Sabtu, 18 Januari 2014

KUMPULAN KKATA-KATA MOTIVASI, NASEHAT BIJAK DAN HIKMAH

Bismillahirrohmaanirrohim

1. Murid yang hebat akan selalu memperhatikan kelebihan-kelebihan gurunya, dan guru yang hebat akan selalu memperhatikan kekurangan-kekurangan muridnya.
2.             Guru yang mengakui kekurangannya pada murid-muridnya berarti ia telah mengajarkan kejujuran serta kebijaksanaan yang “membumi” pada saat itu juga.
3.             Guru yang paling disukai murid-muridnya adalah guru yang selalu mampu menjawab segala pertanyaan-pertanyaan muridnya dengan jawaban sekaligus tindakan yang baik, benar, dan memuaskan pikiran serta hati murid-muridnya.
4.             Guru yg paling berhasil mendidik murid-muridnya adalah guru yg paling inspiratif. Ilmu dari seorang guru inspiratif akan dipahami murid-muridnya sebelum ia menyampaikannya.
5.             PELAJAR HEBAT itu tidak takut salah mencoba, tidak takut salah bicara, tidak takut atas segala atribut SALAH. Kalau masih takut salah, “SANG GURU KEHIDUPAN” TIDAK AKAN MEMBERIKAN HIKMAH DAN PENGALAMAN DI BALIK SEMUA PELAJARAN.
6.             Adakalanya orang pintar kalah dengan orang bodoh yang beruntung, tapi orang pintar sering beruntung daripada orang yang bodoh.
7.             Jangan bilang wanita itu “racun dunia” ataupun dgn sebutan kalimat-kalimat negatif lainnya. Setiap dilahirkan dari setiap wanita yaitu ibu kita, dialah satu-satunya wanita yg rela mengorbankan hidupnya untuk kita dan perhiasan terbaik dunia adalah istri sholehah, tentu wanita juga bukan…??
8.             Setiap perpisahan yg menyesakkan akan selalu diikuti dgn rindu yg syahdu, untuk itu aku tidak pernah menyesali akan setiap pertemuan.
9.             PUTUS CINTA pada hakikatnya mengajak kita mengalihkan hubungan dari percintaan yang egois dan mistis ini menjadi hubungan persaudaraan yang manis dan realistis.
10.         Konskwensi mayoritas dari idealisme akan selalu membawa ke alam kesendirian, namun orang-orang hebat dan terdepan pada setiap masanya mayoritas berasal dari kaum idealis sejati.
11.         Jadikan proses pencapaian sukses besarmu kelak dengan rangkaian-rangkaian sukses-sukses kecil yang telah anda bangun saat ini.
12.         Pertemuan yang dilanjulkan dengan perkenalan perkenalan, persahabatan, dan persaudaraan akan selalu menghasilkan yang terikat dalam tali silaturahmi.
13.         Butuh NASIONALISME oleh seluruh elemen bangsa dalam MEMPERJUANGKAN KEMERDEKAAN, selanjutnya NASIONALISME tetap dibutuhkan untuk MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN yang telah diraihnya itu.
14.         Terbukalah kepada semua, maka tabir dunia akan menyingkap rahasia-rahasia besar untuk Anda.
15.         Putus asa dan putus usaha akan mengakhiri setiap perjuangan, dan ini adalah salah satu paket istimewa dari syetan.
16.         Fokus pada tindakan selalu akan menghasilkan, sedang terlalu fokus pada resiko bisa menggagalkan rencana.”Beranilah untuk bertindak dan belajar banyak. RESIKO itu akan selalu melahirkan PELAJARAN-PELAJARAN BARU, dan ia hanya ada di tengah-tengah TINDAKAN.
17.         Tetap RAMAH meskipun lagi MARAH untuk membuktikan bahwa kita tak terlalu lemah.
18.         Dengan membaca Al-qur’an serta berusaha memahami artinya insya Allaah dalam waktu instan mampu menetralisir segala warna kesedihan, kekecewaan, penyesalan, kecemasan, dan kekhawatiran menjadi satu warna KEDAMAIAN.
19.         Tidak ada presepsi yang sama persis bagi setiap manusia dalam menyikapi segalanya kecuali dibumbui dengan rasa saling menghargai dan menghormati di antara mereka.
 
