhur Risaalah. Dan inilah pendapat yang lebih tepat” (Mawahib Jaliil, 499)
* Al Allamah Al Banaani, menjelaskan pendapat Az Zarqani di atas:
وهو الذي لابن مرزوق في اغتنام الفرصة قائلًا : إنه مشهور المذهب ، ونقل الحطاب أيضًا الوجوب عن القاضي عبد الوهاب ، أو لا يجب عليها ذلك ، وإنما على الرجل غض بصره ، وهو مقتضى نقل مَوَّاق عن عياض . وفصَّل الشيخ زروق في شرح الوغليسية بين الجميلة فيجب عليها ، وغيرها فيُستحب
“Pendapat tersebut juga dikatakan oleh Ibnu Marzuuq dalam kitab Ightimamul Furshah, ia berkata: ‘Inilah pendapat yang masyhur dalam madzhab Maliki’. Al Hathab juga menukil perkataan Al Qadhi Abdul Wahhab bahwa hukumnya wajib. Sebagian ulama Maliki menyebutkan pendapat bahwa hukumnya tidak wajib namun laki-laki wajib menundukkan pandangannya. Pendapat ini dinukil Mawwaq dari Iyadh. Syaikh Zarruq dalam kitab Syarhul Waghlisiyyah merinci, jika cantik maka wajib, jika tidak cantik maka sunnah” (Hasyiyah ‘Ala Syarh Az Zarqaani, 176)
Madzhab Syafi’i
Pendapat madzhab Syafi’i, aurat wanita di depan lelaki ajnabi (bukan mahram) adalah seluruh tubuh. Sehingga mereka mewajibkan wanita memakai cadar di hadapan lelaki ajnabi. Inilah pendapat mu’tamad madzhab Syafi’i.
* Asy Syarwani berkata:
إن لها ثلاث عورات : عورة في الصلاة ، وهو ما تقدم ـ أي كل بدنها ما سوى الوجه والكفين . وعورة بالنسبة لنظر الأجانب إليها : جميع بدنها حتى الوجه والكفين على المعتمد وعورة في الخلوة وعند المحارم : كعورة الرجل »اهـ ـ أي ما بين السرة والركبة ـ
“Wanita memiliki tiga jenis aurat, (1) aurat dalam shalat -sebagaimana telah dijelaskan- yaitu seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan, (2) aurat terhadap pandangan lelaki ajnabi, yaitu seluruh tubuh termasuk wajah dan telapak tangan, menurut pendapat yang mu’tamad, (3) aurat ketika berdua bersama yang mahram, sama seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan paha” (Hasyiah Asy Syarwani ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 2/112)
* Syaikh Sulaiman Al Jamal berkata:
غير وجه وكفين : وهذه عورتها في الصلاة . وأما عورتها عند النساء المسلمات مطلقًا وعند الرجال المحارم ، فما بين السرة والركبة . وأما عند الرجال الأجانب فجميع البدن
“Maksud perkataan An Nawawi ‘aurat wanita adalah selain wajah dan telapak tangan’, ini adalah aurat di dalam shalat. Adapun aurat wanita muslimah secara mutlak di hadapan lelaki yang masih mahram adalah antara pusar hingga paha. Sedangkan di hadapan lelaki yang bukan mahram adalah seluruh badan” (Hasyiatul Jamal Ala’ Syarh Al Minhaj, 411)
* Syaikh Muhammad bin Qaasim Al Ghazzi, penulis Fathul Qaarib, berkata:
وجميع بدن المرأة الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ، وهذه عورتها في الصلاة ، أما خارج الصلاة فعورتها جميع بدنها
“Seluruh badan wanita selain wajah dan telapak tangan adalah aurat. Ini aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, aurat wanita adalah seluruh badan” (Fathul Qaarib, 19)
* Ibnu Qaasim Al Abadi berkata:
فيجب ما ستر من الأنثى ولو رقيقة ما عدا الوجه والكفين . ووجوب سترهما في الحياة ليس لكونهما عورة ، بل لخوف الفتنة غالبًا
“Wajib bagi wanita menutup seluruh tubuh selain wajah telapak tangan, walaupun penutupnya tipis. Dan wajib pula menutup wajah dan telapak tangan, bukan karena keduanya adalah aurat, namun karena secara umum keduanya cenderung menimbulkan fitnah” (Hasyiah Ibnu Qaasim ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 3/115)
* Taqiyuddin Al Hushni, penulis Kifaayatul Akhyaar, berkata:
ويُكره أن يصلي في ثوب فيه صورة وتمثيل ، والمرأة متنقّبة إلا أن تكون في مسجد وهناك أجانب لا يحترزون عن النظر ، فإن خيف من النظر إليها ما يجر إلى الفساد حرم عليها رفع النقاب
“Makruh hukumnya shalat dengan memakai pakaian yang bergambar atau lukisan. Makruh pula wanita memakai niqab (cadar) ketika shalat. Kecuali jika di masjid kondisinya sulit terjaga dari pandnagan lelaki ajnabi. Jika wanita khawatir dipandang oleh lelaki ajnabi sehingga menimbulkan kerusakan, haram hukumnya melepaskan niqab (cadar)” (Kifaayatul Akhyaar, 181)
Madzhab Hambali
* Imam Ahmad bin Hambal berkata:
كل شيء منها ــ أي من المرأة الحرة ــ عورة حتى الظفر
“Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk pula kukunya” (Dinukil dalam Zaadul Masiir, 6/31)
* Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz Al ‘Anqaari, penulis Raudhul Murbi’, berkata:
« وكل الحرة البالغة عورة حتى ذوائبها ، صرح به في الرعاية . اهـ إلا وجهها فليس عورة في الصلاة . وأما خارجها فكلها عورة حتى وجهها بالنسبة إلى الرجل والخنثى وبالنسبة إلى مثلها عورتها ما بين السرة إلى الركبة