20.         Hidup ini sangat indah untuk dijalani dengan penuh kesadaran, jadi sayang kalau setiap momennya kita biarkan begitu saja tanpa pelajaran dan pengalaman. Life is the best ways for anyone to do anything.
21.         Tingkat wawasan ilmu pengetahuan dan karakter seseorang tidak mutlak dipengaruhi oleh status tingkat pendidikannya, tapi mutlak karena efektifitas BELAJAR-nya. Lalu jadilah “Sarjana-Sarjana Sejati”, Profesor-Profesor Ahli” produk dari “Universitas Alam Semesta” ini.
22.         Saat ini aku kembali sangat rindu kepada ketiadaan, kehampaan, tanpa rasa, tanpa karsa, tanpa cita dan tanpa cinta, kembali larut dalam kuasa Sang Sumber Kehidupan, seperti dulu ketika aku belum dilahirkan.
23.         Hampir setiap kerusakan manusia berakar dari ketidakpuasan akan segala keadaan hidupnya.
24.         Yang paling kubenci adalah kebodohan-kebodohanku dan yang paling kusuka adalah keberuntungan-keberuntunganku.
25.         Bayang-bayang akan selalu berlawanan dengan arah datangnya cahaya. Dekatilah cahaya itu, semakin dekat engkau dengan sumber cahaya, semakin berkurang bayanganmu, jika engkau berhasil berada tepat di bawah sumber cahaya itu, bayanganmu pasti sirna.
26.         Semakin dekat ketaqwaan kita kepada allaah swt, semakin jauh kita meninggalkan kegelisahan.
27.         Segala tindakan diri yang tidak mau diketahui oleh orang yang baik menjadi pertanda bahwa tindakan itu berkemungkinan besar tidak baik.
28.         Bingung dan sesak sesaat itu BIASA sebagai pertanda bahwa otak dan hati kita masih BEKERJA.
29.         Aku sangat menghargai semua pendapat teman yang menyertakan alasan, dan aku akan lebih menghormati pendapat sahabat yang bernuansa nasehat.
30.         Saat ini mungkin kita bukan siapa-siapa, justru inilah alasan tepat untuk menciptakan identitas diri dengan segera.
31.         Tetap TENANG ketika problem datang dan tetap SENANG walau hati terguncang, pada mulanya ini adalah PAKSAAN, selanjutnya menjadi KEBIASAAN.
32.         Selalu bersyukur atas segala hasil dan usaha bukan hanya menjadi auto sugesti dan pemancar aura positif pribadi kita, ia juga menjadi salah satu sebab “bonus dan surprise Allaah” yang tiada pernah kita sangka akan menghampiri kita.
33.         Batas dari kesabaran adalah KETEGASAN.
34.         JADIKAN HIDUP SELALU BERNILAI IBADAH. Pada setiap kejadian yang menimpa serta terjadi dalam setiap kehidupan kita, terkadang kita sulit bahkan gagal dalam membedakan “maksud Tuhan”; antara pujian dan teguran, antara cobaan dan peringatan, antara hadiah dan hukuman, namun yang pasti, semua itu adalah “ajakan sekaligus panggilan Tuhan” untuk kita semua agar senantiasa memperbaiki kualitas hidup kita yang senantiasa berorientasi kepada pemikiran-pemikiran, perasaan-perasaan, dan tindakan-tindakan penuh kebaikan serta kemanfaatan yang semakin dekat dengan kehendak-Nya.
35.         Waktu ini sungguh terlalu singkat untuk memahami setiap ilmu dan hikmah di dalamnya, namun belum terlambat untuk mulai mempelajarinya.
36.         Adanya kesalahan-kesalahan diri yang sudah terjadi dan tidak bisa dihindari sering menjadi motivasi untuk melakukan kebaikan-kebaikan diri di lain sisi.
37.         Kesombongan seseorang sama sekali tidak dapat mempengaruhi kehidupan seseorang yang terbiasa rendah hati. Justru di hadapan mereka, kesombongan ini adalah indikasi rendah dan lemahnya diri dengan semua yang ada pada dirinya.
38.         Untuk sekedar ingin tahu saja, maka belajar dan latihannya cukup satu kali. Tapi jika berambisi paham hingga menjadi profesional dan ahli, maka belajar dan latihannya perlu berkali-kali.
39.         Setiap orang yang dapat bertindak berdasarkan priotas serta kualitas bukan hanya karena rutinitas maupun formalitas semata adalah CERDAS.
40.         Semakin tinggi VISI semakin kuat MOTIVASI.
41.         Rasa senang yang masuk di akal itu namanya SUKA dan rasa senang yang masuk ke hati itu namanya CINTA.
42.         Berhati-hatilah dalam membenci dan mencintai seseorang, benci bisa berubah cinta, cinta pun bisa berubah benci, karena untuk keduanya kita menggunakan SATU HATI YANG SAMA.
43.         Ide itu hadiah Tuhan melalui otak kita, feeling itu hadiah Tuhan melalui hati kita, gerak reflek itu hadiah Tuhan melalui indera kita.
44.         Kebanggaan atas segala kelebihan tanpa melibatkan nama Tuhan adalah kesombongan
45.         Kemuliaan kaum Adam ada pada pikiran dan tanggung jawabnya, sedang kemuliaan kaum Hawa ada pada perasaan dan kelembutan kasih sayangnya.
46.         Untuk yakin perlu alasan, alasan akan selalu sebanding dengan keyakinan.
47.         Ciptakan alasan-alasan di setiap area iman dan logismu, hingga TIADA LAGI ALASAN UNTUK GAGAL, gagal menjadi manusia seutuhnya, gagal menjalani hidup yang berkualitas baik.
48.         Konsentrasi serta fokus dalam setiap tindakan itu menghemat waktu.
49.         Seringkali kesedihan-kesedihan itu menjadi sinyal akan adanya kesalahan-kesalahan.
50.         Di dalam jiwa yang sehat terdapat iman yang kuat.
BAGIAN KEDUA
1. Idealisme bukanlah kelainan, idealisme adalah bibit perubahan. Seandainya raga seorang idealis telah tiada, namun jiwa idealisme akan selalu membara di setiap generasi yang inginkan segalanya berjalan sebagaimana mestinya.
2.             Hati-hatilah dengan cinta-cintamu, jangan sampai ia memupuskan citamu, dan hati-hatilah dengan cita-citamu jangan sampai ia mematahkan cintamu. Cita dan cinta adalah dua permata istimewa dalam hidup kita. Be yourself with hope and love…
3.             Teruslah mengaji untuk menenangkan daerah pikiran, hati, dan sekitarnya.
4.             Hal yang paling sia-sia yang dilakukan seorang manusia adalah “mengakali” HUKUM TUHAN dengan segala daya upayanya.
5.             Terimalah seluruh pekerjaan-pekerjaan di luar tugas pokok dan fungsi kita, karena yang membesarkan kebaikan pribadi kita kelak bukanlah seberapa tinggi jabatan dan seberapa besar tugas kita, namun APA YANG MAMPU KITA LAKUKAN.
6.             Rasa menimbulkan sensasi, sensasi menggugah imajinasi, imajinasi menghadirkan mimpi. Mimpi akan kutindaklanjuti setelah kuterbangun nanti.
7.             GAUL : Gampang Adaptasi Urusan Lingkungan.
8.             Teruskan kesombongan-kesombonganmu itu, sebentar lagi pasti kamu akan MALU.
9.             Teruslah percaya dan yakin akan segala sesuatu yang sudah dijamin-NYA, insya Allaah engkau pasti menerimanya
10.         Penyesalan dan kekecewaan mengingatkan kita akan pentingnya berfikir dengan bijak sebelum bertindak.
11.         Raga yang sakit itu untuk menyehatkan jiwa.
12.         Aku akan senantiasa berusaha untuk memastikan bahwa setiap perasaan, pikiran, dan tindakan ini selalu bertemu dalam satu muara tujuan, tujuan yang memiliki acuan, acuan atas nama kebenaran dan kebaikan untuk kehidupan di masa depan. Hingga kelak di hari pembalasan, kepada Tuhan akan dapat kupertanggungjawabkan segala titipan.
13.         Ilmu pengetahuan akan didapat bagi siapapun mereka yang selalu mau membayar impas rasa ingin tahunya. Namun ilmu hikmah hanya akan singgah pada setiap jiwa di antara mereka yang pengalah namun tidak kalah, telah lelah namun tidak menyerah, lalu menerima segalanya itu dengan penuh ramah lagi bijaksana.
14.         Setiap sesama layak menjadi sahabat, namun tidak dengan egonya.
15.         Orang yang merasa belum sukses cenderung membenarkan sekaligus menerima apapun hal yang disampaikan orang yang sudah sukses. Namun sayang, sebagian besar hal-hal itu hanya cocok diterapkan pada ruang, waktu, kondisi, dan keadaan yang sama dengan SI PENYAMPAINYA.
16.         Kebahagiaan manusia ada pada setiap hati yang masih peka terhadap kesusahan hati manusia lainnya.
17.         Berfikir filosofis kadang dapat menunjukkan jalan alternatif dari segala kebuntuan berpikir, namun ada kalanya berfikir filosofis dapat menjebak kita pada sebuah perjalanan ilusi yang panjang lagi tak terbatas.
18.         Jadikan kesalahan orang lain sebagai pelajaran serta jadikan kebaikan orang lain sebagai teladan, lalu berterimakasihlah padanya karena telah mengorbankan waktunya untuk memajukan kita.
19.         Manusia revolusioner pengubah peradaban manusia dizamannya tidak terlalu butuh pada dukungan apalagi pujian, ia hanya butuh DIBIARKAN.
20.         ADAKALANYA ORANG PINTAR KALAH DENGAN ORANG BODOH YANG BERUNTUNG, TAPI ORANG PINTAR SERING BERUNTUNG DARIPADA ORANG YANG BODOH. Oleh karena itu sobat… Ayo kita semakin serius belajar, amalkan, dan saling share setiap ilmu kebaikan itu pada orang lain, setiap kita memiliki potensi yang sama walaupun bentuknya berbeda. Dengan serius belajar, pasti semua bisa pintar. Lifelong learning all…
21.         UNTUKMU PARA PERANTAU…. Jadi apapun engkau kini, jangan pernah lupa akan keluarga dan sanak saudaramu yang dulu dengan berat hati nan duka dalam melepas kepergianmu teriring dengan do’a-do’a tulus dan pesan-pesan serapah mereka….. Tinggal dimanapun engkau kini, jangan pernah lupa tanah kelahiranmu yang kini masih ranum menghijau, ia masih mengharap sentuhan tanganmu….. Bergaul dengan siapapun engkau kini, jangan pernah lupa sahabat-sahabat karibmu, dalam cerita malamnya selalu ada sepenggal namamu, merekapun akan selalu rindu dengan suara tawa dan suara nyanyian-nyanyian malammu….. Berjodoh dengan siapapun engkau saat ini, jangan lupakan seorang gadis desa yang lugu lagi polos yang dulu pernah singgah di hatimu, ia selalu ingat semua tentangmu, ia akan selalu mengenangmu dengan sejuta kisah yang telah usang, walau ia tahu semuanya tak kan pernah terulang.
22.         SESEORANG HANYA DAPAT BERCERMIN DENGAN JELAS KETIKA KACA CERMIN BERSIH DAN ADANYA CAHAYA. Semoga Allaah SWT selalu memberikan hidayah dan inayah-Nya kepada kita seiring dengan berkurangnya “jatah umur” kita maka semakin bersih pula hati kita. Begitu juga seiring dengan berbagai kelam dan suramnya problematika hidup kita, “cahaya kebaikan dan kebenaran” dari-Nya senantiasa menyinari kita, sehingga kita dapat sukes dalam mengambil hikmah dari setiap kejadian, mempunyai kepekaan tinggi untuk memahami setiap “pesan Allaah” dengan jalan introspeksi diri.
23.         Ada ambisi harus ada kompetensi, tanpa kompetensi semua visi adalah ilusi.
24.         KEJUJURAN itu jalan utama menuju KEMUJURAN. (DJSN)
25.         Rencana besarku membuatku selalu bermimpi kala kutersadar, mimpi sadarku memaksa fikiranku untuk selalu menyasar setiap sudut tapal batas kekerdilanku, tak cukup sampai di situ ia terus menyelinap ke pusat rasaku, ia terus berusaha mengusir segala ragu hingga cemburu.
26.         Kesabaran itu bukanlah pasif namun agresif.
27.         Mekanisme seleksi alam dan hukum sebab-akibat alamiah senantiasa berlaku pada setiap elemen-elemen alam, termasuk bagi seluruh manusia, tak ada yang luput dari sistem kerja beserta aturan-aturannya. Seleksi alam akan selalu melahirkan pemimpin-pemimpin besar lagi bijak di zamannya serta hukum sebab-akibat pun akan selalu eksis dalam setiap nafas kehidupan semesta ini karena kuasa-NYA yang nyata.
28.         Cinta sejati tidak butuh ditolak ataupun diterima karena ia bukanlah sebuah pemberian manusia, cinta sejati adalah sebuah anugerah terindah dari Tuhan yang telah menyatukan dua hati mereka sebelum lidah melafalkannya.
29.         Cinta kasih menjadi tersisih ketika cemburu jadi hantu.
30.         Kegagalan-kegagalan itu laksana rangkaian batu-batu pijakan yang menjadi satu-satunya jalan menuju salah satu “kebun buah kepuasan dan kebahagiaan” yang dapat dipetik dari “pohon-pohon pengalaman”.(
31.         Setiap hubungan manusia dengan manusia lainnya akan selalu terjaga seiring dengan saling rekatnya kesatuan jiwa dan hati mereka, tanpa keduanya, hubungan itu hanyalah sebuah kepentingan sesaat.
32.         ”Orang besar” tidak mesti menjadi PIMPINAN dalam sebuah organisasi ataupun kelompok, tapi setiap “orang besar” pasti memiliki jiwa PEMIMPIN dalam dirinya.
33.         Kepercayaan akan terus datang apabila kapabilitas semakin ditingkatkan, bahkan kredibilitas yang sudah dihancurkan orang lain pun justru akan memperkokoh tegaknya identitas pribadi yang langka.
34.         Saat ini aku tak tahu pasti “dimana batas antara timur dan barat?”. Namun dengan segala keterbatasan ini, semakin meyakinkanku bahwa aku adalah manusia biasa.
35.         Tidak usah pusing-pusing mengitervensi kinerja pikiran kita ini, izinkan ia untuk menentukan caranya sendiri lalu biarkan ia bekerja untuk kita.
36.         Jika KETERPURUKAN seorang manusia disebabkan oleh KETINGGIAN HATI dan KERENDAHAN AKALnya, maka SUKSES hakiki seorang manusia dibentuk dari KERENDAHAN HATI dan KETINGGIAN AKALnya.
37.         STATUS = Setiap Tulisan Aku Tertuju Untukmu Saudara-saudariku. CINTA : Ceritanya Indah Narasinya Tiada Akhir.
38.         Kesempurnaan menjadi manusia seutuhnya tercapai ketika terjadi keseimbangan antara indera, pikiran, dan hati.
39.         Pola pikir sempitku terjadi ketika aku terlalu fokus pada hal-hal dari jarak yang terlalu dekat.
40.         AKTIF itu biasa, PROAKTIF itu yang luar biasa.
41.         Ketika tiada seorangpun yang peduli apalagi empati pada diri kala terdampar sendiri, saat pikiran gundah dan susah, saat hati risau lagi resah, tersudut dalam keadaan yang sulit lagi rumit. ~~> Sadarlah sobat…, inilah cara Tuhan membesarkan jiwa kita, mendewasakan pikiran kita, serta membersihkan hati kita. ==> “Jika tiada satu orangpun yang peduli dengan diri ini, cukuplah yang SATU yakni Allaah Yang Maha Kasih sebagai penolongku, toh Dialah Maha Penolong bagi semua orang, tak terkecuali Sang Penolong bagi orang-orang yang tak mempedulikanku.
42.         Ketika saat ini tidak berkesempatan mendapat ikan, tetap perbaikilah kail dan kumpulkanlah umpan. Jika setiap usaha ataupun pekerjaan kita saat ini belum membuahkan hasil, tetaplah belajar terus menjadi lebih baik untuk selalu meningkatkan kompetensi, skill, keahlian ataupun SDM kita secara umum, karena nanti dialah yang akan mengantarkan kita dalam menggapai harapan, bahkan lebih dari itu.
43.         SESEORANG HANYA DAPAT BERCERMIN DENGAN JELAS KETIKA KACA CERMIN BERSIH DAN ADANYA CAHAYA. Semoga Allaah SWT selalu memberikan hidayah dan inayah-Nya kepada kita seiring dengan berkurangnya “jatah umur” kita maka semakin bersih pula hati kita. Begitu juga seiring dengan berbagai kelam dan suramnya problematika hidup kita, cahaya kebaikan dan kebenaran dari-Nya senantiasa menyinari kita, sehingga kita dapat sukes dalam mengambil hikmah dari setiap kejadian, mempunyai kepekaan tinggi untuk memahami setiap “pesan Allaah” dengan jalan introspeksi diri.
44.         Ada ambisi harus ada kompetensi, tanpa kompetensi semua visi adalah ilusi.
45.         Atas izin Allah SWT… Untuk kalian berdua yang selalu istimewa di hatiku…, engkaulah orang tuaku…. Untuk kalian permohonan maafku atas segala kesabaranmu yang tiada bertepi…, untuk kalian bhakti tundukku atas segala pengorbananmu yang tiada berharap kembali…, untuk kalian hormat santunku atas segala kasih sayangmu …, seribu ucapan terimakasihku atas sejuta do’a-do’a tulusmu…. “NAMAMU TIADA AKAN PERNAH SIRNA OLEH MASA DAN USIA, NAMAMU TELAH MENYATU DALAM JIWA RAGAKU, NAMAMU TELAH MELEBUR DENGAN SETIAP UDARA YANG AKAN AKU HIRUP SEPANJANG HIDUPKU”.
46.         Sering kucoba mataku tuk terpejam, namun wajahmu tak jua kunjung terbenam, kini ku telah sadar bahwa namamu telah tertanam di hatiku yg terdalam.
47.         Manusia pada dasarnya tidak hanya ingin lebih daripada CUKUP, tapi ia juga ingin lebih daripada yang LAINNYA.
48.         Dikarenakan kesempatan setiap kita berpijak di bumi Allaah ini relatif singkat, sehingga tdk mungkin kita akan dapat mempelajari, mengetahui, apalagi memahami segala hal, namun di antara 1000 pertandingan, kita diizinkan kalah utk yg ke-999 kalinya, sedang 1 kalinya kitalah pemenangnya, lalu menjadi inspirator bagi 999 pemenang yg lain.
49.         Karakter perfeksionis sering membuang kesalahan-kesalahan kecilnya ke “TONG SAMPAH”.
50.         Berikan kepercayaan penuhmu hanya pada Tuhan. Kalau tidak, setiap kepercayaan akan rentan dengan kekecewaan

http://ustadchandra.wordpress.com/

Rabu, 15 Januari 2014

Mana Dalil yang Menyatakan Perayaan Maulid Haram?