“Setiap bagian tubuh wanita yang baligh adalah aurat, termasuk pula sudut kepalanya. Pendapat ini telah dijelaskan dalam kitab Ar Ri’ayah… kecuali wajah, karena wajah bukanlah aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, semua bagian tubuh adalah aurat, termasuk pula wajahnya jika di hadapan lelaki atau di hadapan banci. Jika di hadapan sesama wanita, auratnya antara pusar hingga paha” (Raudhul Murbi’, 140)
* Ibnu Muflih berkata:
« قال أحمد : ولا تبدي زينتها إلا لمن في الآية ونقل أبو طالب :ظفرها عورة ، فإذا خرجت فلا تبين شيئًا ، ولا خُفَّها ، فإنه يصف القدم ، وأحبُّ إليَّ أن تجعل لكـمّها زرًا عند يدها
“Imam Ahmad berkata: ‘Maksud ayat tersebut adalah, janganlah mereka (wanita) menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada orang yang disebutkan di dalam ayat‘. Abu Thalib menukil penjelasan dari beliau (Imam Ahmad): ‘Kuku wanita termasuk aurat. Jika mereka keluar, tidak boleh menampakkan apapun bahkan khuf (semacam kaus kaki), karena khuf itu masih menampakkan lekuk kaki. Dan aku lebih suka jika mereka membuat semacam kancing tekan di bagian tangan’” (Al Furu’, 601-602)
* Syaikh Manshur bin Yunus bin Idris Al Bahuti, ketika menjelaskan matan Al Iqna’ , ia berkata:
« وهما » أي : الكفان . « والوجه » من الحرة البالغة « عورة خارجها » أي الصلاة « باعتبار النظر كبقية بدنها »
“’Keduanya, yaitu dua telapak tangan dan wajah adalah aurat di luar shalat karena adanya pandangan, sama seperti anggota badan lainnya” (Kasyful Qanaa’, 309)
* Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata:
القول الراجح في هذه المسألة وجوب ستر الوجه عن الرجال الأجانب
“Pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah wajib hukumnya bagi wanita untuk menutup wajah dari pada lelaki ajnabi” (Fatawa Nurun ‘Alad Darb, http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_4913.shtml)
Cadar Adalah Budaya Islam
Dari pemaparan di atas, jelaslah bahwa memakai cadar (dan juga jilbab) bukanlah sekedar budaya timur-tengah, namun budaya Islam dan ajaran Islam yang sudah diajarkan oleh para ulama Islam sebagai pewaris para Nabi yang memberikan pengajaran kepada seluruh umat Islam, bukan kepada masyarakat timur-tengah saja. Jika memang budaya Islam ini sudah dianggap sebagai budaya lokal oleh masyarakat timur-tengah, maka tentu ini adalah perkara yang baik. Karena memang demikian sepatutnya, seorang muslim berbudaya Islam.
Diantara bukti lain bahwa cadar (dan juga jilbab) adalah budaya Islam :
1. Sebelum turun ayat yang memerintahkan berhijab atau berjilbab, budaya masyarakat arab Jahiliyah adalah menampakkan aurat, bersolek jika keluar rumah, berpakaian seronok atau disebut dengan tabarruj. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ
“Hendaknya kalian (wanita muslimah), berada di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian ber-tabarruj sebagaimana yang dilakukan wanita jahiliyah terdahulu” (QS. Al Ahzab: 33)
Sedangkan, yang disebut dengan jahiliyah adalah masa ketika Rasulullah Shallalahu’alihi Wasallam belum di utus. Ketika Islam datang, Islam mengubah budaya buruk ini dengan memerintahkan para wanita untuk berhijab. Ini membuktikan bahwa hijab atau jilbab adalah budaya yang berasal dari Islam.
2. Ketika turun ayat hijab, para wanita muslimah yang beriman kepada Rasulullah Shallalahu’alaihi Wasallam seketika itu mereka mencari kain apa saja yang bisa menutupi aurat mereka. ‘Aisyah Radhiallahu’anha berkata:
مَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ ( وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ ) أَخَذْنَ أُزْرَهُنَّ فَشَقَّقْنَهَا مِنْ قِبَلِ الْحَوَاشِي فَاخْتَمَرْنَ بِهَا
“(Wanita-wanita Muhajirin), ketika turun ayat ini: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada (dan leher) mereka.” (QS. Al Ahzab An Nuur: 31), mereka merobek selimut mereka lalu mereka berkerudung dengannya.” (HR. Bukhari 4759)
Menunjukkan bahwa sebelumnya mereka tidak berpakaian yang menutupi aurat-aurat mereka sehingga mereka menggunakan kain yang ada dalam rangka untuk mentaati ayat tersebut.
Singkat kata, para ulama sejak dahulu telah membahas hukum memakai cadar bagi wanita. Sebagian mewajibkan, dan sebagian lagi berpendapat hukumnya sunnah. Tidak ada diantara mereka yang mengatakan bahwa pembahasan ini hanya berlaku bagi wanita muslimah arab atau timur-tengah saja. Sehingga tidak benar bahwa memakai cadar itu aneh, ekstrim, berlebihan dalam beragama, atau ikut-ikutan budaya negeri arab.
Penukilan pendapat-pendapat para ulama di atas merupakan kesungguhan dari akhi Ahmad Syabib dalam forum Fursanul Haq www.gizanherbal.wordpress.com/2011/09/21/hukum-cadar-menurut-empat-madzhab/

Jumat, 01 Maret 2013

HURUF - HURUF MUTASYABIHAT DALAM AL-QURAN

BAGIAN PERTAMA
Huruf-huruf hijaiyah yang ada di awal-awal surat seperti (الم) dan semisalnya ini disebut sebagai al-huruf al-muqaththa’ah. Ada 29 (dua puluh sembilan) surat yang diawali dengan huruf muqaththa’ah ini, yang pertama Surat al-Baqarah dan yang akhir Surat al-Qalam. Misalnya: ن, ص, ق, طه, يس, حم, طس, كهيعص dan lainnya.


Cara membacanya adalah dengan mengucapkan seperti: nun, shad, qaf, thaha, yasiin, hamiim, alif lam mim, alif lam ra, alim lam mim ra, alim lam mim shad, tha siim miim, kaf ha ya ‘ain shad, dan semisalnya.
Tidak ada riwayat yang shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang menafsirkan tentangnya, sehingga ayat ini termasuk ayat mutasyabih yang ilmunya Allah simpan di sisi-Nya. Meskipun datang riwayat-riwayat dari para ulama dulu yang menyatakan bahwa itu adalah nama surat. Ada yang mengatakan bahwa itu adalah nama Allah sebagai bentuk sumpah dengannya. Tetapi pendapat-pendapat itu mempunyai kelemahan. Bagi yang berkenan bisa melihat di Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim karya al-Imam Abul Fida’ Isma’il bin Umar bin Katsir rahimahullah.
Oleh karena itu Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin as-Suyuthi dalam Tafsir al-Jalalain ketika menafsirkan ayat-ayat seperti itu berkata:
الله أعلم بمراده بذلك
“Allah yang lebih tahu tentang yang dikehendaki dengan hal itu.”
Jadi tentang huruf muqaththa’ah pada awal-awal surat, maka lebih selamat adalah diam dari mereka-reka maknanya/artinya tanpa landasan syariat. Huruf-huruf itu mempunyai arti atau makna, tetapi kita tidak tahu.Namun kita meyakini bahwa Allah tidaklah menurunkannya sia-sia bahkan untuk hikmah-hikmah yang kebanyakannya kita tidak ketahui. Diantara hikmahnya yang disebutkan al-Imam Abul Hajjaj al-Mizzi dan al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahumallah dalam tafsirnya bahwa huruf muqaththa’ah ini adalah untuk menjelaskan mukjizat al-Qur’an. Manusia dan jin tidak mampu untuk membuat yang semisalnya padahal tersusun oleh huruf-huruf yang dipakai mereka dalam berbicara. Dimana dulu ketika kaum musyrikin mengingkari bahwa al-Qur’an adalah kalamullah yang diwahyukan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka huruf-huruf ini sebagai tantangan bagi mereka untuk membuat al-Qur’an yang semisalnya. Dan ketika mereka tidak mampu seharusnya mereka menerima bahwa al-Qur’an adalah kalamullah dan wahyu dari-Nya, dan seharusnya mereka mengimani dengannya.
Demikian kami ringkaskan dari berbagai perkataan para imam dan ulama tafsir. Yang terpenting bagi kita dari pelajaran di atas adalah agar kita tidak meninggalkan membaca al-Qur’an, mendengarkan al-Qur’an, dan mempelajari makna-maknanya agar bisa menambah iman dan agama kita lebih baik sehingga kita mendapatkan kebaikan baik di dunia dan akhirat. Tidak seperti kaum musyrikin yang tak mau mendengarnya, tetapi meniru orang-orang beriman dari kalangan shahabat dan tabiin dan imam setelahnya yang beriman dan menyibukkan diri dengan mempelajari al-Qur’an. Wallahu a’lam.

BAGIAN KEDUA


Mungkin kita sering bertanya mengapa Alif Lam Mim dijadikan sebagai ayat per tama dalam Al-Quran setelah surat Al-fatihah? Lalu mengapa Al-fatihah dan Alif Lam Mim berada disurat per tama dan diawal surat kedua dalam Al-Quran, padahal wahyu yang per tama kali turun adalah Al-alaq 1-5?
Dalam sebuah artikel yang pernah saya baca, bahwa jalan hidup yang harus kita jalani didunia mulai dari per tama dilahirkan sampai dengan meninggal ada dalam Al-Quran. Mulai dari kewajiban yang harus kita lakukan ketika per tama kali kita dilahirkan, kewajiban yang harus dilakukan ketika tumbuh menjadi anak – anak, remaja, dewasa sampai dengan meninggal dunia termaktub dalam Al-Quran pada juz 1 – 30.
Jalan hidup yang harus kita lalui harus berdasarkan atas surat Al-Fatihah yang mana sebagai induk dari Al-Quran. Lalu setelah itu, kita mengikuti alur dari juz – juz yang terkandung dalam Al-Quran. Sebagai contoh ketika kita berumur 20 tahun, maka alangkah baiknya kita mempelajari juz 20 dari Al-Quran itu sendiri. karena hal – hal yang akan kita hadapi, kewajiban yang harus kita lakukan pada usia 20 tahun terdapat dalam Al-Quran dalam juz ke-20. begitu juga seterusnya.
lalu bagaimana seandainya umur kita sudah lebih dari 30 tahun, sedangkan dalam Al-Quran sendiri hanya terdapat 30 juz? Maka saat itulah, masa kita untuk mengamalkan semua yang telah kita pelajari dari juz 1 – 30 dari Al-Quran. karena, kebanyakan dari manusia, mendapat ujian kehidupan yang paling banyak pada usia 1 – 30 tahun. karena pada masa itu, manusia mendapat banyak ujian nafsu, harta dan segala macam godaan.
Lalu apa salah satu rahasia dan kekuatan dari “Alif Lam Mim”, sehingga dijadikan sebagai ayat pertama dari surat Al-Baqarah?
ketika kita baru dilahirkan didunia ini, ternyata Allah SWT menginginkan kita mempelajari “Alif Lam Mim”. karena itulah 3 macam pilihan jalan kehidupan manusia didunia. “Alif Lam Mim” terdiri dari huruf ” م ل ا ” yang mana 3 huruf ini mempunyai kandungan makna yang sangat dahsyat.
Huruf pertama, yaitu ” ا = Alif ” menjelaskan manusia yang pada masa hidupnya, berada pada jalan yang lurus sebagaimana huruf “Alif” tersebut. Yaitu, manusia yang selalu mentaati segala perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, menjaga hawa nafsunya, mulai dari pertama dia dilahirkan sampai dengan meninggal dunia. Yang mana jalan hidupnya selalu diridho’i oleh Allah SWT. sehingga surga Firdaus selalu menantikan manusia – manusia seperti ini.
Huruf kedua, yaitu ” ل = Lam ” menjelaskan manusia yang jalan hidupnya seperti huruf “Lam”, ketika dia baru dilahirkan dia berada dijalan yang lurus. Tetapi setelah menjalani tahapan kehidupan, ketika dia tumbuh menjadi anak – anak, remaja, dewasa dan sebelum meninggal dunia dia telah berbelok kekiri, dia meninggalkan semua kewajiban, tidak mentaati Allah SWT dan rasul – Nya. dia melupakan jalan kehidupan yang seharusnya dia lalui, Jalan lurus yang sudah diberikan oleh ALlah SWT sebelum dan ketika dia dilahirkan dibumi melalui hidayah – Nya. Dan malaikat Malik pun sudah siap menunggunya dipintu neraka. Naudzubillah min dzalik.
Huruf ketiga, yaitu ” م = Mim ” menjelaskan manusia yang jalan kehidupannya seperti huruf “Mim”. dia berputar – putar dalam kehidupannya mencari kebenaran, tapi diakhir tahapan pencariannya dia menemukan jalan lurus. Yang mana ketika dia baru dilahirkan, dia berada dijalan yang lurus. Tapi ketika dia tumbuh dan beranjak dewasa dia berputar – putar sendiri dalam kehidupannya mencari jalan kebenaran sejati. Dan akhirnya dengan izin Allah SWT diakhir pencariannya, dia menemukan jalan yang diridho’i oleh Allah SWT. Dan surga pun siap menerimanya.
Lalu jalan kehidupan manakah yang akan kita pilih???
Jalan kehidupan seperti huruf ” م ل ا ” “Alif” kah, “Lam” kah atau “Mim” kah???
Semoga kita selalu dijalan yang benar, dan terhindar dari jalan kehidupan seperti huruf ” ل “. Amin.
Wallohu'alam......


elhijrah.blogspot.com
http://jalanakhirat.wordpress.com

Senin, 25 Februari 2013

UMAR BIN KHATTAB SANGGUP MENUNDULLAN SUNGAI NIL


Khalifah Umar bin Khattab memiliki banyak sekali karamah. Salah satunya adalah menaklukkan sungai Nil yang pada saat itu dikatakan selalu minta tumbal manusia.