Bismillahirrohmaanirrohim

Salah satu keanehan dari para pro maulid, mereka Menanyakan mana dalil yang mengharamkan maulid secara khusus. Padahal seharusnya yang ditanyakan adalah mana dalil yang memerintahkan untuk merayakan maulid atau mengekspresikan cinta Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dengan maulid? Karena kaedahnya tentu berbeda antara masalah ibadah dan masalah muamalah atau adat (non-ibadah). Kalau dalam masalah ibadah, hukum asalnya adalah haram sampai ada dalil yang memerintahkan. Untuk masalah muamalat atau adat, berlaku hukum sebaliknya. Hukum asal dalam perkara non-ibadah adalah boleh sampai ada dalil yang melarang.

Ulama Syafi’iyyah memiliki kaedah,

اَلْأَصْلَ فِي اَلْعِبَادَةِ اَلتَّوَقُّف

“Hukum asal ibadah adalah tawaqquf (diam sampai datang dalil)”

Perkataan di atas disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (5: 43). Ibnu Hajar adalah di antara ulama besar Syafi’i yang jadi rujukan. Perkataan Ibnu Hajar tersebut menunjukkan bahwa jika tidak ada dalil, maka suatu amalan tidak boleh dilakukan. Itu artinya asal ibadah adalah haram sampai ada dalil yang memerintahkan. Di tempat lain, Ibnu Hajar rahimahullah juga berkata,

أَنَّ التَّقْرِير فِي الْعِبَادَة إِنَّمَا يُؤْخَذ عَنْ تَوْقِيف

“Penetapan ibadah diambil dari tawqif (adanya dalil)” (Fathul Bari, 2: 80).

Ibnu Daqiq Al ‘Ied, salah seorang ulama besar Syafi’i juga berkata,

لِأَنَّ الْغَالِبَ عَلَى الْعِبَادَاتِ التَّعَبُّدُ ، وَمَأْخَذُهَا التَّوْقِيفُ

“Umumnya ibadah adalah ta’abbud (beribadah pada Allah). Dan patokannya adalah dengan melihat dalil”.

Kaedah ini beliau sebutkan dalam kitab Ihkamul Ahkam Syarh ‘Umdatil Ahkam.

Ibnu Taimiyah lebih memperjelas kaedah antara ibadah dan non-ibadah. Beliau rahimahullah berkata,

إنَّ الْأَصْلَ فِي الْعِبَادَاتِ التَّوْقِيفُ فَلَا يُشْرَعُ مِنْهَا إلَّا مَا شَرَعَهُ اللَّهُ تَعَالَى . وَإِلَّا دَخَلْنَا فِي مَعْنَى قَوْلِهِ : { أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ } . وَالْعَادَاتُ الْأَصْلُ فِيهَا الْعَفْوُ فَلَا يَحْظُرُ مِنْهَا إلَّا مَا حَرَّمَهُ وَإِلَّا دَخَلْنَا فِي مَعْنَى قَوْلِهِ : { قُلْ أَرَأَيْتُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ لَكُمْ مِنْ رِزْقٍ فَجَعَلْتُمْ مِنْهُ حَرَامًا وَحَلَالًا } وَلِهَذَا ذَمَّ اللَّهُ الْمُشْرِكِينَ الَّذِينَ شَرَعُوا مِنْ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ وَحَرَّمُوا مَا لَمْ يُحَرِّمْهُ

“Hukum asal ibadah adalah tawqifiyah (dilaksanakan jika ada dalil). Ibadah tidaklah diperintahkan sampai ada perintah dari Allah. Jika tidak, maka termasuk dalam firman Allah (yang artinya), “Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS. Asy Syura: 21). Sedangkan perkara adat (non-ibadah), hukum asalnya adalah dimaafkan, maka tidaklah ada larangan untuk dilakukan sampai datang dalil larangan. Jika tidak, maka termasuk dalam firman Allah (yang artinya), “Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku tentang rezki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal” (QS. Yunus: 59). Oleh karena itu, Allah mencela orang-orang musyrik yang membuat syari’at yang tidak diizinkan oleh Allah dan mengharamkan yang tidak diharamkan. (Majmu’ Al Fatawa, 29: 17).

Atau mungkin Maulid bukan ibadah? Lantas kenapa capek-capek merayakannya kalau bukan maksud ibadah? Bukankah merayakan maulid untuk menunjukkan cinta Rasul, maka tentu pahala yang ingin diraih?

Sehingga tidak tepat dan terasa aneh jika dalam masalah Maulid, ada yang berujar, “Kan tidak ada dalil yang melarang? Gitu saja kok repot …”. Maka cukup kami sanggah bahwa hadits ‘Aisyah sudah sebagai dalilnya yaitu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim no. 1718).

Murid Imam Nawawi, Ibnu ‘Atthor rahimahullah menjelaskan mengenai hadits ini, “Para ulama menganggap perbuatan bid’ah yang tidak pernah diajarkan dalam Islam yang direkayasa oleh orang yang tidak berilmu, di mana amalan tersebut adalah sesuatu yang tidak ada landasan (alias: tidak berdalil), maka sudah sepantasnya hal ini diingkari. Pelaku bid’ah cukup disanggah dengan hadits yang shahih dan tegas ini karena perbuatan bid’ah itu mencacati ibadah.” (Lihat Syarh Al Arba’in An Nawawiyah atau dikenal pula dengan Mukhtashor An Nawawi, hal. 72)

Jadi, peringatan maulid adalah ibadah. Jika termasuk ibadah haruslah butuh dalil. Jadi kami bertanya sebaliknya, mana dalil yang menyatakan bahwa para sahabat atau generasi pertama umat Islam merayakan hari kelahiran Nabi. Adakah bukti Abu Bakr, Umar, Utsman dan ‘Ali merayakan Maulid Nabi? Padahal Imam Malik pernah berkata,

ولا يصلح آخر هذه الأمة إلا ما أصلح أولها

“Umat saat ini tidak bisa menjadi baik melainkan dengan mengikuti baiknya generasi Islam yang pertama”

Terus siapa yang diikuti dan diambil petunjuknya? Apakah Nabi Muhammad? Apakah para sahabat? Atau kyai? Atau karena tradisi yang diikuti?

Kalau ada yang mengatakan perayaan Maulid Nabi bukanlah ibadah, itu hanyalah omong kosong. Masa’ membaca shalawat, mengekspresikan cinta pada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan ingin meraih pahala? Yang namanya ingin meraih pahala tentu saja termasuk ibadah.

Salah satu tulisan yang mesti dibaca: http://rumaysho.com/jalan-kebenaran/beda-antara-adat-dan-ibadah-3121

Hanya Allah yang memberi taufik.



Disusun di Makkah, 6 Rabi’ul Awwal 1435 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Muslim.Or.Id

Sabtu, 11 Januari 2014

KISAH PENCIPTAAN NUR MUHAMMAD

Bismillahirrohmaanirrohim
 Suatu hari Sayidina Ali, karamallahu wajhahu, misan dan menantu Nabi Suci SAW bertanya,

"Wahai (Nabi) Muhammad, kedua orang tuaku akan menjadi jaminanku, mohon katakan padaku apa yang diciptakan Allah Ta’ala sebelum semua makhluk ciptaan?"

Beliau menjawab : "Sesungguhnya, sebelum Rabbmu menciptakan lainnya, Dia menciptakan dari Nur-Nya nur Nabimu."

Di Hadist yang lain, yang diiiwayatkan dari Abdurrazaq ra yang diterimanya dari Jabir ra, bahwa Jabir pernah bertanya kepada Rasulullah saw, "Ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku, apakah yang mula-mula sekali Allah jadikan?".

Rasulullah saw menjawab : "Sesungguhnya Allah ciptakan sebelum adanya sesuatu adalah nur Nabimu dari Nur-Nya."

Nur Muhammad itu sudah ada sebelum adanya segala sesuatu di alam ini. Nur Muhammad dianugerahi tujuh lautan : Laut Ilmu, Laut Latif, Laut Pikir, Laut Sabar, Laut Akal, Laut Rahman, dan Laut Cahaya.


Dia kemudian membagi Nur ini menjadi empat bagian Dari bagian pertama Dia menciptakan Pena. dari bagian kedua lawhal-mahfudz, dari bagian ketiga ‘Arsy”.

Kini telah diketahui bahwa ketika Allah menciptakan lawhal-mahfudz dan Pena. Pada pena itu terdapat seratus simpul, jarak antara kedua simpul adalah sejauh dua tahun perjalanan. Allah kemudian memerintahkan Pena untuk menulis, dan Pena bertanya, "Ya Allah, apa yang harus saya tulis?"

Allah berfirman, “Tulislah : la ilaha illallah,Muhammadan Rasulullah”.

Atas itu Pena berseru, "Oh, betapa sebuah nama yang indah, agung Muhammad itu bahwa dia disebut bersama Asma Mu yang Suci, ya Allah".

Allah kemudian berfirman, "Wahai Pena, jagalah kelakuanmu ! Nama ini adalah nama Kekasih-Ku, dari Nurnya Aku menciptakan ‘Arsy dan Pena dan lawhal-mahfudz; kamu, juga diciptakan dari Nurnya. Jika bukan karena dia, Aku tidak akan menciptakan apapun”.

Ketika Allah SWT telah mengatakan kalimat tersebut, Pena itu terbelah dua karena takutnya kepada Allah, dan tempat dari mana kata-katanya tadi keluar menjadi tertutup/terhalang, sehingga sampai dengan hari ini ujungnya tetap terbelah dua dan tersumbat, sehingga dia tidak menulis, sebagai tanda dari rahasia Ilahiah yang agung.

Kemudian Allah memerintahkan Pena untuk menulis "Apa yang harus saya tulis, Ya Allah?" bertanya Pena. Kemudian Rabb al Alamin berkata, "Tulislah semua yang akan terjadi sampai Hari Pengadilan !”.

Berkata Pena, "Ya Allah, apa yang harus saya mulai?". Berfirman Allah, "Kamu harus memulai dengan kata-kata ini: Bismillah al-Rahman al-Rahim."

Dengan rasa hormat dan takut yang sempurna, kemudian Pena bersiap untuk menulis kata-kata itu pada Kitab (lawh al-mahfudz), dan dia menyelesaikan tulisan itu dalam 700 tahun.

Ketika Pena telah menulis kata-kata itu, Allah SWT berfirman "Telah memakan 700 tahun untuk kamu menulis tiga Nama-Ku; Nama Keagungan-Ku, Kasih Sayang-Ku dan Empati-Ku. Tiga kata-kata yang penuh barakah ini saya buat sebagai sebuah hadiah bagi ummat Kekasih-Ku Muhammad. Dengan Keagungan-Ku, Aku berjanji bahwa bilamana abdi manapun dari ummat ini menyebutkan kata Bismillah dengan niat yang murni, Aku akan menulis 700 tahun pahala yang tak terhitung untuk abdi tadi, dan 700 tahun dosa akan Aku hapuskan.”

“Sekarang (selanjutnya), bagaian ke-empat dari Nur itu Aku bagi lagi menjadi empat bagian: Dari bagian pertama Aku ciptakan Malaikat Penyangga Singgasana (hamalat al-’Arsy); Dari bagian kedua Aku telah ciptakan Kursi, majelis Ilahiah (Langit atas yang menyangga Singgasana Ilahiah, ‘Arsy); Dari bagian ketiga Aku ciptakan seluruh malaikat (makhluk) langit lainnya.”

“kemudian bagian keempat Aku bagi lagi menjadi empat bagian: dari bagian pertama Aku membuat semua langit, dari bagian Kedua Aku membuat bumi-bumi, dari bagian ketiga Aku membuat jinn dan api.”