Imam al-Haramain mengemukakan kisah tentang sungai Nil. Pada masa jahiliyah, sungai Nil tidak mengalir sehingga setiap tahun dilemparlah tumbal berupa seorang perawan ke dalam sungai tersebut.

Ketika Islam datang, sungai Nil yang seharusnya sudah mengalir, ternyata tidak mengalir. Penduduk Mesir kemudian mendatangi Amr bin Ash dan melaporkan bahwa sungai Nil kering sehingga diberi tumbal dengan melempar seorang perawan.

Kemudian Amr bin Ash r.a berkata kepada mereka,

"Sesungguhnya hal ini tidak boleh dilakukan karena Islam telah menghapus tradisi tersebut...!!!"

Maka penduduk Mesir bertahan selama tiga bulan dengan tidak mengalirnya sungai Nil, sehingga mereka benar² menderita. Amr menulis surat kepada Khalifah Umar bin Khattab untuk menceritakan peristiwa tersebut. Dalam surat jawaban itu Umar menyatakan,

"Engkau benar bahwa Islam telah mengahapus tradisi tersebut. AKu menirim secarik kertas untukmu, lemparkanlah kertas itu ke sungai Nil...!!!"

Kemudian Amr membuka kertas tersebut sebelum melemparkannya ke sungai Nil. Ternyata kertas tersebut berisi tulisan Khalifah Umar bin Khattab untuk sungai Nil di Mesir. Isi surat tersebut adalah,

"Jika kamu mengalir karena dirimu sendiri, maka jangan mengalir. Namun jika Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa yang mengalirkanmu, maka kami mohon kepada Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa untuk membuatmu mengalir...!!!"

Kemudian Amr melempar kertas tersebut ke sungai Nil sebelum kekeringan benar² terjadi. Sementara itu penduduk Mesir telah bersiap² untuk pindah meninggalkan Mesir. Pagi harinya, ternyata Allah SWT telah mengalirkan sungai Nil enam belas hasta dalam satu malam.

YANG PALING BESAR MENRUT IMAM AL-GOZALI


Iman Ghazali = " Apa yang paling besar didunia

ini ?"

Murid 1 = " Gunung "

Murid 2 = " Matahari "
Murid 3 = " Bumi "

Imam Ghazali = " Semua jawaban itu benar, tapi

yang besar sekali adalah HAWA NAFSU (Surah Al

A'raf: 179). Maka kita harus hati-hati dengan nafsu

kita, jangan sampai nafsu kita membawa ke
neraka."

IMAM GHAZALI" Apa yang paling berat didunia? "

Murid 1 = " Baja "

Murid 2 = " Besi "
Murid 3 = " Gajah "

Imam Ghazali = " Semua itu benar, tapi yang

paling berat adalah MEMEGANG AMANAH (Surah

Al-Azab : 72 ). Tumbuh-tumbuhan , binatang,

gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika

Allah SWT meminta mereka menjadi khalifah

pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan

sombongnya berebut-rebut menyanggupi

permintaan Allah SWT sehingga banyak manusia

masuk ke neraka kerana gagal memegang
amanah."

Imam Ghazali = " Apa yang paling ringan di dunia

ini ?"

Murid 1 = " Kapas"

Murid 2 = " Angin "

Murid 3 = " Debu "
Murid 4 = " Daun-daun"

Imam Ghazali = " Semua jawaban kamu itu benar,

tapi yang paling ringan sekali didunia ini adalah

MENINGGALKAN SOLAT . Gara-gara pekerjaan kita
atau urusan dunia, kita tinggalkan solat "

Imam Ghazali = " Apa yang paling tajam sekali di

dunia ini? "

Murid- Murid dengan serentak menjawab = "
Pedang "

Imam Ghazali = " Itu benar, tapi yang paling tajam

sekali didunia ini adalah LIDAH MANUSIA . Kerana

melalui lidah, manusia dengan mudahnya

menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya
sendiri "

Rabu, 13 Februari 2013

Galaksi Andromeda Dihuni 1 Triliun Bintang



detail berita
Galaksi Andromeda (Foto: Sciencedaily)

CALIFORNIA - Observatorium luar angkasa Herschel menangkap pemandangan terbaru dari galaksi Andromeda. Galaksi Andromeda merupakan salah satu galaksi yang ada di luar Bima Sakti.

Dilansir Sciencedaily, Selasa (29/1/2013), galaksi Andromeda juga dikenal dengan sebutan Messier 31 dan berjarak 2 juta tahun cahaya. Andromeda merupakan galaksi paling dekat dengan Bima Sakti, yang diestimasi memiliki hingga satu triliun bintang.

Bukti terbaru menyarankan, keseluruhan massa Andromeda kurang dari massa Bima Sakti, dengan materi gelap yang juga terdapat di galaksi tersebut. Herschel, sebuah misi European Space Agency (ESA) dengan kontribusi NASA, melihat cahaya panjang gelombang inframerah dari galaksi Andomeda.

Objek yang ditangkap kamera Herschel ini menunjukkan debu cincin dingin. Beberapa debu ini merupakan debu yang paling dingin di galaksi, memiliki beberapa puluh derajat di atas nol mutlak.

Dalam gambar yang ditangkap Herschel, debu hangat terlihat di daerah pusat dengan warna yang berbeda. Terdapat bintang-bintang baru yang lahir di pusat galaksi, serta menampakkan seluruh cincin galaksi dalam pola simpul berdebu.

Wikipedia menerangkan, galaksi Andromeda dapat terlihat dengan mata telanjang. Hal tersebu memungkinkan bila malam cerah, tanpa bulan dan tanpa polusi cahaya.