“Bagian keempat Aku bagi lagi menjadi empat bagian : dari bagian pertama Aku membuat cahaya yang menyoroti muka kaum beriman; dari bagian kedua Aku membuat cahaya di dalam jantung mereka, merendamnya dengan ilmu ilahiah; dari bagian ketiga cahaya bagi lidah mereka yang adalah cahaya Tawhid (Hu Allahu Ahad), dan dari bagian keempat Aku membuat berbagai cahaya dari ruh Muhammad SAW”.

Ruh yang cantik ini diciptakan 360.000 tahun sebelum penciptaan dunia ini, dan itu dibentuk sangat (paling) cantik dan dibuat dari bahan yang tak terbandingkan Kepalanya dibuat dari petunjuk, lehernya dibuat dari kerendahan hati. Matanya dari kesederhanaan dan kejujuran, dahinya dari kedekatan (kepada Allah). Mulutnya dari kesabaran, lidahnya dari kesungguhan, pipinya dari cinta dan kehati-hatian, perutnya dari tirakat terhadap makanan dan hal-hal keduniaan, kaki dan lututnya dari mengikuti jalan lurus dan jantungnya yang mulia dipenuhi dengan rahman.

Ruh yang penuh kemuliaan ini diajari dengan rahmat dan dilengkapi dengan adab semua kekuatan yang indah. Kepadanya diberikan risalahnya dan kualitas kenabiannya dipasang. Kemudian Mahkota Kedekatan Ilahiah dipasangkan pada kepalanya yang penuh barokah, masyhur dan tinggi di atas semua lainnya, didekorasi dengan Ridha Ilahiah dan diberi nama Habibullah (Kekasih Allah) yang murni dan suci.

Kemudian Allah SWT menciptakan sebuah pohon yang dinamakan Syajaratul Yaqin. Tangkainya berjumlah empat. Kemudian diletakanlah Nur Muhammad pada pohon tersebut. Namun, kehadiran Nur Muhammad, itu membuat pohon bergetar hebat hingga berubah menjadi permata putih. Sedangkan Nur Muhammad memuji bertasbih ke hadirat Allah Ta’ala 70.000 tahun lamanya. Pada permata tersebut, Nur Muhammad mencoba bercermin. Wajahnya begitu indah dilihat. Bentuknya seperti burung merak, dan pakaiannya demikian indah. Dihiasi dengan berbagai perhiasan. Kemudian ia bersujud lima kali.

Allah SWT melihatnya, membuat Nur tersebut merasa malu dan takut. Lalu keluar keringat dari kepalanya. Dari keringat tersebut Allah SWT menciptakan nyawa malaikat. Dari keringat wajahnya, diciptakanlah nyawa ‘Arsy, matahari, bulan, bintang, dan apa-apa yang ada di langit. Keringat dadanya menjadi bahan untuk menciptakan nyawa para rasul, nabi, wali, ulama, dan orang orang shaleh. Adapun keringat yang muncul dari keningnya, diciptakanlah nyawa orang-orang mukmin dari umat Nabi Muhammad saw. Dari keringat kedua telinganya, diciptakan oleh Allah SWT nyawa orang-orang Yahudi, Nasrani, dan orang-orang kafir, dan sesat. Sedangkan keringat kakinya di antaranya menjadi isi bumi.

Pada waktu selanjutnya Allah SWT menciptakan lentera akik yang merah yang cahayanya menembus ke dalam dan keluar. Lalu Nur Muhammad dimasukkan ke dalam lentera tersebut. Berada di dalamnya dalam posisi berdiri. Sementara nyawa-nyawa yang sudah tercipta berada di luar. Seluruhnya membaca "Subhanallaahi wal hamdulillaahi wa laa ilaaha illallaahu wallahu akbar". 1.000 tahun lamanya nyawa-nyawa itu diperintahkan Allah SWT untuk melihat ke diri Nur Muhammad.

Nyawa yang berhasil melihat kepala Nur Muhammad, maka ia akan ditakdirkan menjadi pemimpin/penguasa. Siapa yang melihat ubun-ubunnya, itulah mereka yang akan menjadi guru/pendidik yang jujur. Siapa yang melihat matanya, ia akan menjadi hafidz (penghapal Al Quran).

Mereka yang memandang telinganya akan menjadi mereka yang menerima peringatan dan nasehat. Adapun yang bisa melihat hidungngya, mereka itu akan menjadi ahli bicara atau dokter. Sedangkan mereka nyawa-nyawa yang berhasil melihat bibir Nur Muhammad, ia akan ditakdirkan menjadi seorang menteri. Nyawa yang melihat bagian giginya maka wajahnya kelak akan cantik rupawan, ia yang bisa melihat lidahnya, akan jadilah utusan/duta raja-raja. Apabila yang dilihat lehernya, ditakdirkanlah menjadi orang berdagang dan usahawan. Apabila tengkuk yang bisa dilihatnya, akan jadilah seorang tentara. Mereka yang berhasil melihat kedua lengan tangannya, maka akan jadi perwira. Jika sikut kanannya yang dilihat, Allah SWT akan menjadikan dirinya berkehidupan dalam dunia tekstil, sedangkan kalau sikut Kirinya, ia akan menjadi orang yang pernah membunuh. Serta, jika dadanya yang berhasil dilihat, maka ia akan menjadi ulama yang disegani. Bila bagian belakang, ia akan ditakdirkan menjadi para ahli sosial kemasyarakatan. Dan jika hanya bayangannya yang berhasil dilihat, maka ia akan menjadi orang yang berkecimpung dalam bidang seni.

Barang siapa melihat tenggorokannya yang penuh barokah akan menjadi khatib dan mu’adzin (yang mengumandangkan adzan). Barang siapa memandang janggutnya akan menjadi pejuang di jalan Allah. Barang siapa memandang lengan atasnya akan menjadi seorang pemanah atau pengemudi kapal laut. Siapa yang melihat tangan kananya akan menjadi seorang pemimpin, dan siapa yang melihat tangan kirinya akan menjadi seorang pembagi (yang menguasai timbangan dan mengukur suatu kebutuhan hidup).

Siapa yang melihat telapak tangannya menjadi seorang yang gemar memberi; siapa yang melihat belakang tangannya akan menjadi kolektor. Siapa yang melihat bagian dalam dari tangan kanannya menjadi seorang pelukis; siapa yang melihat ujung jari tangan kanannya akan menjadi seorang calligrapher, dan siapa yang melihat ujung jari tangan kirinya akan menjadi seorang pandai besi. Siapa yang melihat dadanya yang penuh barokah akan menjadi seorang terpelajar meninggalkan keduniaan (ascetic) dan berilmu.

Siapa yang melihat punggungnya akan menjadi seorang yang rendah hati dan patuh pada hukum syari’at. Siapa yang melihat sisi badannya yang penuh barokah akan menjadi seorang pejuang. Siapa yang melihat perutnya akan menjadi orang yang puas, dan siapa yang melihat lutut kanannya akan menjadi mereka yang melaksanakan ruku dan sujud. Siapa yang melihat kakinya yang penuh barokah akan menjadi seorang pemburu, dan siapa yang melihat telapak kakinya menjadi mereka yang suka bepergian. Siapa yang melihat bayangannya akan mejadi penyanyi dan pemain saz (lute).

Semua yang memandang tetapi tidak melihat apa-apa akan menjadi kaum takberiman, pemuja api dan pemuja patung. Mereka yang tidak memandang sama sekali akan menjadi mereka yang akan menyatakan bahwa dirinya adalah tuhan, seperti Namrudz, Firaun, dan sejenisnya.

Kini semua ruh itu diatur dalam empat baris. Di baris pertama berdiri ruh para nabi dan rasul, a.s, di baris kedua ditempatkan ruh para orang suci, para sahabat, di baris ketiga berdiri ruh kaum beriman, laki – laki dan perempuan. Di baris ke empat berdiri ruh kaum tak beriman.

Semua ruh ini tetap berada dalam dunia ruh di hadhirat Allah SWT sampai waktu mereka tiba untuk dikirim ke dunia fisik. Tidak seorang pun tahu kecuali Allah SWT yang tahu berapa selang waktu dari waktu diciptakannya ruh penuh barokah Nabi Muhammad sampai diturunkannya dia dari dunia ruh ke bentuk fisiknya itu.

Diceritakan bahwa Nabi Suci Muhammad SAW bertanya kepada malaikat Jibril , "Berapa lama sejak engkau diciptakan?" Malaikat itu menjawab, "Ya Rasulullah, saya tidak tahu jumlah tahunnya, yang saya tahu bahwa setiap 70.000 tahun seberkas cahaya gilang gemilang menyorot keluar dari belakang kubah Singgasana Ilahiah: sejak waktu saya diciptakan cahaya ini muncul 12.000 kali."

"Apakah engkau tahu apakah cahaya itu?" bertanya Nabi Muhammad SAW

"Tidak, saya tidak tahu," berkata malaikat itu.

"Itu adalah Nur ruhku dalam dunia ruh, jawab Nabi Suci SAW”.

Pertimbangkan kemudian, berapa besar jumlah itu, jika 70.000 dikalikan 12.000 !

catatan :

Beberapa kalangan dalam ummat Islam mempersoalkan konsep Nur Muhammad (Cahaya Muhammad atau Ruh Muhammad) sebagai suatu konsep yang tidak memiliki dasar dalam ‘aqidah Islam. Padahal, berdasarkan data-data yang kuat, konsep Nur Muhammad adalah suatu konsep ‘aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah yang diterima dan diakui oleh ijma’ (konsensus) ulama ilmu kalam dan ulama’ tasawwuf dalam kurun waktu yang panjang, sebagai suatu konsep yang memiliki sumber dalilnya dari Qur’an dan Hadits Nabi sallallahu ‘alayhi wasallam. Konsep ‘aqidah Nur Muhammad salallahu ‘alayhi wasallam menyatakan antara lain bahwa cahaya atau ruh dari Nabi Besar Muhammad sallallahu ‘alayhi wasallam adalah makhluk pertama yang diciptakan sang Khaliq, Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang kemudian darinya, Dia Subhanahu wa Ta’ala menciptakan makhluk-makhluk lainnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala  menyebut Rasulullah sallallahu ‘alayhi wasallam sebagai Nuur (cahaya), atau sebagai "Siraajan Muniiran" (makna literal: Lampu yang Bercahaya). 

Senin, 30 Desember 2013

AQIDAH SEKTE H.T.I

Bismillahirrohmaanirrohim
HIZB DAN AQIDAH NABI YANG DIRAGUKANNYA
Bismillah,
Sesungguhnya sebagian aqidah ummat Islam diambil dari hadits ahad yang shohih, aqidah tersebut antara lain :
- Keyakinan adanya pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir didalam kubur.
- Keyakinan bahwa para pelaku dosa besar yang bertauhid tidak kekal di dalam neraka.
- Keyakinan akan turunnya Isa di akhir zaman.
- Keyakinan akan fitnah Dajjal di akhir zaman.
- Keyakinan atas syafa’at Nabi yang terbesar di padang Mahsyar.
- Keyakinan atas syafa’at Nabi untuk para pelaku dosa besar dari ummatnya.
- Keyakinan terhadap 10 orang shahabat yang dijamin masuk surga.
- Keyakinan akan masuknya tujuh puluh ribu dari Ummat Islam ke Surga tanpa Hisab.
- Dan lain-lain.
Selain itu pada mushaf al Qur’an (mushaf utsmani) sebetulnya ada juga ayat yang AHAD periwayatannya yaitu QS at Taubah ayat terakhir. Sebagaimana Imam Bukhari menulis dalam shahihnya sebuah riwayat yang panjang dari Zaid bin Tsabit yang diminta abu bakar mengumpulkan al qur’an dst Zaid bin Tsabit berkata : “…. HINGGA AKU DAPATI AKHIR SURAT AT TAUBAH PADA ABU KHUZAIMAH AL ANSHARI DAN AKU TIDAK MENDAPATKAN ITU DARI SHAHABAT YANG LAIN, YAITU AYAT LAQAD JA’AKUM RASULUN …dst”. (lihat al itqann fil ulumil qur’an bab tertib alqur’an dan penghimpunannya)
Sebagian besar aqidah yang disebutkan diatas (seperti Keyakinan adanya pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir didalam kubur dan seterusnya), terdapat dalam hadits ahad yang shohih dan semua aqidah yang terdapat dalam hadits ahad yang shohih adalah mutawatir ma’nawiy. Memang aqidah diatas tidak tersurat dalam rukun iman yang enam, namun kesemuanya masuk kedalam butir rukun iman terhadap Rasulullah shallallahu alaihi wa ala alihi wa salam, karena semua keyakinan diatas adalah diajarkan dan diyakini oleh Rasulullah.
Misalnya keyakinan kita adanya alam barzakh, ini juga tidak tersurat pada rukun iman yang enam, begitu pula keyakinan adanya surga dan neraka juga tidak tersurat dalam rukun iman yang enam, namun termasuk dalam butir rukun iman terhadap hari akhir.
Maka barangsiapa menolak mengimani aqidah- aqidah diatas jelas telah merusak pondasi keimanan yang terdapat dalam rukun iman.
Selama ini banyak sekali kalangan yang menolak mengimani aqidah- aqidah diatas dengan berbagai alasan yang canggih.
Berawal dari sosok Ibrahim bin Ismail bin Ulayyah (193 H) manusia di zaman tabi’in yang pertama kali mengajarkan pada pengikutnya untuk menolak seluruh hadits ahad sebagai sumber hukum Islam, sehingga ia menuai kecaman keras dari Imam Asy Syafi’ie, bahkan Imam Asy Syafi’ie sampai berkata tentang Ibrahim bin Ulayyah : “Dia orang yang sesat. Duduk dipintu As-Suwal untuk menyesatkan manusia”. (Lihat Lisaanul Mizan Ibnu Hajar I/34 (64) dan Lihat juga Mausu’ah Ahlis Sunnah I/513).
Saat ini beberapa kelompok cendekiawan muslim juga menyatakan penolakannya terhadap hadits ahad meskipun sedikit berbeda dengan Ibnu Ulayyah yang menolak total kandungan hadits ahad, mereka para cendekiawan muslim saat ini hanya menolak sebatas pada kandungan aqidahnya saja.
Hizbut Tahrir sebagai kelompok yang memiliki cita- cita mulia menegakkan syari’at Islam amat disayangkan ternyata menyimpan dan menyebarluaskan penyimpangan aqidah yaitu meragukan keyakinan yang terdapat dalam hadits ahad meskipun hadits tersebut shohih.
Bahkan pendiri Hizbut Tahrir (Taqiyyuddin An Nabhani) mengharamkan mengambil aqidah kecuali pada riwayat yang mutawatir saja. Hal ini karena Taqiyyuddin menganggap hadits ahad meskipun shohih, hanya membuahkan Dhon dan SEMUA Dhon tidak bisa diimani (HARAM DIIMANI).
Taqiyyuddin mengharamkan meyakini aqidah selain dari riwayat yang mutawatir saja meskipun riwayat tersebut shohih. Taqiyyuddin juga berpendapat bahwa SEMUA Dhon tidak bisa dijadikan aqidah.
Taqiyyuddin berkata : “….Apa saja yang tidak terbukti oleh kedua jalan tadi, yaitu akal serta nash al qur’an dan hadits mutawatir, HARAM baginya untuk mengimaninya (menjadikan sebagai aqidah)…”
(Lihat Peraturan Hidup dalam Islam, Penulis: Taqiyyuddin an Nabhani, Judul asli: Nidzomul Islam, Penerjemah: Abu Amin dkk, Penerbit: Pustaka Thariqul ‘Izzah Indonesia, Cetakan II (revisi), April 1993, halaman 12, paragraf ke-4 , baris ke-7 dari atas, dan lihat juga As-Syakhshiyah al-Islamiyah, Taqiyyudin An-Nabhani, Beirut : Al-Quds, 1953, cet. ke-2, Jilid 1 h.129).
Berikut ini sedikit ulasan tentang sejauh mana penyimpangan aqidah tersebut melekat pada Hizbut Tahrir. Semoga yang sedikit ini bisa memberi pencerahan baik bagi para syabab Hizbut Tahrir maupun untuk kaum muslimin yang saya cintai dimanapun berada :
PERTAMA :
Hibut Tahrir mengharamkan mengimani hadits ahad meskipun shohih dan mengharamkan semua jenis dhon aqidah padahal ayat ayat al Qur’an yang dijadikan dalil oleh Hizbut Tahrir, yaitu : Qs. an-Nisa’ : 157; Qs. al-An’am : 116, 148; Qs. Yunus : 36, 66; dan Qs. an-Najm : 23, 28,
Ayat-ayat ini tidak bisa dijadikan hujjah haramnya semua DHON karena yang diharamkan dalam ayat ayat ini hanyalah DHON lemah kaum kafir, seperti :
Persangkaan bahwa Isa alaihis salam mati dibunuh (an Nisa’ 157), persangkaan bahwa Allah memiliki anak (al An’am 116, 148), persangkaan bahwa Allah tidak melarang kesyirikan (al An’am 148), persangkaan bahwa ada sekutu Rabb selain Allah (Yunus 36, 66 dan an Najm 23,28).
Adapun kaidah Ushul “Al Ibratu bi Umuumil lafdhi la bi khushuushis Sabab” menyebabkan ayat- ayat diatas yang asbabun nuzulnya diperuntukkan hanya untuk kaum kafir saja menjadi diperuntukkan juga bagi kaum muslimin yang mengikuti DHON lemah kaum kafir diatas.
Jadi kaidah tersebut tidak lantas mengubah makna ayat menjadi semua jenis DHON adalah haram diimani, sebagaimana kesimpulan penafsiran Hizbut Tahrir selama ini.
Dalam hal ini Hizbut Tahrir telah menafsirkan ayat secara aneh dengan memelintirkan kaidah “Al Ibratu bi Umuumil lafdhi la bi khushuushis Sabab” secara keliru sehingga sangat berbahaya bagi ummat Islam yang awwam dalam memahami kaidah ini.
Untuk jelasnya dalam memahami kaidah mulia ini mari kita lihat QS al Baqarah : 170,
Allah berfirman yang artinya :
“Dan apabila dikatakan kepada mereka (orang-orang kafir) : “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi Kami hanya mengikuti apa yang telah Kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”. (QS al Baqarah : 170).
Ayat ini berdasarkan kaidah “Al Ibratu bi Umuumil lafdhi la bi khushuushis Sabab” berarti peruntukan ayat ini tidak hanya ditujukan pada orang kafir sebagaimana asbabun nuzulnya, akan tetapi juga ditujukan pada kaum muslimin yang mengikuti perbuatan maksiat nenek moyangnya.
Namun tidak lantas ditafsirkan bahwa semua perbuatan nenek moyang adalah haram diikuti, karena yang dimaksud perbuatan nenek moyang dalam ayat ini adalah yang maksiat saja khususnya kesyirikannya. Adapun perbuatan nenek moyang yang sholih (misalnya perbuatan Ibrahim yang berkorban hewan ternak, menunaikan haji, serta mengkhitan anaknya), maka justru wajib diikuti.
Demikian pula tafsir ayat al Qur’an yaitu : Qs. an-Nisa’ : 157; Qs. al-An’am : 116, 148; Qs. Yunus : 36, 66; dan Qs. an-Najm : 23, 28, yang oleh Hizbut Tahrir disimpulkan kandungan ayat-ayat ini adalah “semua jenis DHON haram diimani”, ini adalah kesalahan fatal mengingat maksud DHON dalam ayat-ayat ini adalah terbatas pada DHON lemah kaum kufur saja, seperti misalnya; DHON bahwa Isa alaihis salam mati dibunuh (an Nisa’ 157), DHON bahwa Allah memiliki anak (al An’am 116, 148), DHON bahwa Allah tidak melarang kesyirikan (al An’am 148), DHON bahwa ada sekutu Rabb selain Allah (Yunus 36, 66 dan an Najm 23,28).
DHON lemah seperti inilah yang dilarang untuk diimani, dan bukan berarti semua jenis DHON adalah dilarang untuk diimani.
Bahkan al Qur’an secara jelas menyatakan bahwa DHON kuat yang berasal dari aqidah tauhid ummat Islam WAJIB diimani, berdasarkan ayat ayat al Qur’an berikut :
QS al Baqarah 45-46, QS. at Taubah : 118, QS. al Haaqqah : 21-20 , dan QS. al Baqarah : 249.
Untuk jelasnya simak arti ayat-ayat al Qur’an berikut :
“ Sesungguhnya aku memiliki DHON, bahwa Sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku. Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridhai”. (QS. al Haaqqah : 20-21)
“……. orang-orang yang memiliki DHON bahwa mereka akan menemui Allah, berkata: “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. al Baqarah : 249).
Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, Padahal bumi itu Luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, dan mereka memiliki DHON bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. at Taubah : 118)
“……orang yang khusyu’ adalah orang-orang yang memiliki DHON bahwa mereka akan bertemu dengan Rabb mereka …..”. (QS al Baqarah 45-46)
Semua ayat diatas menunjukkan bahwa orang orang yang beriman memiliki DHON kuat yang rajih yang sesuai dengan ajaran Islam.
Adalah hal yang mengada-ada jika kemudian para syabab Hizbut Tahrir mengatakan bahwa ayat- ayat diatas tidak bisa dijadikan landasan hukum, padahal semua kalimat diatas dari sisi Allah datangnya. Dan secara jelas Allah mencantumkan kalimat “DHON” pada ayat-ayat tersebut. Bahkan para ulama ahli tafsir memaknai kalimat “DHON” dalam ayat- ayat diatas sebagai dhon yang kuat atau bahkan keyakinan.
Bahkan didalam Kamus Arab Indonesia karya Prof. H Mahmud Yunus pada halaman 249 disebutkan :
DHONNUN – DHUNUUNUN (j) berarti : Sangkaan, Dugaan, YAKIN, Syak.
Kamus ini dicetak dan diterbitkan oleh Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir al Qur’an yang diketuai oleh Prof. H Bustami Abd. Gani pada tahun 1973 di Jakarta.