Struktur Andromeda mirip dengan galaksi Bima Sakti, yaitu berbentuk spiral. Letak Andromeda berada di belahan langit utara. Galaksi terdekat ini bisa diamati pada September, Oktober serta November. (fmh)

Selasa, 12 Februari 2013

Fadhilah Sholawat

Kisah Shalawat Nabi Muhammad SAW | Anda Pasti meneteskan air mata mendengar berita ini jika Anda seorang Islam  yang tulen. Terutama permohonan Malaikat Isrofil A.S kepada Allah SWT

Rasulullah S.A.W telah bersabda bahwa, “Malaikat Jibril, Mikail, Israfil dan Izrail A.S. telah berkata kepadaku.

Berkata Jibril A.S. : “Wahai Rasulullah, barang siapa yang membaca selawat ke atasmu tiap-tiap hari sebanyak sepuluh kali, maka akan saya bimbing tangannya dan akan saya bawa dia melintasi titian seperti kilat menyambar.”

Berkata pula Mikail A.S. : “Mereka yang berselawat ke atas kamu akan aku beri mereka itu minum dari telagamu.”

Berkata pula Isrofil A.S. : “Mereka yang berselawat kepadamu akan aku sujud kepada Allah S.W.T. dan aku TIDAK AKAN mengangkat kepalaku sehingga Allah S.W.T. mengampuni orang itu (yang bershalawat).”

Malaikat Izrail A.S pula berkata : “Bagi mereka yang berselawat ke atasmu, akan aku cabut ruh mereka itu dengan selembut-lembut­nya seperti aku mencabut ruh para nabi-nabi.”

Apakah kita tidak cinta kepada Rasulullah S.A.W.? Para malaikat memberikan jaminan masing-masing untuk orang-orang yang berselawat ke atas Rasulullah S.A.W.

Dengan kisah yang dikemukakan ini, kami harap para pembaca tidak akan melepaskan peluang untuk berselawat ke atas junjungan kita Nabi Muhammad S.A.W.
Mudah-mudahan kita menjadi orang-orang kesayangan Allah, Rasul dan para malaikat.

Bacaan Sholawat Nabi sangat beragam, ini adalah satu dari beragam itu.

Ya Nabi Salam Alaika Ya Rosuul salam alaika Ya Habiib salam alaika Sholawatulloh alaika.

Dalam Al Qur'an Allah swt. berfirman: "Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaik­atNya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya". (Al Qur'an S. Al-Ahzab ayat 56)

Nabi Muhammad saw. bersabda: "Bershalawatlah­ kamu kepadaku, karena shalawat itu menjadi zakat penghening jiwa pembersih dosa bagimu". (Diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih).

Sebaiknya membaca sholawat ini minimal 10x pagi dan sore,sebaiknya 100x pagi dan sore....

Hukum Menyentuh Al Qur'an Tanpa Berwudhu


Bolehkah kita menyentuh Al Qur'an tanpa berwudhu terlebih dahulu? Dalam artikel ini akan dibahas beberapa pendapat para ulama tentang hukum Menyetuh Al Qur'an tanpa berwudhu terlebih dahulu. Secara garis besar, ada dua pendapat ulama tentang hukum memegang Al Qur'an tanpa berwudhu terlebih dahulu.

Pendapat Pertama:
Menyentuh Mushaf Al Qur'an hendaknya dalam keadaan suci (berwudhu) yang merujuk pada QS. Al Waaqiah : 79 yang berbunyi: "Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan." Pendapat pertama menafsirkan kata "menyentuh" pada ayat di atas adalah menyentuh dengan tangan. Dhamir (kata ganti) "hu" kembali pada Al Qur'an (mushaf) dan "yang disucikan" dalam ayat tersebut adalah suci dari hadas dan najis. Sehingga ditariklah kesimpulan bahwa menyentuh Al Qur'an harus dalam keadaan suci dari hadas (besar dan kecil) dan najis, dengan kata lain harus berwudhu.

Pendapat Kedua:
Sementara pendapat tetap merujuk pada ayat Al Waaqia ayat 79 dengan penafsiran bahwa Dhamir (kata ganti) "hu" kembali pada Al Qur'an yang ada di lauh mahfudz dan "yang disucikan" dalam ayat tersebut adalah "para malaikat" dan "para rosul". Sehingga, "menyentuh" dalam ayat tersebut bukan persentuhan biasa, melainkan sesuatu ghaib, yang tidak dapat dijangkau oleh indra manusia.

Tidak ada hadist yang dapat menunjang kedua pendapat tersebut, kecuali satu atau dua hadist yang diriwayatkan oleh Malik, yang kedudukannya lemah yang berbunyi, "Hendaklah tidak menyentuh mushaf kecuali dalam keadaan suci". Hadist ini mursal (sanadnya tidak sampai kepada Rosulullah SAW)
Ketiadaan hadist yang kuat untuk mendukung kedua pendapat di atas bukanlah persoalan utama. Seandainya masalah ini penting, tentulah Rosulullah sendiri yang akan memberika petunjuk kepada para sahabatnya sehingga banyak hadist yang muncul. Yang terpenting, kita selalu mempelajari dan mengamalkan kandungan Al Qur'an baik dalam keadaan wudhu atau tidak. Tapi lebih baik juga jika kita memegang Al Qur'an dalam keadaan suci dari hadas dan najis, karena bagaimanapun Al Qur'an berisi firman-firman Allah yang dinilai suci untuk orang muslim. Hanya Allah yang Maha Tahu.

Sabtu, 12 Januari 2013

ISTRI NABI NUH


PELAJARAN DARI SEKELUMIT TULISAN
YANG TERCECER DI BLOGGER

kisah kedurhakaan istri nabi nuh as
tulisan ini dimuat di majalah hidayah edisi 57 april 2006

Allah membuat perumpamaan bagi orang yang ingkar; istri Nuh dan istri Luth, mereka adalah istri dua orang hamba di antara hamba-hamba Kami yang saleh. Tetapi mereka berkhianat (kepada suami-suaminya). Maka mereka tiada berdaya suatu apapun terhadap Allah. Kepada mereka dikatakan, "Masuklah kamu ke dalam neraka jahanam bersama orang yang masuk (ke dalamnya)” (QS. At-Tahrim [66]: 10).

Hari masih pagi. Wanita itu bangun, dan segera bergegas ke dapur. Di pagi yang sunyi itu, dia ingin membuat makanan. Ternyata tak cukup lama pekerjaan dapur itu menyita waktunya. Setelah itu, dia segera melangkah keluar. Dengan pelan, dia berjalan, takut kalau-kalau seisi rumah mendengar langkahnya. Tetapi, saat tangannya meraih daun pintu, anaknya yang masih muda tiba-tiba menegur, "Sepagi ini, ibu mau ke mana…?"