Jadi DHON dapat bermakna yakin dan tidak selalu bermakna syak.
Penyimpangan tafsir yang terjadi pada Hizbut Tahrir seperti diatas kemungkinan muncul karena adanya pendapat Taqiyyuddin An Nabhani (pendiri Hizbut Tahrir), yang tentu saja akan didukung pengikutnya mengingat pendapat tersebut tercantum dalam kitab mutabanat Hizbut Tahrir, yaitu kitab-kitab yang isinya merupakan harga mati bagi pengikut Hizbut Tahrir.
Berkata Taqiyyuddin (pendiri Hizbut Tahrir) :
“Jadi aqidah seorang muslim itu harus bersandar kepada akal atau pada sesuatu yang telah terbukti kebenaran dasarnya oleh akal. Seorang muslim wajib meyakini (menjadikan sebagai aqidah) segala sesuatu yang telah terbukti dengan akal atau yang datang dari sumber berita yang yakin dan pasti (Qath’i), yaitu apa-apa yang telah ditetapkan oleh al Qur’an dan hadits mutawatir. Apa saja yang tidak terbukti oleh kedua jalan tadi, yaitu akal serta nash al qur’an dan hadits mutawatir, HARAM baginya untuk mengimaninya (menjadikan sebagai aqidah)…..”.
(SUMBER : Peraturan Hidup dalam Islam, Penulis: Taqiyyuddin an Nabhani, Judul asli: Nidzomul Islam, Penerjemah: Abu Amin dkk, Penerbit: Pustaka Thariqul ‘Izzah Indonesia, Cetakan II (revisi), April 1993, halaman 12, paragraf ke-4 , baris ke-7 dari atas).
Taqiyudin juga Berkata :
“… Khabar ahad tidak memiliki kedudukan pada masalah aqidah, (maka) sesungguhnya khabar ahad dengan syarat-syarat yang terkandung di dalamnya menurut ilmu ushul al-Fiqh tidak bermanfaat kecuali dhon (praduga), dan dhon tidak diperhitungkan dalam bab aqidah (keyakinan).
(Taqiyyudin An-Nabhani, As-Syakhshiyah al-Islamiyah, (Beirut : Al-Quds, 1953), cet. ke-2, Jilid 1 h.129.)
KEDUA :
Hadits Nabi yang Mutawatir hanya berjumlah 324 buah saja (lihat http://hadith.al-islam.com), dan dari 324 buah hadits yang mutawatir tersebut hanya sekitar 200-an hadits saja yang memuat materi aqidah.
Sementara hadits yang shohih dalam bukhari dan muslim mencapai sedikitnya 13.000 buah (Bukhari+Muslim: Menurut penomoran al-Alamiyah, terdapat 5352 hadits dalam Shahih Muslim. Sedangkan menurut Abdul Baqi, ada 3033 hadits. Menurut Ibnu Hajar Al Asqalani, Imam Bukhari menuliskan sebanyak 9082 hadis dalam karya monumentalnya Al Jami’al-Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari.)
, dan dari 13.000 buah hadits shohih tadi didalam Shahih Muslim terdapat sedikitnya 650 hadits tentang aqidah begitu pula didalam shahih bukhari lebih dari itu sehingga terdapat lebih dari 1.500 hadits tentang aqidah yang terjamin keshohihannya.
TERNYATA DARI 1.500-an HADITS AQIDAH YANG SHOHIH, HANYA 200-an SAJA YANG MUTAWATIR.
JADI 86,66 % HADITS NABI YANG MEMUAT AQIDAH (dalam Bukhori dan Muslim) ADALAH HADITS AHAD.
Jika mengimani hadits ahad itu haram hukumnya sebagaimana fatwa pendiri Hizbut Tahrir Taqiyyuddin an Nabhani, maka tentunya Nabi pun tidak akan meriwayatkan hadits aqidah secara ahad.
Namun kenyataannya 80 % hadits Nabi yang memuat aqidah justru diriwayatkan Nabi secara ahad ketika sedang berdua atau sedang bersama sedikit shahabat tanpa mengumpulkan shahabat.
Didalam Islam terdapat sebuah kaidah, jika sesuatu itu hukumnya haram maka jalan menuju sesuatu itu juga haram hukumnya.
Misalnya berzina itu haram maka ikhtilat (campur baur) dan khalwat (menyendiri) dengan lawan jenis yang bukan mahram secara umum haram hukumnya karena merupakan jalan menuju zina.
Begitu pula meminum khamr (mabuk) itu haram maka membuat khamr dan menjual khamr haram juga hukumnya.
Contoh lain berjudi itu haram maka membuat dan membeli peralatan judi (kasino) juga haram hukumnya.
Jika mengimani aqidah dari hadits ahad itu haram maka meriwayatkan hadits aqidah secara ahad pun seharusnya haram hukumnya. Namun kenyataannya sebagian besar hadits Nabi adalah diriwayatkan secara ahad. Maka apakah mungkin Nabi melakukan perbuatan yang haram ???
Sungguh aneh jika para syabab meyakini bahwa Nabi tidak mungkin meriwayatkan hadits aqidah pada beberapa gelintir orang saja, darimana keyakinan ini diperoleh ?.
Faktanya Nabi bahkan pernah mengajarkan aqidah kepada Muadz bin Jabal ketika berboncengan berdua saja diatas kendaraan.
Dari shahabat Muadz bin Jabal radliallahuanhu beliau menuturkan :
“Aku pernah dibonceng Nabi diatas seekor keledai. Lalu beliau bersabda kepadaku: “ Hai Muadz, tahukah kamu apa hak Allah yang wajib dipenuhi oleh para hamba Nya dan apa hak para hamba yang pasti dipenuhi Allah ?”. Aku menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” . Beliau pun bersabda: “Hak Allah yang wajib dipenuhi oleh para hamba Nya ialah supaya mereka beribadah kepada Nya saja dan tidak berbuat syirik sedikitpun kepada Nya; sedangkan hak para hamba yang pasti dipenuhi Allah adalah: bahwa Allah tidak akan menyiksa orang yang tidak berbuat syirik sedikitpun kepada Nya”. Aku bertanya: “Ya Rasulullah, tidak perlukah aku menyampaikan kabar gembira ini kepada orang-orang?”. Beliau menjawab: “Janganlah kamu menyampaikan kabar gembira ini kepada mereka, sehingga mereka nanti akan bersikap menyandarkan diri”.
(Lihat Shahih Muslim Kitabul Iman Bab Man LaqiyAllahu ta’ala bil Iman Ghaira Syakki fihi Dakholal Jannah dan Shahih Bukhari No.2856).
Jika alasannya karena Nabi tidak akan menyembunyikan ilmu pada beberapa orang saja maka bukankah Nabi telah bersabda “Sampaikan dariku walaupun satu ayat”, dengan adanya perintah ini maka Nabi tidak bersalah jika hanya meriwayatkan hadits aqidah kepada beberapa gelintir shahabat saja mengingat mereka punya kewajiban menyebarluaskannya.
Maka sunnah perbuatan Nabi mengatakan bahwa mengimani hadits ahad yang shohih adalah wajib hukumnya.
KETIGA :
Para shahabat dalam riwayat yang shohih juga me-WAJIB-kan mengimani hadits ahad meskipun tentang aqidah,
Simak riwayat berikut :
Abdullah bin Umar bertanya pada ayahnya, yaitu Umar bin Khathab tentang hadits bertemakan ‘aqidah ru’yatullah yang disampaikan Sa’ad bin Abi Waqqash kepadanya, maka Umar berkata padanya : “Jika Sa’ad meriwayatkan sesuatu kepadamu dari Nabi, maka jangan engkau bertanya lagi kepada selainnya tentang sesuatu itu”(maksudnya ambilah riwayat itu). (Atsar shahih riwayat Bukhari, No.202)
Adapun riwayat-riwayat lain tentang Umar menolak penyampaian hadits dari shahabat adalah lemah dan bertentangan dengan ayat al Qur’an al Hujurat ayat 6 : “In jaa akum faasiqun binaba’in fatabayyanu”. Yang mafhum mukholafah nya jika yang menyampaikannya bukan orang fasik (termasuk shahabat tentunya bukan orang fasik) maka tidak wajib ada tabayyun.
Dalam periwayatan hadits aqidah Umar tidak pernah mempersyaratkan saksi penguat dari shahabat lain atau dengan kata lain beliau tidak pernah mempersyaratkan adanya saksi perawi lain, kecuali dalam perkara Qadha’ wa syahadah.
KEEMPAT :
Hizbut Tahrir berdalih dengan kemutawatiran ayat ayat dalam mushaf Utsmani dan fakta bahwa para shahabat menolak masuknya riwayat ahad ke dalam pembukuan al Qur’an (mushaf utsmani).
Maka ini adalah pembodohan terhadap ummat Islam tanpa menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya.
Padahal para shahabat menolak masuknya riwayat ahad ke dalam al Qur’an bukan karena dalil aqidah itu wajib mutawatir akan tetapi semata-mata karena hal itu sunnah Nabi. Yaitu berdasar perilaku Nabi bahwa :
1. Nabi tidak pernah meriwayatkan wahyu (ayat al Qur’an) tanpa mengumpulkan shahabat.
2. Nabi selalu menyuruh juru tulis al Qur’an dan para shahabat untuk menulis wahyu yang turun tersebut.
3. Nabi selalu mengulang-ulang ayat-ayat al Qur’an didepan majelis shahabat dan ketika beliau menjadi imam Sholat.
Hal ini tentunya sangat bertolak belakang dengan periwayatan hadits, baik masalah aqidah maupun hukum Islam lainnya, karena ketika meriwayatkan sebuah hadits :
1. Nabi tidak selalu mengumpulkan shahabat bahkan terkadang hanya berdua saja dengan seorang shahabat.
2. Nabi melarang menulis hadits akan tetapi mewajibkan menyebarluaskannya.
3. Nabi tidak mengulang hadits secara persis lafadz haditsnya akan tetapi disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.
Sehingga jelas bahwa kemutawatiran al Qur’an tidak bisa dijadikan dalil mengharamkan meyakini hadits ahad yang shohih.
Karena al Qur’an pada asalnya memang mutawatir dan tidak mungkin ahad sedangkan hadits pada asalnya lazim secara ahad.
Selain itu ditemukan fakta bahwa sebenarnya justru pada mushaf utsmani ada ayat yang ahad periwayatannya yaitu at Taubah ayat terakhir.
Imam Bukhari menulis dalam shahihnya sebuah riwayat yang panjang dari Zaid bin Tsabit yang diminta abu bakar mengumpulkan al qur’an dst Zaid bin Tsabit berkata : “…. HINGGA AKU DAPATI AKHIR SURAT AT TAUBAH PADA ABU KHUZAIMAH AL ANSHARI DAN AKU TIDAK MENDAPATKAN ITU DARI SHAHABAT YANG LAIN, YAITU AYAT LAQAD JA’AKUM RASULUN …dst”.
(lihat al itqann fil ulumil qur’an bab tertib alqur’an dan penghimpunannya)
Maka kesimpulannya ternyata memang ada ayat yang tidak mutawatir dalam mushaf al Qur’an, misalnya dalam kasus ini adalah ayat dari abu khuzaimah al anshari yaitu ayat akhir surat at Taubah.
Jadi meskipun al Qur’an sendiri asalnya memang wajib mutawatir namun mushaf al Qur’an sendiri tidak semua ayatnya mutawatir karena dibukukan saat kondisi para shahabat penghafal banyak yang wafat dalam perang.
Demikian sedikit yang dapat saya sampaikan, kebenaran tidak selalu ada pada diri saya, namun dalil yang saya utarakan kiranya cukup kuat untuk membuktikan kekeliruan aqidah Taqiyyuddin dan jumhur syabab Hizbut Tahrir.
Hidayah kembali kepada Allah subhanahu wata’ala, semoga Allah memudahkan kita menggapainya.
Dhuha, 15 Muharram 1429 H
Penulis
(pengelolakomaht@yahoo.co.id)