Sang ibu, yang tidak lain adalah istri Nabi Nuh, kaget. Dengan muka pucat, dia segera memberikan isyarat agar anaknya --yang bernama Kan`an-- untuk tidak bersuara keras. "Aku mau ke Makbad Besar (tempat peribadatan penyembahan berhala). Lupakah anakku, bahwa hari ini adalah hari raya tuhan-tuhan kita?"

Si anak tersenyum seraya berkata, "Ibu berbuat yang terbaik. Nanti saya menyusul. Ibu tahu khan… kalau ayah tidak senang melihat kita pergi ke sana?"

Istri Nabi Nuh lalu berangkat. Sesampai di sana, ia segera mempersembahkan makanan dan berdoa. Selesai berdoa, istri Nabi Nuh menengok dan mendapati putranya sudah ada di sana. Waktu berlalu dengan cepat, upacara penyembahan itu pun akhirnya usai. Istri Nabi Nuh kembali ke rumah. Dalam perjalanan pulang, ia diberitahu oleh anaknya, "Wahai ibu, tahukah apa yang sedang dilakukan ayah?"

"Apa yang dia perbuat, wahai anakku?"

"Ayah menyeru orang-orang di pasar dan sekelilingnya untuk bertakwa kepada Allah"

Istri Nuh memadang Kan`an, seraya berkata, "Kalau begitu ayahmu tak menghendaki kita menyembah tuhan-tuhan yang memberi rezeki dan memelihara kita."

Sepanjang perjalanan berikutnya, keduanya lebih banyak membisu. Dalam hati, sudah kuat keingkaran ibu dan anak itu untuk tak menganut ajaran yang dibawakan Nabi Nuh.

***

Malam tiba. Nabi Nuh pulang ke rumah dengan rasa letih, meletakkan tongkatnya di dinding dan kemudian duduk. Istrinya tiba-tiba mendekat seraya berkata, "Mengapa engkau terlambat pulang sampai selarut ini?"

"Aku harus menyampaikan risalah dari Allah."

"Risalah apakah itu?"

Nabi Nuh menjawab tegas, "Risalah agar manusia menyembah Allah dan meninggalkan berhala."

"Kamu telah bertahun-tahun hidup bersama kami," sahut istri Nabi Nuh, "Tapi kenapa kini berselsisih paham dengan apa yang disembah oleh kaummu?"

"Allah memilihku untuk menjalankan tugas ini. Karena itulah, sekarang kumpulkanlah anak-anak kita, aku akan menunjukkan tentang yang kubawa ini, sebagaimana aku menyeru kepada orang lain," perintah Nabi Nuh kepada istrinya.

Namun istri Nabi Nuh diam seribu bahasa. Sementara Kan`an datang, mengambil tempat duduk di sampingnya. Dia berkata kepada ayahnya, Nuh," Anak-anakmu sedang tidur. Tundalah hal itu sampai besuk pagi!"

"Kalau begitu, tidak ada salahnya aku menyampaikan hal ini kepada kalian berdua lebih dahulu."

"Mengapa ayah tergesa-gesa dengan hal ini?" ucap Kan`an.

"Tidurlah sampai besok pagi!" sahut istri Nabi Nuh.

"Tidak!" kata Nabi Nuh, "Aku harus melaksanakan tanggung jawabku terhadap Allah. Sebab kalian berdua adalah ahli baitku dan aku harus menjadi orang yang menyeru kalian berdua untuk pertama kali."

Kan`an memandang ibunya. Sang ibu pun juga memandang kepadanya seraya berkata kepada Nabi Nuh, "Kami tak akan meninggalkan agama nenek moyang kami."

Perdebatan antara Nabi Nuh dan keduanya akhirnya terjadi. Anak-anak Nuh yang lain akhirnya terbangun dikarenakan terusik. Mereka bangkit dan menghampiri ketiganya. Sang ibu dengan segera berkata, "Ayahmu menghendaki kita agar meninggalkan tuhan-tuhan yang kita sembah dan memerintahkan kita untuk menyembah Tuhan yang telah mengutusnya......"

"Siapakah Tuhanmu itu, wahai ayah?" tanya anak-anak itu kepada Nabi Nuh.

"Dia adalah Pencipta langit dan bumi. Dia pula yang memberi rezeki, mematikan semua manusia di hari perhitunan (kiamat)..." jawab Nabi Nuh.

"Lantas di manakah Dia itu berada ayah? Apakah Ia berada di Makbad besar bersama tuhan-tuhan yang biasa kami sembah?" tanya salah seorang di antaranya.

"Anak-anakku" kata Nabi Nuh, "Sesungguhnya Allah tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Dia adalah Pencipta ruang dan waktu itu sendiri. Dia tak dapat dilihat oleh mata kita."

"Bagaimana kita bisa mengetahui bahwa Dia itu ada?" tanya yang lain.

Nabi Nuh dengan tegas menjawabnya, "Dari tanda-tanda kekuasaan-Nya atas segala sesuatu; dari ciptaan-Nya; dari langit yang ditinggikan-Nya tanpa tiang; dari bumi yang dihamparkan-Nya, dan di dalamnya terdapat sungai-sungai dan lautan; dari hujan yang tercurah dari langit dan menumbuhkan tanaman yang menghidupi manusia dan hewan; dan dari kekuasaan-Nya menciptakan manusia dan hewan-hewan; dan dari kekuasaan-Nya menciptakan manusia dan mematikan mereka; yang semua itu ada di hadapan kita."

Setelah mendengar perkataan Nabi Nuh itu, anak-anaknya serentak berkata, "Allah telah melapangkan hati kami untuk menerima kebaikan yang ayah serukan..."

Betapa terperanjatnya istri Nabi Nuh tatkala mendengar pengakuan anak-anaknya. Ia segera bangkit dan menghampiri Kan`an. Lalu, berkata lantang kepada suaminya, "Telah rusak akal dari anak-anakmu dengan seruan itu. Tuhan kami akan mengutukmu…"

***

Alih-alih istri Nabi Nuh cuma ingkar akan apa yang dibawa oleh Nabi Nuh, melainkan juga mencoba menghalang-halangi dakwah suaminya. Setiap kali ada tetangga yang datang mau menjadi pengikut Nabi Nuh, dan meminta pendapatnya, justru dia menyarankan mereka untuk pulang seraya berkata, "Sekiranya seruan Nuh itu baik, niscaya aku dan Kan`an akan mengikutinya."

Bulan berlalu dan tahun pun bergulir. Istri Nabi Nuh bukan semakin condong kepada ajaran Nabi Nuh, melainkan semakin menunjukkan penentangannya. Sampai dia dengan sengit berkata, "Tidak ada yang mengikutimu, kecuali hanya beberapa gelintir orang miskin. Niscaya bukan karena kemiskinan yang mereka derita, sekiranya tak mungkin mereka mengikutimu. Bukankah ini menjadi bukti bahwa seruanmu itu bathil? Orang mengolok-olokmu, Nuh. Maka, sebaiknya kamu menghentikan seruanmu itu...!"

Tapi Nabi Nuh tak putus asa. Ia memikul semua penderitaan itu dan kejahatan orang-orang yang merintanginya. Bertahun-tahun Nabi Nuh berdakwah, memang tidaklah lebih dari seratus orang yang mengikutinya. Meski demikian, Nabi Nuh tetap sabar dan selalu berdoa, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku siang dan malam maka seruanku itu hanya membuat mereka lari (dari kebenaran). " (QS. Nuh [71]: 5-6).

Allah lalu memerintahkan kepada Nabi Nuh untuk membuat bahtera.

***

Suatu hari, istri Nabi Nuh melihat suaminya mendatangkan kayu-kayu dan menyuruh kepada pengikutnya untuk meletakkan kayu-kayu itu di tengah kota. Padahal, kota itu jauh dari laut dan sungai. Tak ayal, istri Nabi Nuh bertanya heran, "Apa yang akan engkau perbuat dengan kayu-kayu itu, wahai Nuh?"

"Aku akan membuat sebuah bahtera," jawab Nabi Nuh

Mendengar jawaban Nabi Nuh, istrinya mencibir, "Mengapa engkau membuat bahtera sedang di sini tidak ada lautan atau sungai yang dapat melayarkannya?"

Nabi Nuh menjawab, "Bahtera ini akan berlayar ketika datang perintah dari Allah."

"Bagaimanakah orang-orang yang berakal akan menyanggahnya bahwa hal ini bisa terjadi?"

"Nanti kamu akan melihat bahwa hal itu akan terjadi."

Seraya melangkah, istri Nuh berucap sinis, "Akankah bahtera ini nanti berlayar di atas pasir?"

"Bukan," jawab Nuh, "Sebab air bah akan menenggelamkan bumi dan orang-orang yang menentang kami. Sedang orang-orang yang mengikutiku akan selamat di atas bahtera..."

***

Kabar akan pembuatan bahtera itu cepat tersiar. Segera kaumnya datang ke tengah kota, mengolok-oloknya. Seorang berkomentar, "Apa ini wahai Nuh, nyata sekali bahwa kamu akan datang dengan membawa bahtera kepada kami di sini, sehingga kami bisa naik bahtera yang kamu buat di atas padang pasir yang tandus."

Yang lain dengan sengit mengolok-olok, "Nuh, apakah kamu akan menyuruh pengikutmu untuk datang kepadamu dengan membawa timba-timba yang penuh dengan air untuk kemudian dituangkan ke bawah bahtera ini sehingga engkau dapat membuat kolam yang di atasnya bahteramu akan berlayar?"

Suara tawa mereka segera menggema, dan disusul yang lain, "Hal itu tentu saja akan memakan waktu bertahun-tahun, tahukah kamu akan semua itu Nuh?"

"Dan air itu tentu akan di serap pasir sebelum bahteramu bisa berlayar...." ledek yang lain lagi.

Tawa mereka kembali membuncah. Nabi Nuh tidak membalas olokan mereka, kecuali hanya berucap, "Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) akan mengejek kamu sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami). Maka kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa oleh azab yang menghinakannya dan yang akan ditimpa oleh azab yang kelak (QS. Hud [11]: 38-39)

Bulan berganti, tahun pun berlalu. Nabi Nuh dan pengikutnya, akhirnya menyelesaikan pembuatan bahtera itu. Namun ejekan yang datang dari kaumnya tak henti-henti melayang kepadanya. Apalagi, istri Nuh selalu memberi tahu mereka akan penderitaan yang ditanggung Nabi Nuh. Akibatnya, mereka kian senang dan bertambah gembira.

***

Suatu hari, istri Nabi Nuh tiba-tiba terbangun oleh suatu yang menggelisahkan hati. Ia segera bangkit dan menjumpai Nabi Nuh yang sedang mengumpulkan setiap dari jenis hewan dan burung, masing-masing sepasang. "Apa yang kamu lakukan dan akan kamu bawa ke mana hewan-hewan dan burung-burung itu? Akankah pengikutmu akan memakan hewan dan burung-burung itu sementara kami tak akan memakan apa-apa?" tanya istrinya.

"Ini bukan untuk pengikutku. Tuhanku telah memerintahkan kepadaku untuk membawa hewan-hewan dan burung-burung itu di bahtera!" jawab Nabi Nuh.

Dengan panik, istri Nabi Nuh bertanya lagi, "Bagaimanakah Tuhanmu memerintahkan semua ini?"

"Kelak akan kubawa setiap pasang binatang dan semua pengikutku di dalam bahtera, tentunya dengan kebenaran yang diperintahkan oleh Allah kepadaku..."

Istri Nabi Nuh tidak juga diam, "Apakah yang akan kamu lakukan dengan bahtera itu? Apakah kalian akan meninggalkan rumah dan hidup bersama hewan-hewan dan burung-burung itu?"

"Kelak air bah akan datang, kemudian menenggelamkan segala sesuatu dan tidak akan ada yang selamat kecuali siapa yang naik dalam bahteraku untuk kemudian memulai kehidupan di dunia baru yang muncul dengan fajar keimanan."

Istri Nabi Nuh tiba-tiba merasa ketakutan. Ucapan Nabi Nuh bahkan membuatnya tak berkutik untuk membantah. Namun jiwanya telah tertutup, keras seperti batu. Dia tetap menekan perasaan takut itu, lalu pergi memberi tahu kepada kaumnya tentang rencana Nabi Nuh itu. Maka, bertambah keraslah ejekan mereka kepada Nabi Nuh.

***

Apa yang diperintahkan oleh Allah kepada nabinya adalah satu kebenaran yang harus dipercaya. Karena itu, janji Allah yang disampaikan kepada Nabi Nuh itu tidaklah bohong dan janji itu akhirnya benar terjadi. Air bah (banjir) datang. Maka terperanjatlah mereka. Pintu-pintu langit terbuka dan mencurahkan air hujan ke bumi sehingga membuat mereka semua pontang-panting. Kelabakan.