Kamis, 26 Desember 2013

Tahun Baru Masehi”, Dalam Pandangan Islam dan Sejarahnya

Bismillahirrohmaanirrohim



TAK terasa waktu terus berlalu dan kita sampai di penghujung tahun. Beberapa saat lagi tahun 2013 akan menjadi kenangan dan tahun 2014 akan menyambut kita semua. Malam pergantian tahun baru masehi sangat ditunggu-tunggu oleh semua kalangan. Tidak saja dibelahan bumi lain seperti di Eropa dan Amerika, masyarakat kita juga sibuk dan sangat menanti-nantikan malam pergantian tahun tersebut.



Berbeda halnya dengan pergantian tahun baru hijriah, banyak masyarakat yang tidak merayakannya, bahkan sekadar tahu saja mereka mungkin tidak. Memang perayaan tahun baru hijriah tidak dituntut untuk merayakannya dengan menyalakan kembang api, meniup terompet, ataupun kumpul di pusat kota dengan tujuan yang tidak jelas. Tetapi lebih kepada bagaimana memaknainya.


Kita lebih dituntut untuk merefleksikan apa yang telah kita lakukan pada tahun sebelumnya, dan diharapkan lebih baik pada tahun selanjutnya. Sungguh ironis, hal tersebut terjadi di bumi Aceh yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Masyarakat lebih mengenal dan menantikan detik-detik pergantian tahun baru masehi.


Melihat fenomena tersebut, penulis merasa tergugah untuk sedikit mengupas sejarah dan pandangan Islam terhadap tahun baru masehi.

Sejarah tahun baru masehi


Sejak Abad ke-7 SM bangsa Romawi kuno telah memiliki kalender tradisional. Namun kalender ini sangat kacau dan mengalami beberapa kali perubahan. Sistem kalendar ini dibuat berdasarkan pengamatan terhadap munculnya bulan dan matahari, dan menempatkan bulan Martius (Maret) sebagai awal tahunnya.



Pada tahun 45 SM Kaisar Julius Caesar mengganti kalender tradisional ini dengan Kalender Julian. Urutan bulan menjadi: 1) Januarius, 2) Februarius, 3) Martius, 4) Aprilis, 5) Maius, 6) Iunius, 7) Quintilis, 8) Sextilis, 9) September, 10) October, 11) November, 12) December. Di tahun 44 SM, Julius Caesar mengubah nama bulan “Quintilis” dengan namanya, yaitu “Julius” (Juli).




Sementara pengganti Julius Caesar, yaitu Kaisar Augustus, mengganti nama bulan “Sextilis” dengan nama bulan “Agustus”. Sehingga setelah Junius, masuk Julius, kemudian Agustus. Kalender Julian ini kemudian digunakan secara resmi di seluruh Eropa hingga tahun 1582 M ketika muncul Kalender Gregorian.


[Janus.jpg]Januarius (Januari) dipilih sebagai bulan pertama, karena dua alasan. Pertama, diambil dari nama dewa Romawi “Janus” yaitu dewa bermuka dua ini, satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang. Dewa Janus adalah dewa penjaga gerbang Olympus. Sehingga diartikan sebagai gerbang menuju tahun yang baru.


Kedua, karena 1 Januari jatuh pada puncak musim dingin. Di saat itu biasanya pemilihan konsul diadakan, karena semua aktivitas umumnya libur. Di bulan Februari konsul yang terpilih dapat diberkati dalam upacara menyambut musim semi yang artinya menyambut hal yang baru. Sejak saat itu Tahun Baru orang Romawi tidak lagi dirayakan pada 1 Maret, tapi pada 1 Januari. Tahun Baru 1 Januari pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM.

[Janus.jpg]

Orang Romawi merayakan Tahun Baru dengan cara saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Dewa Janus. Mereka juga mempersembahkan hadiah kepada kaisar.



Pandangan Islam


Firman Allah SWT dalam surah al-Furqan ayat 72, yang artinya: “Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.”


Dalam ayat tersebut terdapat kata “al-Zur” (perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah). Menurut Ulama Tafsir, maksud al-Zur adalah perayaan-perayaan orang kafir (Ibn Kasir, 6/130). Jelas dari pada ayat ini Allah melarang kaum muslimin menghadiri perayaan kaum muyrikin.


Hadis Sahih al-Bukhari dan Muslim berikut ini, sabda Rasulullah SAW yang artinya: “Sesungguhnya bagi setiap kaum (agama) ada perayaannya dan hari ini (Idul adha) adalah perayaan kita”. Oleh Syekh Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan maksud hadis tersebut bahwa dilarang melahirkan rasa gembira pada perayaan kaum musyrikin dan meniru mereka (dalam perayaan). (Fathul Bari, 3/371).


Dalam adat masyarakat Aceh yang identik dengan nilai-nilai Islam, dulu hanya merayakan peringatan hari besar Islam saja seperti perayaan maulid dan tahun baru hijriah yang malamnya dihiasi dan dihidupkan dengan dalail khairat di balee dan meunasah.


Melihat sejarah, pandangan Islam serta adat Islami dalam masyarakat Aceh, tidak ada celah sedikit pun bagi umat Islam untuk ikut merayakan atau sekadar untuk mengucapkan “happy new years”. Pada kenyataannya, pada malam tahun baru dihiasi dengan berbagai hiburan yang menarik dan sayang untuk dilewatkan. Muda-mudi tumpah ruah di jalanan, berkumpul di pusat kota menunggu pukul 00.00, yang seolah-olah dalam pandangan sebagian orang “haram” untuk dilewatkan.



Sudah sepantasnya umat Islam menghidupkan kembali syiar-syiar Islam. Jika tidak tradisi Islam akan tergerus tanpa ada yang peduli. Toh, kita semua ini manusia yang harus taat dan menjunjung tinggi aturan Allah. Tidak ada alasan untuk menafikan syiar-syiar Islam. Pantaskah kita menenggelamkan syiar Islam dan menghidupkan syiar budaya Barat?

Muftahuddin H. Lidan, Serambinews.
DIPOSTING OLEH YASIRMASTER DI 1:22 PM

Rabu, 25 Desember 2013

Kabar Islam: Polisi Berjilbab Tidak Boleh, Tapi Pakai Topi Sant...

Kabar Islam: Polisi Berjilbab Tidak Boleh, Tapi Pakai Topi Sant...: Polisi Berjilbab Tidak Boleh, Tapi Pakai Topi Santa Boleh. Bagaimana ini Kapolri Sutarman dan Wakapolri Oegroseno? Tanpa ribut soal a...

Bismillahirrohmaanirrohim

      Polisi Berjilbab Tidak Boleh, Tapi Pakai Topi Santa Boleh. Bagaimana ini Kapolri Sutarman dan Wakapolri Oegroseno?
     Tanpa ribut soal anggaran segala macam, mereka langsung pakai Topi Santa. Selesai.
Jika Polisi tak bisa menjamin kebebasan menjalankan agama para anggotanya, bagaimana polisi bisa menjamin kebebasan beragama rakyatnya?

     Negara-negara Non Muslim seperti Australia, Kanada, Inggris, dsb para polisi wanitanya bebas mengenakan jilbab. Di Indonesia kok dilarang? Agama Kapolri dan Wakapolrinya apa sih?

Silahkan baca
:Polisi Wanita Muslim di Inggris

Polisi Wanita Muslim di Inggris Saja Berjilbab

Senin, 23 Desember 2013

Ahlul Kitab

Bismillahirrohmaanirrohim

Ahlul Kitab Menurut Imam Syafi’i
Istilah Ahlul Kitab berasal dari dua kata bahasa Arab yang tersusun dalam bentuk Idhafah yaitu ahlu dan Al-kitab. Ahlu berarti pemilik , ahli, sedangkan Al- kitab berarti kitab  suci. Jadi, Ahlul Kitab  berarti, “Pemilik Kitab Suci”, yakni para umat nabi yang diturunkan kepada mereka kitab suci (wahyu Allah).

Dalam hal ini Imam Syafi’i (w. 204 H) menegaskan bahwa yang dimaksud Ahlul Kitab hanya terbatas pada dua golongan saja, yaitu  golongan Yahudi dan Nasrani dari Bani Israel. Sedangkan diluar Bani Israel, sekalipun beragama Yahudi atau Nasrani, menurut Imam Syafi’i, tidak termasuk Ahlul Kitab.

Imam Syafi’i  berargumen bahwa Nabi Musa a.s dan Isa a.s hanya diutus untuk kaumnya, yaitu Bani Israel (hal ini menunjukkan bahwa objek seruan Nabi Musa a.s dan Nabi Isa a.s yang diutus hanya Bani Israel).  (Tafsir Imam Syafi’i , vol. II,hlm. 56 )

Adapun agama Majusi (Zoroaster) , menurut Imam Syafi’i tidak termasuk dalam kategori Ahlu kitab (Al-Umm : Vol.V, hlm. 405 ).  Hal itu karena Majusi tidak diturunkan kepadanya Kitab, dan juga tidak mengikuti salah satu dari agama Yahudi maupun Nasrani. Dengan demikian, kaum  Muslim  tidak dihalalkan    menikmati makanan   sembelihan  orang-orang  Majusi,  dan  tidak dapat  pula mengawini wanita-wanita mereka, walaupun dalam masalah membayar jizyah ( pajak ), keudukan Majusi dan Ahlul Kitab dianggap sama.

Ini disebabkan adanya pengecualian secara khusus, sebagaimana terdapat dalam  hadist Nabi  saw yang  diriwayatkan  oleh imam Syafi’i, bahwa suatu ketika ditanyakan kepada Umar r.a. tentang perlakuan terhadap Majusi dalam masalah jizyah, Umar pun terdiam ( tawaquf ), sampai datang kepadanya Abdurrahman bin Auf, seraya bersaksi, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda : “Perlakukanlah mereka ( kaum Majusi ) sama dengan perlakuan  terhadap Ahl Al-Kitab.”  Sementara ulama menyisipkan tambahan redaksi: “tanpa memakan sembelihan mereka, dan tidak  juga  mengawini wanita  mereka.”  Hal ini juga dikuatkan oleh guru Imam Syafi’i yaitu Imam Malik  dalam  kitabnya Al-Muwatththa, Bab Zakat, hadis ke-42.

Jadi, tegas Imam Syafi’i. dapat disimpulkan  bahwa Ahlul Kitab hanya terbatas pada kedua golongan saja  yaitu Yahudi dan  Nasrani,  sementara Majusi (Zoroaster)  tidak termasuk di dalamnya. Hal itu sebagaimana ditegaskan oleh  firman Allah: “(Kami turunkan Al-Qur’an ini) agar  kamu (tidak) mengatakan bahwa, ‘Kitab itu hanya diturunkan kepada dua golongan  saja sebelum  kami. dan sesungguhnya kami tidak memperhatikan apa yang mereka baca.” (QS Al-An’am [6]: 156).

Pada masa awal perkembangan Islam, khususnya pada masa Rasulullah saw dan para sahabatnya, istilah Ahlul Kitab selalu digunakan untuk menunjuk kepada komunitas agama Yahudi dan Nasrani. Selain kedua komunitas tersebut, mereka tidak menyebutnya sebagai Ahli Kitab. Kaum Majusi, misalnya, meskipun mereka sudah dikenal pada masa Nabi SAW, tetapi mereka tidak disebut sebagai Ahlul Kitab. Namun, Rasulullah saw memperlakukan mereka seperti halnya Ahli Kitab.
Pendapat Imam Syafi’i senada dengan para ulama besar lainnya, seperti Thabary, al-Qurthuby (w. 671 H) yang  mengatakan bahwa tidak ada perbedaan bahwasannya Yahudi dan Nasrani adalah Ahli Kitab.  Pernyataan ini dipertegas juga oleh al-Baghawy (w. 516 H), Ibn Katsir (w. 774 H), dan al-Biqa’iy (w. 885 H) ketika menafsirkan QS al-Bayyinah:1, bahwa yang dimaksud Ahlul Kitab adalah Yahudi dan Nasrani.

Kajian tentang Ahul Kitab telah menyedot perhatian banyak ilmuwan Muslim, baik yang klasik maupun kontemporer. Salah satu kajian serius dilakukan oleh Dr. Muhammad Azizan Sabjan, dalam disertasinya di International Institute of Islamic Thought and Civilization—International Islamic University Malaysia yang berjudul The People of the Book and the People of a Dubious Bookin Islamic Religious Tradition.

Disertasi ini juga menyimpulkan, bahwa istilah Ahlul Kitab (the people of the book)  pada komunitas pengikut agama Yahudi dan Nasrani. Golongan ini ada dua jenis, yakni true believers yang sejatinya adalah Muslim, karena mereka mengimani kenabian Muhammad saw saat dakwah Nabi saw sampai pada mereka. Golongan lain adalah misbelievers. Inilah yang masuk kategori Ahlul Kitab. “As stressed by al-Ghazali, they are those of the Jews and Christians who are exercising corrupted form of religions.” (***)

Nah, sekarang tentang ahlul kitab, jaman sekarang kita tidak bisa nyebut orang agama lain sebagai ahlul kitab, karena , kita tau kalau injil yang ada pada jaman nabi Isa bukanlah injil yang ada sekarang.  Dalam Islam, injil adalah firman Allah sendiri, sedangkan injil yang ada di perjanjian baru ditulis sama murid Yesus, maaf ini kalau tidak salah, tapi yang saya ketahwi ada injil matius, lukas, yohanes, sama markus. saya tidak tau mana yang termasuk 12 murid mana yang bukan, tapi ya itulah intinya. Ada perbedaan pendapat antara Islam dan Kristen tentang injil, jadi yaa, para penganut Kristen saat ini bukanlah ahlul kitab :)

Yaa, sekian dulu aja deh :D  :) semoga bermanfaat bagi yang belom tau apa itu ahlul kitab sebenernya :) syukran lakum :)

http://rizkifebi.wordpress.com/2010/08/19/ahlul-kitab/

Senin, 16 Desember 2013

HUKUM MENGUSAP WAJAH SETELAH BERDOA

Bismillahirrohmaanirrohim


A.       MUKADDIMAH
Segala puji bagi Allah Tuhan Seru sekalian Alam. Aku bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah dan diibadahi kecuali hanya Allah SWT semata. Semoga shalawat dan salam tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW beserta keluarganya, para shahabat dan pengikutnya yang setia.
Dalam kehidupan masyarakat sering kita dengar mengenai ucapan/ klaim bahwa mengusap wajah setelah berdoa merupakan sesuatu hal yang diada-adakan (bid’ah). Hal itu menjadi suatu permasalahan tersendiri yang mana ada yang menerima pendapat tersebut, ada juga yang menolak.
Dalam risalah ringkas ini, penulis ingin memberikan beberapa dalil tentang bolehnya mengusap wajah setelah berdoa atau bahkan anjuran untuk mengusap wajah setelah berdoa.

B.     DALIL–DALIL HADITS TENTANG MENGUSAP WAJAH SETELAH BERDOA
1.      Hadits
Hadits 1. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah shalallahu alaihu wa salam telah bersabda:
 “Jika engkau berdoa kepada Allah meka berdoalah dengan telapak tangan, dan jangan berdoa dengan punggung tangan. Jika telah selesai, maka usaplah wajahmu dengan keduanya”.

Al Hafidz Al Bushairi dalam Zawaid Ibnu Majah (1/390) menyatakan bahwa hadits ini sejatinya dhoif, karena ada perowi yang bernama Sholih bin Hasan, akan tetapi ada syahid dari hadits Ibnu Umar.
Ini isyarat, bahwa hadits ini hasan. Sehingga Hafidz Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram juga menghasankan hadits ini, beliau berakata,”ia (hadits ini) memiliki syawahid (beberapa penguat), salah satunya adalah hadits Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma dalam Abu Dawud dan yang lain, perkumpulan hadits ini menjadikannya hasan (Subul As Salam 2/204)

Adapun Shalih bin Hasan tidak sendirian, beliau memiliki mutabik yaitu Isa bin Maimun. Mutab’ah ini dikeluarkan oleh Ishaq bin Rahweh dalam Musnadnya (dalam Nashbu Ar Rayah 3/52), juga Al Maruzi dalam Qiyam Al Lail (141).

Sedangkan syawahidnya adalah Hadits As Saib bin Kholad dan anaknya, Umar dan anaknya Abdullah, serta mursal Zuhri. Hadits As Saib bin Kholad atau anaknya diriwayatkan dalam Musnad Ahmad (4/221), Abu Dawud (1492) dan Thabrani dalam Al Kabir (22/241,242)
Hadits 2. Dari As Sa’ib bin Yazid dari ayahnya:”Bahwa sesungguhnya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam jika setelah selesai berdoa mengusap wajah dengan tangannya”.
Dalam hadits ini ada Hafsh bin Hashim yang majhul, juga ada Ibnu Luhai’ah yang terkenal dhoif. Akan tetapi hadits ini hasan karena beberapa sebab.

1.      Hafsh bin Hashim memiliki penguat (mutabik), dan ini termasuk hadits Ibnu Luhai’ah yang shahih, berikut penjelasannya:
1)      Hafsh bin Hashim bin Utbah, memang tidak diketahui, sehingga Ibnu Hajar dalam Tahdzib (2/420-421) menyatakan bahwa sebetulnya yang menempati posisi Hafsh adalah Habban bin Washi’. Beliau menilai bahwa Ibnu Luhai’ah yang salah menyebut nama dalam hal ini. Itu dikarenakan, dalam kitab-kitab sejarah tidak pernah disebutkan ada orang yang bernama Hafsh bin Hashim, juga tidak ada yang menyebutkan bahwa Bin Utbah memiliki anak yang bernama Hafsh. Adapun Habban bin Wasik memang jelas-jelas menjadi syeikhnya Ibnu Luhai’ah dalam hadits ini dan dia tidak bermasalah karena termasuk rijal Muslim. Nah jika ini diterima, maka sudah tidak ada masalah dengan Hafsh, karena digantikan dengan Habban bin Washi’ yang termasuk rijal Muslim. Jika tidak diterima maka tetap ada perowi yang majhul, tapi posisi Habban menjadi sebagai mutabik atas Hafsh, sehingga tidak ada masalah juga.
2)      Ibnu Luhai’ah: Hadits Qutaibah Bin Sa’id yang berasal dari Ibnu Luhai’ah Shahih. Dalam Tahdzib Kamal (23/494), Imam Ahmad berkata kepada Qutaibah,”hadits-haditsmu yang berasal dari Ibnu Luhai’ah Shahih. Hal ini dikarenakan Qutaibah menulisnya dari buku Abdullah bin Wahab dan mendengarkannya dari Ibnu Luhai’ah. Dan hadits di atas termasuk hadits Qutaibah yang berasal dari Ibnu Luhai’ah. Dari sinilah hadits ini dinailai hasan.

Hadits 3. Dari Umar radhiyallahu anhu, dari Rasulullah shalallahu alaihi wasalam jika mengangkat kedua tangnnya untuk berdoa, maka beliau tidak menariknya, hingga mengusap dengannya wajahnya.
Dikeluarkan oleh Tirmdzi (3386), Al Hakim (1/536), AT Thabrani dalam Ad Du’a’(212,213)Abnu Al Jauzi dalam ‘Ilal (1406)dan Abdul Ghani bin Sa’id Al Azdi dalam Idhah Al Isykal dan As Silafi dalam Mu’jam As Safar (41).
At Tirmidzi berkata : ”Hadits ini gharib, kami hanya mendapatkannya dari Hammad ibn ‘Isa Al Juhani. Dan dia menyendiri dalam meriwayatkan hadits ini. Dia hanya mempunyai (meriwayatkan) beberapa hadits saja, tapi orang-orang meriwayatkan darinya.” Sedangkan Ibnu Hibban dalam Al Majruhin (1/253,254) menyatakan bahwa tidak boleh berhujjah dengannya (Hammad). Tentu, tidak boleh berhujah tidak menghalangi untuk mengambilnya sebagai syahid atau berhujjah sebagai mutaba’ah.

Sedangkan Abu Bakar Al Bazar (1/243) menyatakan: Dia layin hadits, dan haditsnya yang dhoif adalah hadits ini. Sedangkan Ibnu Ma’in mengatakan: Syeikh Shalih. Dzahabi dalam Mizan (1/598 ) dia dhoif menurut Abu Dawud, Abu Hatim dan Daruquthni, dan tidak meninggalkannya. Hafidz dalam At Taqrib (1503) menyatakan: “Dhoif”. Iraqi dalam Tahrij Ihya’ (1/350) juga mendhoifkan saja, juga Nawawi dalam Al Adzkar. Dan Hafidz Abdul Ghani Al Maqdisi memasukannya dalam An Nashihah fi Al Ad’iyah As Shahihah (14).
Dari paparan di atas, maka hadits tidak mutlak ditinggalkan, akan tetapi masih bisa diambil sebagai syahid, dan ini juga pendapat Hafidz Ibnu Hajar, hingga beliau menyatakan bahwa ”ia (hadits ini) memiliki syawahid (beberapa penguat), salah satunya adalah hadits Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma dalam Abu Dawud dan yang lain, perkumpulan hadits ini menjadikannya hasan (Subul As Salam 2/204).


Dalil Hadist Mursal
Mursal Az Zuhri, yang dikeluarkan oleh Abdu Ar Razak dalam Mushanaf (2/247). Dari Ma’mar dari Az Zuhri, ia mengatakan:”Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam mengangkat kedua tangannya di dada dalam doa, kemudian mengusapkan keduanya di wajah. Abdurrazak mengatakan,”Sepertinya aku melihat Ma’mar melakukannya, dan aku melakukan hal itu juga.
Ini adalah mursal yang shahih isnadnya, dan hujjah walau berdiri sendiri menurut jumhur, seperti Ibnu Musayyab, Malik, Abu Hanifah dan dalam riwayat termashur Ahmad, sebagaimana disebutkan dalam ushul. Adapun Syafi’i tidak menerima mursal kecuali dengan didukung salah satu lima hal, yang juga ma’ruf dalam ilmu ushul. Dan mursal ini termasuk mursal yang memenuhi syarat Syafi’i, karena didukung oleh atsar sahabat.

2.      Atsar dari Shahabat
Berberapa atsar tentang masalah ini adalah atsar dengan sanad jayid yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Al Adab Al Mufrad (609)



Juga atsar yang diriwayatkan oleh Abdu Ar Razak dalam Al Mushanaf (3256) bahwa Ibnu Juraij dan Yahya bin Sa’id menyatakan bahwa orang-orang sebelum mereka mengusap wajah setelah berdoa.
Jelas, maka orang-orang sebelum Ibnu Juraij dan Yahya adalah para sahabat dan kibar tabi’in. Sedangkan Al Marwazi menyebutkan dalam Qiyam Al Lail (236) tentang atsar dari Al Hasan Al Bashri, Abu Ka’ab Al Bashri serta Ishaq bin Rahweh dalam masalah ini. Tentang Atsar Al Hasan Al Bashri, Imam As Suyuthi menyatakan dalam Fadh Al Wi’a’ (101): “Isnadnya hasan”.

Dari sini, maka apa yang dikatakan Hafidz Ibnu Hajar, Hafidz Al Bushoiri dan Al Munawi bahwa hadits ini hasan sangat beralasan. Allahu’alam
(Diambil dari At Ta’rif (4/504-515), Cet.2, Dar Buhuts wa Ihya Turats Emirat)

C.    KESIMPULAN
Dari keterangan hadits dan atsar dari Shahabat tersebut, sangat jelas bahwa mengusap wajah setelah berdoa adalah boleh dan bukan sesuatu yang bid’ah

==============================
Refrensi :
http://ponpesdarulilmi.blogspot.com/p/hukum-mengusap-wajah-setelah-berdoa.html

Lencana Facebook

Bagaimana Pendapat Anda Tentang Blog ini?

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

MOTTO

Kami tidak malu menerima saran & kritik anda...