Sementara itu, bahtera Nabi Nuh berlayar di atas air, tanpa istri Nabi Nuh dan putranya, Kan`an. Sebab keduanya telah menolak ketika Nabi Nuh memerintahkan agar ikut bersama. Nabi Nuh memanggil anaknya, sedang dia berada di tempat terpencil, “Hai anakku, naiklah bersama kami dan janganlah bersama orang-orang yang kafir.”

Dengan sombong, dia malah berkata ketus, "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat menyelamatkanku dari air bah.

“Tidak ada Pelindung hari ini dari ketetapan Allah selain siapa yang dirahmati.” (QS. Hud 43).

Firman Allah itu benar. Air bah itu ternyata terlalu besar, gunung pun tenggelam. Maka, tenggelamlah Kan`an dan istri Nuh digulung gelombang yang air bah dahsyat. Kisah tenggelamnya istri Nuh dan putranya, Kan`an itu dikisahkan Allah di dalam al-Qur`an. Ada pesan yang bisa dipetik dari kisah di atas itu, sekiranya sangat jelas; peringatan bagi seluruh kaum mukminin bahwa petunjuk Allah itu kadang-kadang terasa lebih jauh meskipun bagi orang yang paling dekat dengan pemberi petunjuk itu sendiri. Istri Nuh menjadi bukti nyata akan hal itu. Walau dia dekat dengan Nabi Nuh, bahkan termasuk istrinya, namun ternyata petunjuk Allah itu jauh darinya. Demikian juga dengan anak Nabi Nuh, Kan`an.

Dalam kaitan dengan istri Nabi Nuh itu, Allah berfirman dalam al-Qur`an, "Allah membuat perumpamaan bagi orang yang ingkar; istri Nuh dan istri Luth, mereka adalah istri dua orang hamba di antara hamba-hamba Kami yang saleh. Tetapi mereka berkhianat (kepada suami-suaminya). Maka mereka tiada berdaya suatu apapun terhadap Allah. Kepada mereka dikatakan, "Masuklah kamu ke dalam neraka jahanam bersama orang yang masuk (ke dalamnya)" (QS. At-Tahrim [66]: 10).

Semoga kita bisa memetik hikmah dari kisah di atas.

DIPOSKAN OLEH N. MURSIDI DI 05:56

Jumat, 28 September 2012

Kopi luwak

Posted: 27 Sep 2012 08:07 AM PDT
Kopi luwak/musang adalah salah satu kopi yang sangat masyhur saat ini dengan harga jual yang tinggi. Biji kopi ini diyakini memiliki rasa yang berbeda setelah dimakan dan melewati saluran pencernaan luwak. Kemasyhuran kopi ini di kawasan Asia Tenggara telah lama diketahui, namun baru menjadi terkenal luas di peminat kopi gourmet setelah publikasi pada tahun 1980-an. Biji kopi luwak adalah yang termahal di dunia, mencapai USD100 per 450 gram. (sumber:wikipedia.org)

Mengenai bagaimana hukum mengkonsumsi kopi luwak?
sebenarnya sudah banyak pihak yang menerangkan hal ini. Bahkan pihak MUI juga telah mengeluarkan fatwa tentang kopi luwak. Namun karena ada pihak yang menanyakan hukum kopi luwak kepada pihak
Lajnah bahtsul masail LPI MUDI mesra via email, maka ada baiknya juga kami juga ikut menulis keterangan hukum kopi luwak beserta nash kitab dari para ulama mu`tabar dari kalangan mazhab Syafii.

Hukum kopi luwak.
Kopi Luwak adalah seduhan kopi menggunakan biji kopi yang diambil dari sisa kotoran luwak/musang kelapa. Maka kita hanya perlu mengkaji hukum bijian yang keluar bersama kotoran binatang. Hal ini telah dijelaskan oleh para ulama terdahulu dalam kitab-kitab mereka

Biji-bijian yang ditelan oleh binatang kemudian dikeluarkan baik dengan cara dimuntahkan ataupun dikeluarkan melalui anus bersama kotorannya rincian hukumnya adalah:
  1. Mutanajis, bila ketika keluar biji tersebut masih baik, bila ditanam akan tumbuh, maka cukup disucikan dengan dibersihkan kotoran-kotoran yang menempel padanya kemudian di cuci dengan air.
  2. Najis, bila telah hancur atau busuk, bila ditanam tidak akan tumbuh. Najis tidak dapat disucikan lagi dan tidak boleh dikonsumsi.

Nash kitab
Fathul Mu`in dan Hasyiah I`anatuth Thalibin jilid 1 hal 82 Cet. Haramain
ولو راثت أو قاءت بهيمة حيا، فإن كان صلبا بحيث لو زرع نبت، فمتنجس يغسل ويؤكل، وإلا فنجس

Nihayatuz Zain hal 39 Cet.Haramain
الرابع عشر: ما يخرج من معدة يقيناً كقيء ولو بلا تغير نعم إن كان الخارج حباً متصلباً بحيث لو زرع لنبت فمتنجس فإن كان بحيث لو زرع لم ينبت فنجس العين

Nas serupa juga terdapat dalam kitab Kasyifatus Saja yang juga karangan Imam Nawawy al-Bantany.

Majmuk Syarah Muhazzab jilid 2 hal 573 Cet. Dar Fikr
السادسة) قال أصحابنا رحمهم الله إذا اكلت البهيمة حبا وخرج من بطنها صحيحا فان كانت صلابته باقية بحيث لو زرع نبت فعينه طاهرة لكن يجب غسل ظاهره لملاقاة النجاسة لانه وان صار غذاءا لها فمما تغير إلى الفساد فصار كما لو ابتلع نواة وخرجت فان باطنها طاهر ويطهر قشرها بالغسل وان كانت صلابته قد زالت بحيث لو زرع لم ينبت فهو نجس ذكر هذا التفصيل هكذا القاضى حسين والمتولي والبغوى وغيرهم

Lajnah Bahtsul Masail Lembaga Pendidikan Islam Mahadal Ulum Diniyah Islamiah. Alamat: Jln. Iskandar Muda, Desa Mediun Jok, Mesjid Raya, Samalanga, bireuen, Aceh jeumpa. Email:lbm@mudimesra.com Web: lbm.mudimesra.com

Lencana Facebook

Bagaimana Pendapat Anda Tentang Blog ini?

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

MOTTO

Kami tidak malu menerima saran & kritik anda...